Sekarang saja, jika Papa tidak ada di depanku. Mungkin aku sudah menangis sejadi-jadinya dan merutuki diriku sendiri. Aku tidak ingin menjadi beban seperti ini, rasanya menyakitkan dan benar-benar tidak berdaya.

Bukan ... bukannya aku tidak ingin hidup sederhana dengan Felix. Hanya saja, aku tidak ingin melihat Felix kehilangan banyak hal hanya untuk diriku saja.

💌💌💌

Aku duduk sendirian dengan sebuah es krim rasa strawberry di tanganku. Sejak pertemuan siang tadi dengan Papa, aku tidak berani pulang cepat dan memilih menenangkan diri dengan berjalan-jalan sambil melihat-lihat lokasi toko baru. Belum lagi pikiranku yang terus tertuju pada Felix, membuatku tambah khawatir.

Ponselku berdering, ternyata Felix yang menelponku. Aku menarik napas dalam-dalam dan membuangnya secara perlahan. Aku tidak ingin Felix khawatir dan justru tidak fokus dengan pekerjaannya.

"Hallo," sapaku dengan suara yang aku buat seceria mungkin. "Kamu masih di kantor?" tanyaku langsung.

"Ya ... sepertinya harus lembur lagi," sahut Felix yang nada suaranya terdengar lesu.

Aku memejamkan mataku sejenak, mencoba untuk tidak mengomel atau menuntut banyak hal. Walaupun, sebenarnya aku merasa kecewa. Aku kecewa karena Felix tidak ingin berbagi bebannya denganku.

"Mau aku bawakan makan malam apa? Nanti aku antar," tawarku.

"Nasi liwet yang biasa enak kayaknya, Zem." Aku tersenyum tipis mendengar jawaban Felix.

"Ada lagi?" tanyaku memastikan.

"Ada ... jangan lupa nasi liwetnya ditambah dengan rasa cinta dari kamu, Zem." Felix berkata dengan santai. Aku sampai mengernyit heran dan bahkan menjauhkan ponselku sejenak, takut jika aku salah dengar.

"Kamu kesambet apa?"

"Aku kangen," gumamnya pelan.

Aku menarik kedua ujung bibirku. "Tunggu aku ya sayang," kataku mengakhiri panggilan kami.

Setelah memutus panggilan, aku menghabiskan es krim yang sudah meleleh sebagian. "Let's Go!" seruku semangat bangun dari tempat duduk dan berjalan mencari taksi untuk lepas landas ke restoran kesukaan Felix.

💌💌💌

Felix duduk di depanku, dia melahap nasi liwet yang aku bawakan. Tadinya aku ingin bertanya pada Felix soal apa yang diceritakan Papa tadi siang. Tapi, melihat betapa kusutnya Felix saat ini aku membatalkan niatku. Aku tidak tega jika harus menambah beban pikiran Felix.

"Aaaa!" perintah Felix yang mengarahkan tangannya ke arah bibirku. Aku tersenyum geli karena Felix yang ingin menyuapiku langsung, padahal dia makan pakai tangan.

Tentu saja aku menerima sodoran suapan Felix tersebut. Ya! Aku disuapi Felix dengan tangannya dan ujung-ujungnya kami tertawa bersama. Bisa tebak apa yang aku lakukan selanjutnya? Aku mengganggu Felix makan dengan sesekali meminta disuapi.

"Bagaimana persiapan rapat besok?" tanyaku saat Felix menghabiskan makan malamnya.

Aku membantu Felix membersihkan tangannya, mencuci tangan dengan air mineral yang aku bawa. Felix diam saja saat aku membasuh tangannya dengan tampungan kotak bekas nasi liwet tadi.

"Kalau besok aku tidak bisa mencapai suara terbanyak bagaimana?" Felix justru bertanya balik padaku.

Aku menatap Felix sekilas, kemudian mencari tisu basah yang ada di dalam tasku. Mengeluarkannya dan mengelap tangan Felix dengan lembut.

"Maksudku, kamu nggak masalah hidup sederhana sama aku?" tanya Felix lagi.

Aku memiringkan sedikit kepalaku agar bisa melihat Felix dengan jelas. "Memangnya kamu akan jadi pengangguran? Enggakkan? Kamu masih tetap dengan So Tasty, masih sama seperti sekarang," jawabku yang diakhiri dengan senyuman.

Tangan Felix yang tadinya pasrah saja aku bersihkan, kini mulai memegang kendali. Dia menghentikan tanganku yang memainkan tisu basah di tangannya. Felix menggenggam tangku, tatapan mata kami bertemu.

"Terima kasih," tuturnya.

"Seharusnya aku yang berkata seperti itu..." Felix mengernyitkan dahinya mendengar ucapanku. "Terima kasih karena sudah mau berkorban untukku," kataku dengan sorot mata yang sungguh-sungguh.

Sepertinya Felix tidak begitu paham dengan perkataanku. Dia terlihat bingung dengan ucapan terima kasih yang mendadak aku lontarkan. Tiba-tiba mata Felix melebar saat aku menganggukkan kepalaku pelan.

"Jangan marah dengan Papa," kataku mencegah Felix yang sepertinya akan mengucapkan sesuatu. "Seharusnya kamu cerita sama aku, Fel. Aku ini istri kamu, kita harusnya berbagi dalam susah. Kamu punya masalah bisa cerita sama aku. Kali ini aku maafkan, tapi kalau aku tahu kamu mengulangi hal ini lagi, aku bakalan pergi dari kamu," ancamku.

Felix menangkup kedua tanganku di dalam tangannya yang besar dan hangat. "Aku janji!" ucapnya. Kemudian, aku mendekat pada Felix dan memberikan kecupan singkat padanya. Malam ini, aku menemani Felix yang lembur di kantor.

💌💌💌

Hallow!
Pada kangen nggak sama aku?
Lama ya aku nggak muncul, biasanya aku hampir tiap hari update.
Sepi nggak? Merasa ada yang hilang nggak?

Maaf ya, aku kemarin ada beberapa problem yang harus diselesaikan. Tapi sekarang udah beres kok. Jadi .... Aku bakal rajin update lagi loh!

 Aku bakal rajin update lagi loh!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Rumah Mantan (Selesai)Where stories live. Discover now