Rencana 6 :: Hari Melow

49 6 1
                                    

"Ide lo nggak manjur banget," komentar Nasya begitu masuk kamarnya yang bernuansa putih. Dia menutup pintu, lalu menyusul sahabatnya yang sudah hampir sampai ranjang.

"Lah! Kok gue yang disalahin, sih?" Tere tidak terima.

Sembari berjalan mendekat, Nasya menjawab, "Iya itu buktinya Oma jadi diem dari habis kita naik gondola. Ditanya juga jawab seperlunya. Mana mukanya jadi asem banget begitu. Fix, mood Oma lagi jelek."

Tere merebahkan badan sementara Nasya mengambil posisi telungkup dengan bantalan guling di sisi kanannya. Dia lantas menoleh dan bertanya, "Sya, tapi tadi pas dari kita berangkat, Oma semangat banget, kan?"

Nasya memutar kepala ke arah gadis dengan setitik tahi lalat di pipi kanannya itu. Mengingat jelas gambaran bagaimana Meutia tadi, dia mengangguk.

"Terus Oma juga sempat semangat banget tadi, kan? Malah Oma sibuk foto pakai gaya macam-macam."

Sekali lagi Nasya mengangguk. Sedetik kemudian, dia merasa ada yang tidak beres. Dia sadar suasana hati omanya berubah sejak mereka turun dari gondola. Tere sempat mengajak mereka untuk foto di kapal missisipi, tetapi Meutia menolak dengan lesu. Lebih parah lagi, omanya justru mengajak mereka keluar dan menuju ke floating market yang menyediakan puluhan menu makanan nusantara, Pasar Ah Poong. Itu pun mereka benar-benar hanya makan, lalu pulang begitu selesai.

Tubuhnya bergerak dengan cepat untuk duduk. "Re, gimana kalau kita ke kamar Oma sekarang?" usulnya yang disambut positif oleh Tere.

"Habis dari kamar Oma, maraton drakor lagi, ya?"

Nasya mengiakan dengan cepat, lalu mereka keluar kamar.

Dalam langkah menuju lantai satu di mana kamar Meutia berada, hati Nasya bertanya ada gerangan apa yang terjadi hingga omanya jadi murung lagi. Mereka belok kanan setelah menuruni tangga.

"Sya, Mas Ganteng ke mana?"

Nasya langsung menarik salah satu rambut kepang lipat bertali putih Tere. "Mikirin cowok mulu lo!"

Tere mencebik. Perlu diluruskan jika dirinya sebatas nge-fans dengan Dava Januar bin Faisal Hendarto kakaknya Nasya Kumari. Yang membuatnya tertarik adalah lesung pipi dan senyum di bibir tipis Dava. Orang normal pasti akan dugun-dugun[1] kalau melihatnya.

Saat mereka akan mengetuk pintu, terdengar langkah kaki laki-laki yang Tere tanyakan dari arah dapur. Di tangan kanan Dava terdapat cangkir yang mengepulkan asap dari seduhan kopi. Kaus berwarna biru dongker di bagian badan dan merah di bagian lengan panjang membungkus tubuh berisi Dava dengan sempurna. Dipadu dengan celana pendek dan sandal jepit produk Indonesia yang juag dieskpor membuat penampilannya santai dan charming.

Melihat Tere yang seperti korban hipnotis, Nasya berniat baik untuk menyadarkannya. Dia menoyor kepala Tere. "Mata," bisiknya dengan suara yang ditekan.

"Oma ada di dapur." Tanpa basa-basi, Dava memberi tahu. Sepersekian detik kemudian, matanya menangkap orang yang bukan penghuni rumah ini. Sambil melambaikan tangan bebasnya, dia menyapa, "Oh, hai, Tere?"

Tere nyaris kelojotan hanya dengan diajak interaksi seperti itu. Dengan mempertahankan gelagat stay cool, dia membalas, "Halo, Mas?"

Nasya maju beberapa langkah ke arah Dava. "Mas Dava genit!" ejeknya sebelum meneruskan jalan ke arah dapur.

Sebelum kehilangan sasaran terlalu jauh, Dava balik badan dan tangan panjangnya terjulur ke arah kepala Nasya. Dia mendaratkan satu jitakan dan itu membuat adiknya mengaduh. Tanpa rasa bersalah, Dava kembali menghadap Tere dan berkata, "Maklumin Nasya, ya?"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 09, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Oh, My Grandma!Where stories live. Discover now