10. Pertanyaan Ke 10

Start from the beginning
                                    

"Kakinya turunin Dek! Itu sama aja kayak doain Mama cepet pergi!" tanpa ketukan Ilyana masuk ke dalam kamar anak gadisnya.

Rania yang malas menanggapi hanya kembali menelentang, tak ingin berdebat banyak. "Mama ngapain ke kamar Nia? Bukannya masak. Jajan mulu nih Mama!"

Protesan tadi berhadiah pukulan dengan bantal oleh sang ibu. Ilyana naiki ranjang putrinya, ikut berbaring di samping Rania meski dengan posisi tengkurap. "Suami Mama gak pernah protes tuh kalau Mama jajan. Makanya nanti cari suami yang gak banyak ngatur kalau perempuan harus selalu masak. Kalah sama Papa yang santai."

Rania bersingut mendekati punggung Ilyana untuk di jadikan alas tidur.

"Adek berat Dek!"

"Nia kan kurus kecil mungil, Mama! Gak tau ini gen siapa kenapa Nia sendiri yang pendek!" dia serukan keluhan hidupnya semenjak bayi. Jika dipikirkan lagi, perkataannya benar. "Ma," sambungnya dengan panggilan.

"Apa?" sepenuhnya Ilayana merebahkan diri di atas ranjang.

"Kalau suami Nia kayak Mas Juan gimana? Mama tahukan Mas Juan yang mana?"

Kepalanya menyamping, menatap tubuh sang anak yang terbaring berlawanan arah. "Arjuan yang dokter itukan? Tahulah Mama. Lagian kalau mau kayak Juan, kenapa gak Juannya sekalian. Kenapa yang kayak Juan."

Rania ikut menyamping, kini anak dan ibu itu saling bertatapan. "Nah itu Ma! Kenapa Nia hari ini ngungsi ke rumah Tangerang karena itu. Mas Juan masa' mau sama Nia."

Detik berlalu, Ilyana masih tak memberi tanggapan. Menit berselang, keduanya masih saling tatap. Berikutnya kepala Rania terhempas karena Ilyana yang bangun seketika. "Bang! Bang! Papa Laiv!" dia berseru keras memanggil sang suami.

Langkah kaki yang dipacu berlari seketika memenuhi bagian luar kamar. Pintu terbuka cukup kasar hingga terhempas dinding. "APA? KENAPA?" pria paruh baya itu masih dengan celana bertanah saat menapaki lantai rumah. "Kenapa?!" kali ini ia masuk ke dalam karena taka da jawab.

"Gak Pa!" seru Nia yang turun dari ranjang ingin kembali menarik sang ayah keluar.

"Adek! Mama mau ngomong sama Papanya malah disuruh pergi," Ilyana lebih dulu menahan suaminya untuk tetap di sana.

"Kenapa? Kenapa?" tanya Aldeb ditengah rasa penasaran yang memumcak.

"Abang tahu teman Bang Laiv yang namanya Juan, 'kan? Sering juga main ke sini, yang dokter." Lengkap sudah Ilyana sebutkan identitas Juan.

Aldeb mengangguk, jelas ia mengetahui salah satu teman dekat putranya itu. "Kenapa?"

"Suka tuh sama anak gadisnya," ucap Ilyana dengan ikut serta bahasa tubuh dagu yang menunjuk ke arah Rania.

Kalah cepat dari sang ibu, Rania tak memiliki senjata apapun lagi untuk perlawanan di depan ayahnya. Kembali ia duduki tepian ranjang, menatap Aldeb yang berdiri dengan tatapan penuh padanya. "Papa tenang aja. Nia belum yang baper gimana-gimana kok. Selow aja. Lagian Nia gak bakalan langkahin abang."

"Arjuan yang orang Jawa itu, 'kan?" tanya terucap bersamaan dia yang mengambil tempat di tengah dua perempuan itu. Lengannya yang panjang tersampir pada pundak Rania. "Adek mau emangnya sama Arjuan?"

Ilyana yang masih merebahkan diri lebih dulu berseru. "Gimana gak mau. Orang baik, ganteng, kaya, dokter lagi. Siapa juga gak mau sama anak kayak begitu. Adek juga udah baper pasti sama Juan."

Alih-alih menyahuti dengan ucapan sang istri, tangan Aldeb melayang ke atas kepala Ilyana gemas. "Papa tuh nanya ke Adek, bukan ke Mama!"

