dream

51 7 0
                                    

Aku mengarahkan atensi ku pada keluargaku yang kini tengah menatap ku dengan aneh ketika aku membuka pintu rumah. Mereka tengah berkumpul di ruang tamu. Aku menyadari sesuatu hal, ini bukan keadaan yang baik.

Dengan langkah ragu aku melangkah memasuki rumah. Ayahku tiba-tiba berdiri dari duduknya, aku benar-benar tegang sekarang.

"Siapa yang nulis pesan ini?" Ayahku menyodorkan ponselnya padaku.

Aku mengambilnya dengan ragu. Aku membaca beberapa larik pesan yang ada pada tampilan layar ponsel itu. Aku benar-benar memusatkan perhatian pada layar. Aku meremat ponsel ditangan ku. Kemudian aku meletakkan ponsel itu di meja ruang tamu, dengan cepat aku berlari keluar rumah secepat mungkin. Bahkan aku mengabaikan teriakan beberapa saudaraku yang menyuruhku untuk berhenti.

Aku terus berlari hingga aku sampai didepan gedung tua yang pintunya sudah terbuka. Aku bernafas sejenak, melepaskan rasa lelahku karna berlari di setiap helaan nafasku. Aku memasuki gedung itu kemudian mengedarkan pandanganku. Orang itu tengah berdiri didepan jendela tua yang sudah rusak, bahkan kacanya sudah pecah.

Aku berjalan pelan kearahnya dan berhenti tepat satu meter dibelakangnya. Sebenarnya apa mau pria brengsek ini dengan mengirimkan pesan yang menyudutkanku kepada ayahku.

Aku melihatnya tersenyum smirk sekilas sesaat sebelum ia menghadap kearah ku.

"Berani sekali seorang pelajar sepertimu berlari sendirian." Pria itu tersenyum, bukan senyum ramah apa lagi tulus. Aku melihat sorot meremehkan dari senyum dan lirikan matanya.

"SEBENARNYA APA MAUMU?" Aku berteriak padanya.

Ia melebarkan senyumnya, "mudah saja," ia mendekat satu langkah padaku dan kemudian memasukkan tangannya pada saku celananya, "berhenti mencari tahu hal yang tidak akan pernah kamu ketahui."

Aku tidak sebodoh itu untuk tidak mengerti ucapannya. Aku mengepalkan kedua tanganku dan berteriak padanya.

"DASAR PRIA BRENGSEK APAPUN YANG AKAN KAMU LAKUKAN AKU AKAN SEGERA MEMBAWAMU KE NERAKA." Umpatan itu keluar begitu saja dari mulutku.

Setelah aku meloloskan ucapan itu, pria itu tersenyum kembali dan menatap lurus kearah pintu. Aku mengikuti arah pandanganya dan melihat pintu itu perlahan-lahan tertutup. Aku segera berlari menuju pintu yang benar-benar tertutup rapat. Aku berusaha keras membukanya tapi sia-sia, pintu itu terkunci dari luar.

Aku membalikkan badanku dan menemukan pria itu yang kini menodongkan pistol kearahku.

"Sayangnya kau duluan yang akan segera pergi ke neraka."

Brakkk!!!

Aku memejamkan mata ketika suara dentuman itu berbunyi nyaring di gedung kosong seperti ini. Tapi entah kenapa aku tidak merasakan apapun pada tubuhku, seketika aku menyadari bunyi itu bukan bunyi pistol.

Aku terkejut setengah mati ketika menemukan pria itu terbaring dengan darah yang mengalir dari kepalanya yang tertumpuk sebuah batu besar disebelah kepalanya. Aku mendongak dan menemukan Junghwan yang tengah menatap kedua telapak tangannya dan perasaan bersalah.

Aku berlari padanya.

"Junghwan kamu nggak apa-apa?" Anak lelaki itu mengangguk.

"Kita harus segera keluar dari sini!" Junghwan memegang tanganku. Aku mengangguk setuju.

Junghwan mengambil batu yang berlumuran darah itu dan lemparnya pada jendela itu untuk melubanginya agar kami bisa keluar. Setelah itu aku keluar terlebih dahulu disusul oleh Junghwan. Kami kemudian berlari menjauh dari gedung itu, tampaknya anak buah dari pria itu mengejar kami.

Thankyou J'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang