#14

349 68 0
                                    


Pemberani
>> - - - - - - - - - - «» - - - - - - - - - - <<

"Sekarang kau harus melaksanakan misimu." Talisa terdiam. Petir serasa menyambarnya. Ia memang sudah tau ini akan segera terjadi, tetapi ia belum mendapatkan jawaban yang ia butuhkan dari Profesor Dumbledore.

"Siap tak siap, harus kau lakukan. Kau tahu kan apa yang akan terjadi jika tidak."

Tubuh Talisa membatu. Ia sangat paham bahwa kehidupan yang lebih buruk dari masa lalunya yang akan menyambutnya jika ia menolak sekarang. Tetapi setelah semua hal yang ia ketahui, ia bahkan tak yakin bahwa ini yang harus ia lakukan. Ia bimbang. Bahkan profesor Dumbledore belum memberitahu peran yang harus ia ambil.

Genggaman tangan Talisa mengerat. Ini hidupnya, sudah cukup ia terkurung dan diam menunggu arahan orang lain. Ia harus menentukan perannya sendiri. Untuk saat ini, lebih baik ia menyetujui perkataan profesor Quirell. Selanjutnya, mari pikirkan setelah ini.

"Saya sangat memahaminya, Profesor." Talisa menundukkan kepalanya, berharap niatnya dan kegelisahannya tak terdeteksi dari wajahnya.

"Baguslah. Malam ini, lakukan semuanya dengan benar. Jangan mempersulit pekerjaanku." Talisa menganggukkan kepalanya. "Kembalilah." Ucap Profesor Quirell sembari melangkah menjauh. Meninggalkan Talisa yang masih terpaku di posisinya.

Profesor Quirell telah menghilang dari sana, saat itulah Talisa segera beranjak. Menuju ruang kepala sekolah.

Sesampainya di depan pintu, talisa mendengar sesuatu dari dalam.

"Aku titipkan urusan sekolah ini padamu, profesor McGonagall."

"Percayakan saja padaku." Talisa memiliki firasat buruk, sehingga ia memilih langsung membuka pintu dan mendapati api berkobar di jaringan floo kantor profesor Dumbledore.

Dan sialnya, sebelum Talisa menyadari bahwa yang pergi adalah profesor Dumbledore.

"Profesor.. profesor McGonagall." Talisa datang setengah berlari menuju profesor McGonagall..

"Tenangkan dulu dirimu, Miss Clarke." Talisa mengatur nafasnya. "Bagaimana kau bisa sampai kesini?"

"Bisakah saya mengetahui kemana profesor Dumbledore pergi. Saya ingin menanyakan sesuatu pada beliau."

"Profesor Dumbledore pergi ke London, ia memiliki panggilan darurat dari kementrian." Kata profesor McGonagall sembari menaikkan kacamatanya. "Ah, tadi profesor Dumbledore menitipkan pesan untukmu jika kau mencarinya. Ia mengatakan untuk menjadi dirimu sendiri. Itu peranmu." Lanjutnya.

Itu bukan jawaban yang Talisa harapkan, tidak untuk saat ini. Kebimbangan dan keputusasaan hampir sepenuhnya menguasai Talisa. "Terimakasih, profesor. Kalau begitu saya akan kembali ke asrama saya." Ucap Talisa.

"Ya, berhati hatilah."

"Anda juga, terimakasih." Mereka berdua berpisah menuju tujuan masing masing.

Langkah yang Talisa susun untuk segala kemungkinan rasanya tak berguna. Ia merasa bodoh dan tak berdaya. Raut wajahnya seperti orang linglung. Untuk saat ini, masih ada satu orang lagi yang ia harap akan memberi titik terang untuk keraguannya.

Talisa pergi menuju ruang profesor Snape. "Profesor, apakah anda di dalam?" Ucap Talisa sembari menggedor pintu di hadapannya.

"Bukankah kau terlalu terang terangan sering kesini, Talisa?" Laku laki itu mengibaskan jubahnya saat membuka pintu. Dengan wajah yang dingin tentunya.

"Bisakah saya masuk? Saya tak punya banyak waktu." Setelahnya, Profesor Snape membukakan jalan, mengawasi keadaan luar, dan menutup pintunya.

"Itu semua akan terjadi hari ini." Ucap Talisa tanpa basa basi. "Aku menyakinkan diriku untuk berada di sisi profesor Dumbledore, tapi aku tak berani mengambil langkah. Ini terlalu berat untukku, aku hanya anak sebelas tahun yang masih bisa ketakutan." Talisa mulai histeris.

Fatum - Harry Potter FanfictWhere stories live. Discover now