Sisi lain Reyhan

55 5 0
                                    

Kiara meminum air dari botol yang diletakan pembantu Bagas di atas meja. Ya, gadis itu sekarang berada di rumah Reyhan. Dia masih menunggu kedatangan Bagas.

"Lo pagi banget datengnya, Ra." Reyhan turun dengan mata sayu dan merah, kentara sekali belum mandi. Kiara mengalihkan pandangannya ke arah jam dinding besar. "Udah jam 10 bego!"

Reyhan tak mengubrisnya, dengan langkah sempoyongan, dia berjalan menuju sofa dan kembali merebahkan tubuhnya.

"Eh, ya ampun. Bukannya mandi!" Wanita dengan daster sampai betis berkacak pinggang melihat kelakuan anaknya itu.

"Begini anak Tante Kia, mageran! Sampai-sampai Tante takut dia gak dapet jodoh karena males ngejar."

"Apa emang susah banget dibanguninnya Tan?"

Awi menghela napas.

"Bukan susah lagi, tapi susah banget! Kalau pagi, Tante teriak sampai satu kompleks denger." Curhat wanita itu dengan nada berapi-api.

"Pantesan Tan, saya tiap hari liat dia telat," kata Kiara menimpali. Kedua perempuan itu bergosip hangat, tanpa memperdulikan orang yang menjadi bahan gosip mereka tepat di depan sekarang.

"Bisa gak ngegibahnya pas aku gak ada aja? Malu-maluin." Reyhan yang mulai gerah akhirnya bersuara.

"Masih punya malu ternyata. Kalau punya, sana mandi. Badan bau terasi gitu berani nemuin tamu!"

Dengan malas, Reyhan bangkit lalu naik kembali ke kamarnya.

"Kamu tau gak, kebiasaan Reyhan yang paling bikin Tante kesal itu adalah dia kalau dibilangin getol banget. Sampai mulut Tante berbusa baru dia nurut."

Tampaknya Awi adalah ibu-ibu rumah tangga pada umumnya, yang gemar mengumbar aib anak-anak mereka.

"Oh iya, kata Reyhan kemarin kamu masuk rumah sakit ya?" tanya Awi setelah puas menghujat anak kandungnya.

"Iya Tante. Tapi udah baikan kok, cuman luka sedikit."

Awi sudah membuka mulut, tapi sebuah suara menghentikannya.

"Kiara, sudah lama datangnya?"

Kiara tersenyum.

"Lumayan Om," jawabnya.

"Maaf ya, tadi Om meeting bareng salah satu produser musik. Kami mau mencari penyanyi baru, buat ngisi soundtrack di salah satu film layar lebar." Bagas menjelaskan tanpa diminta.

"Kamu mau sekarang apa nanti?"

"Om gak capek?" Bagas baru saja tiba dan belum istirahat.

"Gak, kan meeting nya cuman duduk, gak lari-lari." Bagas berkata kemudian diikuti tawa kecil dari Kiara.

"Tante ke belakang dulu ya," pamit Awi kemudian menghilang di antara sekat dapur dan ruang tamu.

Bagas membuka pintu yang menempel di sudut ruang tamu. Kiara mengerjab takjub, ruang tempat rekaman ada di pojok ruangan. Banyak piala penghargaan dipajang di lemari kaca yang menempel di dinding.

"Ini siapa, Om?" Kiara mengamati foto seorang cewek sedang memegang gitar dan juga tersenyum ke arah kamera.

"Itu Raya, saudara kembar Reyhan." Bagas ikut berdiri memandangi foto itu.

"Fotonya diambil sehari sebelum Raya mengikuti kontes pencarian bakat yang berujung dengan tragedi itu." Mata Bagas menerawang jauh, membayangkan hal mengerikan itu kembali setelah bertahun-tahun berusaha dia lupakan.

"Tragedi apa, Om?" Kiara menutup mulutnya yang mempunyai refleks terlalu bagus. Harusnya dia tidak perlu kepo, cukup iyakan saja. Apalagi setelah melihat wajah murung Bagas, hal itu makin membuatnya merasa bersalah.

Winner (End✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang