what kind of future

satu, tidak mungkin

soonyoung memasuki sebuah coffee shop dengan langkah lunglai. ia lelah sekali. setelah menyelesaikan urusan yang hari ini harus diselesaikan bersama rekan kerjanya, soonyoung pamit undur diri untuk sekadar meminum ice americano.

tadi pagi, waktu pemakaman mama jihoon dilaksanakan. seharusnya yang dilakukannya adalah terus menemani jihoon, bukannya malah pergi ke luar kota dan ikut pusing mengurusi masalah yang sebenarnya bukan urusan dia.

seperti jihoon yang bekerja menghasilkan musik, maka soonyoung pun sama. bedanya, yang dihasilkan soonyoung adalah tarian, bukan musik.

sedangkan urusan yang hari ini ia kejar-kejar sampai ke luar kota adalah, mengurus tempat di mana akademi menarinya akan membuat cabang baru. jelas-jelas itu bukan pekerjaan soonyoung, namun atasannya berkata bahwa sesekali ikut bukanlah masalah.

tentu masalah apabila dilakukan di saat yang tidak tepat seperti ini, dengkus soonyoung kesal.

jihoon itu, tidak bisa dibiarkan sendirian. terlebih di saat-saat seperti ini. mungkin mulutnya berkata; tidak apa, tetapi soonyoung lebih dari tahu bahwa sahabatnya merasa sendirian.

harus ada soonyoung, sahabat yang kini hanya jihoon punya, agar jihoon tahu bahwa ia tak sendirian dan tak merasa kesepian.

kita sama-sama tahu bahwa rasa kesepian itu dapat membunuh siapapun dari dalam.

"mau pesan apa, kak?"

soonyoung mengangkat kepalanya ketika merasa familier dengan suara yang tadi berkata. matanya membulat, mencoba mengingat siapa orang di depannya ini yang bertugas menjadi kasir.

"lo..., temennya kim yuri, 'kan?" yang ditanya pun ikut terkejut, lalu kini, sang kasir pun mulai mengingat siapa soonyoung itu.

"lo temennya suami yuri, ya?"

kedua alis soonyoung menukik tajam. suami?

"sorry?"

"iya, suami. emangnya lo nggak tahu kalau mereka udah menikah?"

orang ini ngomong apa, sih? batin soonyoung bingung. "jihoon sama yuri udah putus dari lama, kali."

kasir itu menggeleng keras. "sumpah, gue nggak bohong. dan nggak mungkin salah orang juga. foto lo berempat jelas-jelas dipasang di salah satu booth pernikahan mereka!"

soonyoung mulai bertanya-tanya apakah orang yang di hadapannya ini melindur atau tidak. jihoon dan yuri jelas-jelas sudah tidak ada hubungan. boro-boro menikah, sekadar mengirim pesan saja sudah tidak pernah lagi jihoon lakukan.

karena kalau benar mereka masih berhubungan, maka apa alasan jihoon bersikap menyedihkan sampai sekarang?

"gue kayaknya punya foto pernikahannya, deh. bentar, ya." kasir itu buru-buru memerintahkan salah satu rekannya untuk menggantikan tugas sebagai kasir.

(yang dapat soonyoung simpulkan bahwa ternyata ia-lah pemilik coffee shop ini)

"nih," ia menunjukkan ponselnya dengan layar yang begitu cerah. berhasil membuat soonyoung menyipitkan matanya walau tetap dapat melihatnya dengan baik.

"itu—"

jantung soonyoung terasa jatuh dari tempatnya berada. mulutnya terbuka, menatap layar ponsel sang kasir dengan tak percaya. itu...,

"—bener, 'kan? udah gue bilang, gue nggak mungkin salah. kok lo bisa-bisanya nggak tahu kalau sahabat lo udah nikah? mana di luar negeri lagi. mewah banget sampe gue iri."

perkataan orang di hadapannya tak dapat soonyoung dengar. ia fokus menatap foto yang menampilkan dua insan yang sedang berbahagia. soonyoung dengan mudah mengenali perempuannya, itu jelas kim yuri.

akan tetapi pengantin lelakinya....

soonyoung tidak dapat mempercayai pemandangannya. ia benar-benar berharap bahwa apa yang ia lihat itu salah.

itu tidak mungkin.

yang berdiri di samping kim yuri dengan jas putih itu, tidak mungkin.

tidak mungkin seorang moon junhui yang berada di sampingnya.