4. Neomu Lonely

15 9 19
                                    

Akhirnya, Dea menemukan seseorang yang ia kenal, tapi Dea sedikit heran kenapa teman kelas kuliahnya itu memakai seragam karyawan KFC. Dea spontan berdiri di hadapan Brili.

"Lo kerja di sini?" tanya Dea, penasaran.

"Padahal dia udah kerja jadi tukang anter paket." batin Dea.

"Iya, kenapa emangnya?!"

Seperti biasanya, laki-laki itu selalu ketus. Bicara tidak pernah santai, wajahnya tidak pernah tersenyum. Dea jadi jengkel.

"Ih, biasa aja kali!" balas Dea sinis, melipat tangan di depan dada.

"Lo gak mau uang ini?"

"Apaan, 500 rupiah." jawab Dea, kesal.

"Yaudah."

Brili berbalik badan mau kembali tempat kerjanya, tapi Dea menahan lengannya.

"Bril, tolong gue."

Hujan sudah berhenti. Dengan wajah sedih, Dea berharap Brili mau mengantarnya pulang.

"Gue lagi berantem sama Ibu, gue kabur dari rumah, tapi gue lupa bawa uang. Gue jadi turun di sini, Bril. Tolong anter gue pulang dong, rumah gue gak jauh dari sini kok, please!"

"Kenapa harus gue?" tanya Brili pada Dea, tanpa ekspresi.

"Karena lo teman gue."

"What? Sejak kapan kita berteman?"

Dea terdiam, benar juga. Meski satu Universitas dan satu kelas, Dea dan Brili bahkan tidak pernah saling menyapa sampai semester sekarang. Mereka hanya sekedar tahu nama saja.

"Lo 'kan jarang masuk, jadi kita gak terlalu dekat gitu. Please lah tolong gue Bril." Dea terus memohon pada Brili.

"Gue heran, kenapa kebanyakan manusia datang ke gue cuma minta tolong."

"Pulang sendiri, minta jemput sama Iqbaal suami lo tuh!"

"Brili, jahat banget deh."

"Pokoknya gue gak mau pulang sendirian, gue takut. Gue tunggu ya!" pekik Dea.

"Bodoh amat." jawab Brili, kembali bekerja meninggalkan Dea.

***

Brili membuang napas, sudah larut malam. Gadis itu masih tetap menunggunya di depan KFC sampai ketiduran, dengan posisi duduk memeluk kaki dan wajah terbenam diantara kedua lututnya.

"Gak ada yang nyariin dia apa, ya?"

Brili mengetuk-ngetuk kepala Dea dengan jari telunjuknya. "Bangun, udah pagi."

Dea memperlihatkan wajahnya yang sangat mengantuk, ngiler pula. Ia menghapus ilerannya itu dengan bajunya.

"Ew." Brili terlihat sangat jijik.

"A..ayo pulang, hoam." ucapnya masih setengah sadar, ia menguap. Berusaha berdiri dengan susah payah, matanya terasa sangat berat. Ia hampir jatuh, karena tak melihat ada batu cukup besar menghadang kakinya.

"Hati-hati." ucap Brili.

Seorang lelaki tiba-tiba turun dari mobil yang terparkir di pinggir jalan. Laki-laki itu menghampiri Dea, wajahnya panik.

"Dea." panggilnya.

"Jigo."

Sahabat Dea, lelaki yang sangat diharapkan Ibunya menjadi menantu idaman. Dea yakin, pasti Ibunya yang meminta Jigo untuk mencari Dea.

Diary Penggemar (Soniq & K-Pop)Where stories live. Discover now