3. Ketemu Iqbaal

26 14 16
                                    

Dea meremas rambutnya kasar. Hari ini perdana film Iqbaal tayang di bioskop, tapi Dea memutuskan pergi ke kampus karena uang tabungannya ternyata sudah habis.

"Aaaaaaaa." pekiknya frustasi.

"Susah ya punya idola tapi gue miskin."

"Ya Tuhan, andai gue anak orang kaya seratus turunan."

"Jangankan pergi ke bioskop untuk bertemu Iqbaal, setiap hari gue undang Iqbaal ke rumah."

"Haduh, mana nambah Lucas pula di hidup gue."

"Boro-boro beli albumnya yang jutaan, ke bioskop aja harus nabung dulu, tapi Iqbaal cuma hari ini ada di bioskop. Gimana dong?" Dea jadi sedih.

Seorang laki-laki mengintip Dea di belakang pohon. Ia tertawa kecil, gemas melihat Dea. Laki-laki itu akhirnya mendekati Dea, duduk di sampingnya.

"Ada apa, nih?"

"Jigo."

"Huwah, kebetulan banget."

Dea hampir lupa jika ia mempunyai sahabat. Jigo adalah satu-satunya sahabat yang Dea punya, persahabatan mereka berjalan sudah hampir 8 tahun. Jigo orang yang sangat mengerti Dea dan selalu mendukung kecintaan Dea terhadap Iqbaal.

"Jigo, Dea mau ke bioskop tapi gak punya uang. Uang Dea udah habis beli standee Iqbaal, Jigo bisa gak teraktir Dea kali ini aja, please." Dea memasang wajah sedih, ia memohon pada sahabatnya itu.

"Nanti uangnya Dea balikin kalau Dea udah jadi istri Iqbaal, tolonglah Jigo. Film Iqbaal tayang perdana hari ini dan Iqbaal hadir di bioskop."

Jigo tak merespon. Matanya menyipit, lubang hidungnya kembang kempis. Ini bukan pertama kali melihat Dea menderita karena tak punya uang.

"Ha, sudah biasa." ujar Jigo.

Dea mengubah posisinya bertekuk lutut di hadapan Jigo.

"Please, janji ini yang terakhir. Dea gak akan minta teraktir lagi setelah ini." Dea terus memohon pada Jigo.

"Lah, katanya tadi mau dibalikin kalau udah jadi istri Iqbaal. Sekarang minta teraktir." balas Jigo.

"Iya, maksudnya gitu. Ayolah Jigo, gak bahagia apa lihat sahabatmu ini bisa ketemu idolanya."

"Heum..." Jigo memegang dagu dengan telunjuk terangkat ke atas dan mata ke bawah kiri.

"Iya, deh."

"Ah, Jigo lo baik banget." Dea melompat-lompat kegirangan, memegang kedua tangan Jigo. Ia sangat bahagia.

"Makasih, Jigo."

Jigo mengangguk, tersenyum tipis. Ia spontan berdiri, Dea menarik lengannya dan membawanya ke arah parkiran.

"Ayo kita pergi." ajak Dea, sangat bersemangat.

"Eh, gue ada mata kuliah, loh."

"Udah, bolos aja."

***

Bagai mimpi di siang bolong, Dea masih tak menyangka melihat idola di depan mata. Matanya tak berkedip sejak kedatangan Iqbaal, jantungnya seakan berhenti berdetak. Dea seperti patung yang tak bergerak.

"Ganteng banget, suamiku."

Jigo mulai khawatir, ia takut jika sahabatnya itu terkena serangan jantung. Perlahan Jigo menyentuh bahu Dea dengan jari telunjuknya.

"Sst, Dea." panggil Jigo sedikit berbisik, karena suasana sedang hening.

Para penonton fokus memandang Iqbaal di depan sana, sebelum film ditanyangkan Iqbaal menyapa para penggemarnya lebih dahulu.

Diary Penggemar (Soniq & K-Pop)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang