0.2 Part of Life

13 6 10
                                    

Mobil diparkirkan disebuah basement. Yonhaa yang duduk disebelah kursi pengemudi hanya pasrah saja mengikuti kemanapun pria dewasa disebelahnya ini pergi. Hari sudah sangat larut, tapi lagi-lagi Yonhaa dibawa kegedung berbeda, tepatnya sekarang adalah gedung apartement, bukan seperti yang dua gedung beberapa jam yang lalu, yang merupakan gedung perusahaan.

Tadi siang setelah makan siang bersama dengan Bu kepala sekolahnya, si pria langsung mengutarakan niatnya kepada sang Ibu yang ingin mengajak Yonhaa pergi bersamanya. Oh ralat, bukan mengajak, tetapi membawa paksa gadis itu. Ya, Jimin mengatakan pada Ibunya bahwa ia ingin mengajak Yonhaa jalan-jalan, dengan alasan ingin lebih dekat lagi. Yonhaa sendiri sama sekali tidak mengerti maksud sipria yang ingin lebih dekat dengannya, hanya mengikuti insting karena sepertinya pria itu bukan orang jahat.

Jelas saja, siapa yang tidak mengenal Ryu family. Keluarga konglomerat terkaya seantero Helle Bridge. Tentu saja mereka bukan keluarga sembarangan, mereka orang terpandang. Tajir melintir. Yang katanya kekayaannya tidak akan pernah habis sampai tujuh turunan. Yang katanya para Bank di Helle Bridge sampai kewalahan mengurus tabungan keluarga mereka. Hanya saja mereka jarang sekali muncul dipublik, hanya sesekali. Ya, kecuali anak pertama dan keenam keluarga itu yang memang menyandang status sebagai aktor terkenal, yang tentu saja lebih dikenal khalayak publik. Bahkan semua orang dibuat takjub oleh kabar jika anak bungsu keluarga itu yang baru lulus SMA tahun ini sudah menjadi pengusaha kopi yang produknya mulai diekspor keluar negeri.

Hebat sekali.

Itulah yang membuat Yonhaa gugup setengah mati bisa bertemu salah satunya dari mereka, bahkan pergi berdua dengannya. Karena jujur saja, selama ini dia tidak pernah tau jika kepala sekolahnya itu adalah seorang Ibu dari keluarga yang disegani tersebut, karena memang Bu Sina itu sangat menjaga privasinya. Mungkin bukan hanya Yonhaa tapi seluruh murid di sekolahnya tidak ada yang tau status aslinya sang kepala sekolah. Selain dirinya hari ini.

"Hmm, Maaf aku melupakan jam makan malam. Apa kau lapar?" Tanya pria berkulit seputih susu itu pada gadis yang tengah melepas set beltnya.

Yonhaa menoleh. "Aku sangat lapar" Lirihnya.

"Oh maafkan aku, kau ingin makan apa? Biar kupesankan delivery karena dirumahku mungkin hanya ada ramyun." Pria itu merogoh ponselnya dikantung jas hitam mahalnya.

"Tidak apa-apa paman. Aku bisa makan ramyun saja."

Pergerakan Jimin berhenti ketika mendengar ucapan Yonhaa.

"Ramyun ya?" Gumamnya seraya perlahan senyuman miring terangkat bersamaan dengan kepalanya yang menoleh, menatap gadis SMA lugu itu disampingnya. "Baiklah, aku juga ingin.. Makan ramyun." Ujarnya seraya menekankan dua kata terakhir kalimatnya.

Oh siapapun tolong beritahu Yonhaa, jika ia telah mengundang hal yang akan disesalinya kemudian.

***


Pintu itu terbuka ketika Jimin menempelkan jempolnya pada alat pendeteksi otomatis itu. Sedari tadi Yonhaa tidak berhenti mengagumi Jimin. Dari mulai saat ia masih diparkiran, karena melihat banyaknya mobil-mobil mewah yang terparkir disana. Lalu saat memasuki lift, Yonhaa agak bingung ketika Jimin bukan menekan angka, melainkan menempelkan sebuah kartu hitam yang kemudian membawa mereka kelantai paling atas. Bahkan Yonhaa merasa jika ia berada dilift selama satu menit lebih sedikit, itu artinya jarak dari basement kelantai tempat Jimin tinggal lumayan jauh. Tinggi sekali rasanya.

Dan sekarang mereka sudah berada didalam rumah Jimin. Tadi Jimin sempat bilang rumahnya ini terletak dipaling atas gedung ini, yang orang-orang menyebutnya penthouse. "Kau duduk saja disana.." Jimin menunjuk meja makan diruangan dekat dapur. "Biar aku yang memasak ramyunnya." Lanjutnya.

MY AMPHETAMINEWhere stories live. Discover now