"Sekarang Yana tanya ke Abang. Gak mau emang punya besan kayak orang tua Arjuan. Ibunya punya perusahaan furniture yang mainnya udah export import. Bapaknya mantan orang angaktan, sekarang punya restoran." Kalimat itu Ilyana tuturkan dengan begitu semangat. Seolah sudah ada hasil pasti di depan mata.

"Mama aja sana yang pacaran sama Mas Juan!" si kecil berseru kesal.

"Kalau Juan mau sama Mama juga Mama mau sama dia!" itulah jawaban dari wanita paruh baya tersebut.

"Tuh Pak, istrinya punya pikiran buat nyari brondong!"

"Udah udah!" Aldeb berusaha menjadi penengah. "Ini tuh gimana dulu maksudnya. Juan itu mau ngelamar Adek atau masih ngajakin pacaran?"

"Bilangnya sih mau kenal lebih dulu tapi tetep bakalan dinikahin nanti. Nia gak tahu itu maksudnya ngelamar atau ngajakin pacaran doang." Satu penjelasan yang tak sempat Ilyana dengar kini terucap.

"Dek, Ibunya Juan tahu belum tentang ini?"

Tanya dari sang ibu berbalas gelengan dari Rania. "Tapi minggu depan katanya Mas Juan mau ngajakin Nia ketemu sama Ibunya."

Dia melompat menuruni ranjang putrinya dengan begitu semangat. "Mama tanyain aja ya ke Mba Anata."

"MAMA!" pekik Rania yang jelas dihiraukan dan pergi melenggang keluar dari kamar.

"Eh jawab dulu kalau Papa nanya!" seru Aldeb yang membuat Rania semakin merengut. "Jadi awal ceritanya itu gimana. Kenapa Juan bisa nembak Adek?"

"Ya gak tahu Pa. Tiba-tiba aja lusa kemarin dia ngomong gitu. Terus semalam dia dateng lagi ke rumah dan ngomong sama abang. Dan abang gak cerita apa-apa ke Nia."

"Adek nio ndak samo Juan tuh (Adek mau gak sama Juan)?" berganti bahasa Aldeb bertanya. "Hebat pulo anak Papa nih. Ndak pernah ngenalin cowok, sekalinya ngenalin langsung nak dilamar."

Rania jelas menganggap itu sebagai pujian. Lihatlah alisnya yang naik-turun menandakan kebanggaan. "Yang pasti-pasti baelah!"

"Jadi nio ndak oi anak gadis Papa?"

"Ndak tau!" ia turun dari ranjang. "Mau nguping Mama ngomong apa aja."

"Cubolah kau tuh cerito samo Papa, Dek! Mama terus!"

.

.

2021, STUDIO HI! JUANIA

"Berarti yang cerita Tante Anata kemarin itu setelah kejadian ini ya Tan? Berarti juga Tante Anata udah tahu dong Tan kalau Kak Juan sama Kak Nia ada apa-apanya?"

Bahasa tubuh Ilyana semakin terlihat karena terlampau bersemangat. "Tahu! Tapi ya Tante juga coba pelan-pelan dulu ngomongnya. Kan yang suka anaknya dia ke anaknya Tante. Belum tahu juga itu gimana kedepannya walaupun yakin pasti jadi. Jaim­lah kalau bahasa kitanya."

"Jangan terlalu dilihatin banget ya, Tan. Kalau Om gimana pas tahu ada cowok yang langsung nge-gas Kak Nia?"

"Nge-gas gimana maksudnya?"

"Langsung ngajak serius gitu Om. Kaget atau gimana? Secara tadi Om cerita kalau Kak Nia juga gak pernah ngenalin cowok ke Om Tante."

Pernyataan itu mendapat gelengan tegas dari Ilyana. "Tante tahu kok mantannya adek."

Aldeb saat itu juga menghempas diri ke sandaran sofa. "Gitulah kalau anak-anak. Gak pernah mau cerita sama papanya. Semua mamanya, gak abang gak adek. Kecuali mau minta uang jajan tambahan, baru Papa."

"Anak emang kayak begitu!"

Oh, orangtua Rania mulai berdebat kembali.

.

.

SELESAI

Catatan Cici:

Hai! Aku baliknya udah lama banget ya. Dari tanggal 3 dan baru up lagi tanggal sekarang. Maaf yaaa. Untuk chapter lainnya aku usahain banget ya di cicil mulai minggu ini. Gak bisa update tiap hari, tapi aku bakalan rutin. Makasih banget buat yang udah nunggu.

Mohon maaf lahir batin untuk seluruh netizen Juania. Makasih udah nanya-nanya sama studio kita.

.

.

#2105025
©Meclaulin

Hi! JuaniaWhere stories live. Discover now