Saat sampai di gerbang sekolah, Jihan menahan pergerakan Sera yang terus berjalan di trotoar jalan hendak ke halte bus. "Sera, kau pulanglah sendiri. Aku hari ini diantar."

Gadis Park itu nampak terkejut, "Sudah baikan dengannya? Kau bilang ada masalah waktu itu."

Jihan mengangguk, ia mengaku pada Sera soal hubungannya dengan Jungkook sedang ada masalah yang mengharuskannya untuk menjaga jarak dari pria itu. Tak ia ceritakan secara mendetail, sebab Jihan belum siap menerima masukan dari seseorang yang mungkin bisa membuatnya jadi banyak pikiran.

"Baguslah kalau sudah berbaikan." Sera menyikut lengan Jihan, alisnya nampak naik turun, "Nanti tolong ceritakan itu ... apa ... hehe,"

Jihan memandang temannya dengan sorot mata bingung. Tingkah Sera agak aneh, Jihan paham sekali maksud dari tatapan mesum itu. "Tidak mau, lagipula kau juga pernah begitu, 'kan. Kenapa bertanya padaku."

"Berbeda Jihan, ini Jeon Ssaem." Sera mengecil volume suaranya, "Dia guru olahraga, kuat dan berotot. Aku tak bisa membayangkan kau yang kerempeng ini digarap tiap hari."

Jihan mencubit refleks perut Sera, "Apa, sih!? Tidak sampai tiap hari juga, bahasamu terlalu melebih-lebihkan."

"Terus berapa kali?" Sera masih betah menggoda Jihan. Temannya itu langsung melengos begitu saja, menggerakkan tungkainya berlawanan arah dengan Sera.

"Aku mau pulang." Jengkel mendengar guyonan Sera, sejak temannya itu tahu soal hubungan Jihan dan Jungkook bukan sekadar murid dan guru, Sera jadi tambah suka menggodanya.

Jihan meninggalkan Sera yang menggerutu di trotoar jalan. Langkahnya menyusuri jalanan kosong yang sering ia lalui untuk bertemu dengan Jungkook diam-diam. Tapi ia bukan bertemu dengan pria itu, alasannya tadi pada Sera hanya bualan.

Perempuan itu pergi ke apotek agak jauh dengan keberadaan sekolah. Sejujurnya akan lebih baik ia ke sini ketika tidak mengenakan seragam sekolah, tapi jarak kosnya dengan apotek menurut Jihan jauh lagipula biar sekalian. Jihan juga malas berjalan jauh-jauh lagi.

Meminta bantuan kekasihnya juga tak mungkin, karena yang ia butuhkan saat ini bukanlah obat. Jihan memantau keadaan di dalam apotek yang sepi akan orang, seorang apoteker menyambut kedatangan Jihan dan menanyakan apa yang Jihan butuhkan.

Perempuan Kim itu mengulum bibir takut, ada dua apoteker menatapnya tapi salah satu kelihatan tidak ramah.

"Ada test pack?"

Kedua apoteker itu sempat terkejut, curiga juga melihat Jihan agak gugup berkata. Salah satu apoteker langsung mencari keinginan Jihan, sedangkan yang satu lagi terus melihat dengan tatapan mengintimidasi. Jihan benar-benar takut ditatap seperti itu, memang salahnya juga yang ke sini mencari test pack masih mengenakan seragam.

"Ingin berapa?"

"S-satu saja."

Apoteker membawa benda yang Jihan butuhkan, "Gunakan saat buang air kecil pertama di pagi hari untuk hasil yang lebih akurat."

Mendengar tuturan itu Jihan terdiam di tempat, bingung harus menjawab apa. Mungkin apoteker ini berpikir yang memerlukan benda sensitif seperti ini adalah dirinya, memang tidak salah. Hanya saja, Jihan bingung kenapa mereka tahu yang butuh test pack adalah Jihan? Well, ekspresi ketakutan Jihan sudah menjawab semuanya.

Membayar test packnya, lalu Jihan menaruh benda itu dengan segera di dalam tas. Langkahnya nampak buru-buru keluar dari tempat itu, sebelum ia kembali dikejutkan dengan seseorang yang berpapasan dengannya. Jihan terkejut melihat wanita itu yang sama terkejutnya saat melihat Jihan.

Sport ✔Where stories live. Discover now