Bab I

132 14 7
                                    

Childhood has its secrets and its mysteries; but who can tell or who can explain them!
-Max Muller-

BAB I
Seorang wanita setengah baya menggandeng tangan kecil putri yang barusan berumur tujuh tahun. Senyum merekah terpampang jelas di wajah mereka yang terlihat bahagia setelah pulang dari ladang jerami dan kadang kuda yang tak jauh dari rumah sewa mereka. “Ibu hari ini kita akan malam apa?” tanya putri kecil sambil mengayunkan kedua tangan mereka yang saling bertaut.

“Kau ingin Ibu memasak apa hari ini?” 

“Aku ingin kudapan yang selalu Ibu buat”. 

Wanita itu hanya tersenyum dan mensejajarkan tingginya dengan putrinya. Tangannya mengusap pipi yang semakin cabi dan memerah karena udara yang mulai memasuki musim dingin. “Baiklah. Kudapan yang akan Ibu buat kali ini, sangat spesial untukmu”.

Sesampainya dari rumah semua kudapan yang ingin disantap oleh putrinya telah siap di meja makan. Wanita itu masih menata satu per satu piring di meja makan. Sedangkan putrinya yang baru selesai mandi dan berganti pakaian keluar dari kamar. Rambutnya yang berwarna coklat keemasan itu hampir menyentuh pinggulnya dan sulit baginya menyisir bagian tersebut dengan sisir yang sudah berada di tangannya. Wanita itu tersenyum dan meraih sisir yang berada di tangan putrinya dan menyisir ujung rambung itu dengan penuh kasih sayang. “Kau cantik sekali” pujinya dan mengecup kening putrinya. 

Romansa mereka terganggu oleh ketukan pintu yang amat begitu keras. Wanita itu segera berlari dan melihat dari lubang pintu yang amat kecil. Segerombolan pria datang ke rumah mereka. Wanita itu terkejut dan berlari ke arah putrinya. Di desa yang mereka tempati sering terjadi pemalakan, perampokan, penculikan, hingga pelecehan seksual dari rumah ke rumah oleh oknum yang tidak dikenal. “Krys, cepat kau naik ke atap jangan pernah turun hingga Ibu bilang Aman. Kau mengerti?” titahnya dan mencium kembali kening putri kecilnya. Krys naik melalui tangga yang dibantu oleh ibunya, sedangkan engsel pintu tersebut hampir terlepas dari bautnya. Saat papan kayu yang berada di atas atap tertutup rapi saat itu juga pintu rumah mereka terdobrak lebar. 

Sekelompok pria dengan umur yang hampir empat puluhan mencekik leher Helena -Ibu Krys- hingga kakinya tak bisa menyentuh lantai. Sedangkan tiga orang lainnya memakan kudapan dengan rakus. Baju mereka yang serba hitam dengan wajah yang cemong dan juga berjambang tebal seperti tidak pernah dicukur selama setahun terakhir. 

Pria yang mencekik Helena mendekatkan wajahnya dan mengusapkan jari jempolnya di garis wajah Helena. “Lehermu yang jenjang sungguh sangat menggodaku, Nona” Godanya yang disambut gelak tawa oleh teman-temannya. “Bagaimana kalau kita bersenang-senang sebentar” timbalnya. Alih-alih ingin berteriak, pria itu dengan sigap membungkam mulut Helena dan mengikat kedua tangan di belakang lalu dengan satu kali gerakan baju yang di pakai Helena terbelah menjadi dua bagian. Tiga orang lainnya yang sedang sibuk menghabiskan kudapan di meja makan merasa teralihkan perhatian mereka pada kemolekan tubuh Helena. 

Helena terus mencoba membebaskan ikatan tali yang mengikat pergelangan tangannya. Mulutnya dibungkam dengan sebuah kain yang tebal. Butiran air mata membasahi wajahnya putih pucat. “Malam ini kita akan berpesta” Ucap salah satu diantara mereka. 

Bagaikan piala bergilir tubuh Helena di bersetubuh oleh pria-pria keparat ini hingga wajahnya penuh dengan memar dengan baju yang compang-camping. “Terimakasih, kami sangat menikmatinya, Nona” sahut pria itu yang barusan saja membenarkan celananya dan mengeluarkan pistol di balik kemejanya. Dan sebuah timah panas menembus kepala Helena dan cairan kental berwarna merah berbau anyir keluar dari kepala Helena membasahi lantai semen rumahnya. 

Krys terbangun dari tidur panjangnya dengan mata yang menyala menatap atap tempat tidurnya tanpa ekspresi. Ritme dadanya naik turun dengan tidak pasti. Entah kenapa setelah sekian lama tidak memimpikan mimpi itu muncul lagi dalam memori yang ingin Ia hapus beberapa bulan kedepan. Krys segera bangun dari tidurnya karena ia tahu, jika dirinya tidak akan bisa tidur lagi. Maka Ia, memakai jaket olahraganya dan memutuskan untuk berlari di sekitar rumahnya. 

Lily Of The ValleyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang