[FOLLOW SEBELUM MEMBACA]
"Izinin gue memantaskan diri buat lo, Ra. Kalau udah pantas gue bakalan ajak lo ta'aruf," kata Rafka.
Ucapan Rafka membuat Maira terdiam di tempatnya.
"Lebih baik Bapak pantaskan dulu diri Bapak di hadapan-Nya. Urusan jodoh...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
-
Rafka melangkah keluar dari ruangan yang berisi bunda dan ayahnya. Sebab dirinya tadi diusir oleh sang ayah. Katanya Rafka dicap sebagai penggangu, lah gue ada juga gegara kalian berdua. Kalimat itu hanya mampu diucap dalam hatinya. Tidak mungkin ia menyeletuk secara langsung yang ada dirinya dipanggang hidup-hidup.
Klik
Pintu kamar Rafka terbuka setelah ia memasukan passwordnya.
Ia langsung menghempaskan badannya ke kasur, nyaman. Sebentar ada yang sedikit berbeda dari ruangan ini, sebelum pergi ia rasa ruangan ini masih berantakan, tetapi mengapa sekarang sudah rapih saja. Pasti pihak housekeeping yang sudah membersihkannya. Mengingat housekeeping Rafka jadi teringat Maira. Apa Maira ya? Yang tadi membersihkan kamarnya.
Rafka beranjak dari tidurannya, lalu melangkah menuju pinggir tv dan mengambil remote-nya. Tidak ada chanel yang menarik, hanya ia gonta-ganti secara random. Gabut sekali dia. Kembali merebahkan badannya dengan tv yang ia biarkan menyala.
"A-duh maaf Ibu. Maaf saya tidak sengaja," ucap seorang gadis yang kini tengah mengambil beberapa handuk dan selimut. Karena semuanya terjatuh di lantai.
Sosok wanita yang tadi ditabrak masih berdiri di depan gadis itu. Dengan bersedekap dada ia terus memperhatikan aktivitas gadis itu yang kini sudah selesai mengambil barang-barangnya. Gadis mendongak.
"Eh?"
"Kamu kalau jalan liat-liat dong!" tegas wanita yang ternyata adalah–Risma.
"I-iya maaf Bu. Saya tadi sedang buru-buru," jelas gadis–Maira.
Risma hanya menatap sekilas sambil mendengus lalu kembali melanjutkan jalannya ke kamar Rafka yang sempat tertunda oleh Maira.
Maira menghela napasnya pelan, ini adalah salah satu ujian untuk Maira. Kesabaran dalam melakukan suatu hal juga sangat diperlukan, bukan? Iya, Maira tersenyum lalu kembali melanjutkan langkahnya.
Bel yang sedari tadi dibunyikan sama sekali belum membuat Rafka terbangun dari tidurnya. Tadi ia akhirnya tertidur dengan sendirinya. Sampai suara bel yang sudah kelima kalinya, tidur Rafka terusik.
Suara bel kembali lagi terdengar. Dengan kesal ia bangun dan melangkah ke pintu. Jika itu pegawai yang sudah berani mengganggunya tidur akan ia pecat saja. Namun saat pintu terbuka tatapan Risma—Bundanya tajam seperti ingin menerkam sosok di depannya ini.
"Kamu lagi ngapain sih di dalam. Udah Bunda pencet bel sampai enam kali tapi nggak keluar-keluar," protes Risma sambil melangkah masuk ke dalam kamar putranya.
"Rafka tidur, Bun," jawab Rafka yang mengekor di belakang sang bunda.
"Tidur aja kerjaan kamu." Risma mendudukan diri di ranjang Rafka. "Lagian Rafka mau ngapain, tadi niatnya mau jalan eh Bunda nelpon suruh cepet ke hotel. Rafka bosen tau Bun," jelas Rafka, langkahnya menuju sofa dan meneguk minuman kaleng yang ada di atas meja.