"Kok sedih sih? Aku kecepetan ya ngejelasinnya? " Tirta menanyaiku.

Aku menggeleng pelan "Harusnya kamu yang jadi kapten basket, permainan basket ku masih kaleng-kaleng belum sesempurna kamu"

"Lirbayu bisa kok, jaga amanah buat ngebantuin Fero aja bisa. Masa jaga amanah buat jadi kapten basket gak sanggup sih? "

"Oke, aku bisa" Ucapku meyakinkan diri sendiri, aku mengambil bola dari tangan Tirta dan mempraktekkan yang sudah dicontohkan Tirta.

Shoot! Dan shit bolanya gak masuk, menyentuh papan ring dan memantul berbalik ke arahku.

Aku kembali mengambil ancang ancang dan Shoot! Ternyata masih belum bisa masuk ke dalam ring.

Aku menoleh ke arah Tirta dan melihatnya tersenyum dan memberi motivasi agar aku melakukannya sekali lagi, aku menarik napas dalam merasakan tekstur bola basket yang ada di tangan lalu menutup mata setelah mendorong bola ke atas ring.

Tepuk tangan dari belakang tubuhku dan semakin mendekat membuatku membuka mata dan menyaksikan Tirta yang tersenyum senang. "Bolanya masuk tuh" Ucap Tirta dan menghentikan bola yang masih memantul.

"Serius? Akhirnya" Aku mengangkat tangan dengan girang dan mengajak Tirta tos dengan kedua tanganku.

"Loh kok masih disini? Kalian nggak mau istirahat ya" Tukas pak Dedi yang  kebetulan lewat lapangan.

"Mau kok pak, mau banget"

Aku ingin menggandeng tangan Tirta sesaat sebelum ponselnya berdering, sampai akhirnya Tirta memasukkan tangannya ke saku celana dan mengangkat ponselnya. Setelah itu kutarik kembali tanganku dan berjalan meninggalkan Tirta yang sedang berbicara dengan seseorang melalui ponselnya, terkadang aku juga masih ingin bertanya seperti apa Tirta yang sebenarnya dan sebelum dia berubah menjadi kece dan keren.

"Ya halo ma" Ucap Tirta seraya mengangkat ponselnya.

"Gimana keadaan kamu sayang? Masih sering insomnia?"

"Aman kok ma, selama aku di dekat orang yang aku suka pasti aman. Cuma kadang-kadang emang suka rada kejer gitu sih....... "

Panggilan Tirta terputus saat seseorang dengan sengaja menyambar ponsel Tirta dengan kasar. Tirta terkesiap lalu segera membalikkan badan dan melihat siapa yang menyahut ponselnya.

"Oh jadi lo masih sakit? Ngga Ngga gak berubah ya lo, Angga yang gue kenal emang pengecut dan anak mami yang ngandelin obat penenang! "

Hembusan nafas yang keluar dengan cepat menerpa wajah tampan dan tatapan sinis yang bertemu dengan mata elang, Tirta mencengkram leher kaos yang di kenakan seseorang tersebut "Pengecut lo bilang? Terus lo apa? Pecundang gitu, oh atau bang..... sat? " Tirta sengaja memberi jeda pada kata terakhir.

"LO YANG BANGSAT! " Teriaknya penuh emosi dan balik mencengkram leher kaos Tirta dengan erat.

Bola basket melambung tinggi dan jatuh tepat di tengah-tengah dua cowok yang sedang bertengkar, dan otomatis melerai pertengkaran mereka.

"Sekarang juga ikut ke ruangan saya!" Ucap pak Dedi.

Tirta mengambil paksa ponselnya yang tadi di sita oleh orang tadi.

"Mau kalian apa sih Tirta, Fero? Ucap pak Dedi.

Yap.... Cowok yang bertengkar dengan Tirta tadi adalah Fero.

Tirta dan Fero kompak menggelengkan kepala.

" Nah apa nih geleng-geleng? Kalian kira bapak bercanda? "

"Enggak pak, Fero yang mulai tadi"

"Kok gua sih? Elu lah" Elak Fero.

"Elu!" Balas Tirta.

"ELU"

"Lu!"

"Udah, cukup cukup! Kalian berdua bapak hukum cuci piring setelah selesai makan malam nanti"

"Tapi pak, kan ada orang yang di tugasin buat itu di dapur" Protes Fero.

"Oh yauda sekalian beresin meja makan!"

"Udah pak udah, siap laksanakan" Ucap Tirta menengahi pak Dedi dan Fero.

"Oke, baik-baik ya kalian jangan berantem terus"

Tirta dan Fero keluar bersama dari ruangan pak Dedi, Tirta merangkul pundak Fero dan berjalan beriringan layaknya sohib yang yang baik. Fero yang merasa risih menurunkan tangan Tirta dari bahunya dan jalan cepat meninggalkan Tirta.





Akhirnya dapat 1000 kata juga saya.
Kangen gak? Kangen lah masa enggak!
Cuma mau ngingetin nih ada bintang yang harus di tekan satu kali 😚

Author Rk')

Sebatas Suka (SS) Where stories live. Discover now