Kalem Soleha Logic

8 2 0
                                    

Namaku Nim. Aku SMA kelas 3. Siswi biasa. Tak mencolok. Sedikit skill di menggambar. Suka olahraga lari tapi gak bisa voly karena powerku lemah.

Sedikit prestasi di ranking, kadang rank 4 kadang rank 5. Tapi kurasa itu hanya karena beruntung. Karena sejak kelas diacak dan digabungkan dengan siswa siswi lain di kelas 3 ini, aku jatuh ke rank 15 dari 32 siswa. Kelas IPA sangat membagongkan.

Parasku cenderung tak menarik. Kulitku Exo karena dibakar sinar matahari. Cantik kalau digumuli make up saja. Sayang aku gak punya make up. Punya satu bedak baby saja sudah syukur.  Karena aku miskin. Dari 1000 siswa di sini hanya aku dan 2 orang lainnya yang ke sekolah pakai sepeda.

Hujan, panas kuterjang saja. Demi sekolah.

Teman tak seberapa. Hanya si Leony gadis rank 2 bitchy yang gak bisa bergaul, Sisil, gadis rank 3 bertubuh gempal dengan rambut kepang duanya, ada si Rihea anak rank 20 yang sering terlupakan di kelas dan beberapa anak rank rendah yang kikuk atau wibu.

Kalau guru memerintahkan bikin kelompok, paling juga yang nerima aku hanya mereka saja. dan yang mau menerima mereka ya aku saja. Karena bagi yang lain, kami ini hanya sekelompok orang kudet, kumuh, ga gaul dan ga penting.

Tapi ya Aku masih dihargai sedikit karena otakku. Kalau pembagian tugas untuk mengerjakan soal-soal sulit, pasti aku ditunjuk juga oleh mereka untuk menjadi ketua kelompok. Dasar, pas butuh saja aku diakui.

Beda dengan si anak meja sebelah. Yang sangat dikagumi karena fisiknya yang jelita walau tolol.

Astaghfirullah kumerasa ngomong kasar. Eh nulis kasar...

Atau karena si satu lagi, yang walaupun mukanya kaya babu, tapi kaya raya. Ortunya sih yang kaya.

Teman-teman pada merapat ke dia. Segala dikata anaknya down to earth lah, ga sombong lah, lantaran penampilannya yang gak klimis dan gak mencerminkan anak orkay. Biasalah, kalau kata Jack ma, orang kaya itu, kentut aja masih dinilai bau kesuksesan. Pret gak tuh.

Betewe. Aku yakin banyak di luar sana yang juga punya keadaan yang serupa denganku. Jadi yah. Walau mereka gak menyukaiku karena aku gak sedap dipandangan mereka dan gak kaya dan gak jenius. Aku kalemin aja.

Karena mereka juga gak akan selamanya ada di dekatku. Suatu hari aku akan lulus dan tidak akan melihat mereka lagi. Aku akan kerja dan menemukan teman yang sefrekuensi. Saling curhat, kemana mana bareng. Dan saling support. Pasti suatu hari nanti.

Aku yakin suatu hari!! Pasti ada!! Saat aku sudah mengumpulkan uang, aku akan glow up dan menikmati diriku dan upayaku sendiri!

Aku ga butuh mereka. Mati nanti juga mereka gak akan doain aku. Atau bantu aku. Mati nanti juga sendirian. Gak akan ada dari mereka atau siapapun yang akan menemani.

Yang ku punya hanya ibu dan adik-adikku. Ayahku sudah meninggal saat aku TK. Aku masih beruntung karena memiliki Ibu yang selalu ada saat aku membutuhkannya. Saat aku sakit, ibu yang merawat. Saat aku sedih, ibu yang memasakkan masakan enak. Saat aku marah karena gerah di-bully, ibu yang menasehatiku untuk tabah.

Memang hanya orang tua saja yang bisa menerima aku tanpa pandang bulu. Tentu saja karena aku anaknya. Maka tak ada alasan untuk merasa sadboy karena aku punya ibu yang menjadi alasanku untuk tegar.

Ibu tentu akan sedih jika melihat aku sedih.
Aku tak bisa melihat ibu sedih. Aku tak kuat!

Jadi dari pada melihat beliau sedih lantaran hidupku sadboy. Mendingan aku tetap kalem dan santuy menghadapi keadaan yang merugikanku ini sampai aku menemukan keadaan yang bisa membuatku naik dan membanggakan ibu dan adik-adikku!

Sabar saja. Kalem saja. Semua akan berlalu.

"Nim! Ini aku dapat rotinya!" Rihea membuyarkan lamunanku.

"Oke thanks," aku menerima roti pesananku darinya. Aku dan Rihea menikmati jajanan kami di emperan kelas sambil memperhatikan siswa siswi random yang sedang main basket di lapangan.

Aku jadi ingat, "Leony sama sisil mana?"

"Tadi ngantri di WC,''
"Ooh,"

"Hei! Exonim!"
Urat di keningku mencuat mendengar panggilan itu. Dialah orang yang menyebarkan panggilan aneh itu di kelasku. Si Om Jin!!

"Eh ada om Jin!" Jawabku mentah.

"Gue Jimmy bukan Jin!" "Gak bisa ya bedain N sama M," sergahnya sok nyolot.

"Ga bisa bedain Nim doang dan ExoNim?!" Sarkasku ga kalah galak.

"Jelas sama dong! Lo exotis! Nama Lo Nim, ya kalau disimpulkan, jadinya ExoNim! Itu keren loh! Kok malah marah?!" Lanjut Jimmy dengan tawa diujungnya. "Atau mau gue ganti jadi itemNim? Atau Nimitem?" Gelaknya lebih keras.

"Ha-ha," ledekku mentah.

Rihea kasak kusuk di sebelahku. Sepertinya dia tak nyaman. Aku meliriknya sebentar lalu kembali melihat Jimmy. Baiklah to the point aja.

"Kau mau apa sih!"

"Seperti biasa ... Bisnis ... Sssttt baca wa aja! Jangan di sini, oke!"

"Minta tolong aja pake ajak ribut dulu! Ribet amat sih lu om!"

"Itu salam sapa loh! Siapa yg ribut?!"

"Be ce de, lu, udah Sono! Paham gue! Gangguin makan orang aja lu!"

"Okedeh Petapa ExoNim! Bye!"
Dan si Jin berlalu.

"Bisnis apa Nim?" Rihea kepo.

"Gak ada, palingan juga minta tolong ngerjain PR nya,"

"Kok kamu mau?"

"Dibayarlah. Kalau gak, mana gue mau!"

"Hooo. Enak ya jadi kamu, apa2 jadi duit,"

"Hehe, Mayan buat beli kuwota internet,"

Begitulah sekelumit daily life seorang Nim di sekolah. Jalani aja, ga usah iri sama takdir orang lain. Karena banyak lebih berat takdirnya dari kamu. Atau bahkan ada aja orang yang justru ingin jadi sepertimu!

Keep smiling!
^end

Soleh LogicDove le storie prendono vita. Scoprilo ora