Malam Raya

60 14 0
                                    

Sudah lebih dari sepuluh menit Jangjun asyik berjoget di samping mobil pickup milik Jaehwan. Jempolnya bahkan ikut bergoyang, matanya merem, dan kakinya bergerak syahdu.

Sore itu, di lapangan, Jaehwan Sound System dan Duren Muda melakukan persiapan untuk takbir keliling nanti malam. Sementara itu, para Duren tulen sibuk menggelar karpet di halaman rumah Yuta dan menata makanan di atasnya. Nama lainnya bukber.

"Anakmu semangat banget, Pak, jogetnya," kata Yuta sambil meletakkan tumpukan piring.

"Berarti dia anak saya," balas Johnny yang ternyata sejak tadi juga ikut joget sambil menata air mineral gelas.

"Pak Jeonghan nanti malem ikut jaga di mushola mau?" Tanya Taeil.

"Loh, bocil-bocil nggak ikut takbir keliling?"

"Ada, tapi beberapa ada yang di sini. Sebenarnya saya bisa jagain sendiri, tapi yang bisa mengendalikan mereka cuma Pak Jeonghan seorang."

Jeonghan mengibaskan rambutnya, "Serahkan pada Jeonghan."

"MINGGIR! MINGGIR MINGGIR! BERI JALAN!!!"

Hoshi berteriak-teriak sampai suaranya parau. Ia susah payah mengangkat satu kotak ekstra besar berisi es buah lalu meletakkannya di tengah-tengah karpet. Setelahnya, tangannya mati rasa. Ia kembali masuk ke rumah Yuta dengan kedua tangannya gemetaran.

"Kalo berat digotong dua orang ya!" Seru Seungcheol.

"Tadi saya mau bantu bapak, tapi Pak Hoshi udah lari duluan ke depan," gumam Wonwoo ketika Hoshi melewatinya.

Tapi sepertinya kesadaran Hoshi telah hilang. Terbukti dari dirinya yang berjalan melewati Wonwoo tanpa mengatakan sepatah kata pun. Matanya kosong, rahangnya tampak seperti siap jatuh kapan saja.

"AYO ANAK-ANAK SINI SEMUA! PAK TAEIL BERANGKAT KE MUSHOLA TUH!"

"OKE PAK BENTAR!" Jawab Mingyu, ia berjalan menghampiri Jaehwan, "gimana? Nggak ada masalah kan?"

"Nggak ada sih. Tapi mikrofonnya sedang dalam keadaan terancam."

Mingyu mengerutkan dahinya. Ia baru paham ketika melihat ke arah yang ditunjuk Jaehwan. Di sana ada Haechan dan Renjun yang tengah berebut mikrofon. Renjun menarik kabelnya, sedangkan Haechan memegang erat bagian micnya.

Mingyu mendengus kesal. Ia menyenggol lengan Jangjun kemudian berjalan menghampiri dua bocil itu.

Slap!

"Huwaaaaa!" Keduanya menangis.

Dengan cekatan Jaehwan langsung menyembunyikan mikrofon tersebut di sela-sela sound system agar tidak dibuat rebutan lagi. Sementara itu, dua saudara kembar itu berjalan ke rumah Yuta dengan menenteng bocil di ketiak masing-masing. Mingyu menenteng Renjun, sedangkan Jangjun tak henti-hentinya memukuli pantat Haechan.

Adzan berkumandang. Semua penduduk Kampung Duren akhirnya membatalkan puasa mereka untuk yang terakhir kalinya di tahun ini. Macam-macam takjil tersedia di atas karpet. Mulai yang manis-manis sampai yang asin-gurih.

"Bubu! Bubu! Nana mau es lagi."

"Es yang mana?" Tanya Taeyong. Berhubung Yuta menyiapkan dua jenis es yang berbeda.

"Yang di dalemnya ada jeli bentuk bintang! Oh, sama ada bundel-bundel putihnya. Ada mutialanya!"

Taeyong langsung mengisi ulang gelas sang anak sampai penuh padahal dirinya belum minum atau makan apapun. Hanya menyeruput sedikit dari gelas Jaemin tadi.

"Adek mau apa?" Tanya Dino pada Yunseong.

Yunseong mendongak menatap wajah di atasnya. Kini posisinya adalah ia tiduran dengan berbantalkan pangkuan sang kakak.

[3] Ramadhan'21 : Kampung Duren [✓]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu