11

33 7 2
                                    

Selamat membaca ...

"A—ah pelan!" seru Jaehan lagi dan lagi. Saat ini pemuda yang baru saja dibuat babak belur oleh salah satu sahabatnya dan tengah diobati pula oleh sahabatnya yang lain.

Rengekan manja yang dibuat oleh Jaehan, dimanfaatkan Haidar untuk menekan lebih kuat kapas beroleskan cairan steril pada luka yang ada di beberapa bagian wajah tampan pemuda itu. Tentunya membuat sang empu meninggikan suara rintihannya.

"A—AHHH, pelan-pelan goblok!"

Mendengar itu Haidar berdecak sebal. "Gue juga bilang apa," ujar Haidar memulai sesi ceramahnya.

"Jangan cari masalah sama si preman itu," lanjut Haidar dengan kata 'preman' yang merujuk pada Noah.

"Lo tau sendiri 'kan ototnya si Noah kaya gimana? Untung Gue tahan, Kalo enggak mungkin Lo enggak berakhir di UKS tapi UGD."

Mendenger itu Jaehan membuang wajah dengan masam. Sangat menyetujui apa yang sedang sahabatnya katakan, namun tentunya Jaehan sendiri sangat tidak ingin mengindahkan hal itu.

"Tapi Dar," sergah Jaehan dengan pelan yang terdengar hampir seperti rintihan.

Sukses membuat Haidar menurunkan emosinya yang tengah berada pada level tertinggi. Terbukti dengan pemuda itu yang kini berubah memfokuskan diri pada sang sahabat yang tengah kesakitan dengan mimik wajah yang serius.

"Tapi apa?"

Awalnya Jaehan ragu. Tetapi jika saat ini tidak mengatakannya, dirinya tidak yakin akan menemukan kebenaran dari semua permasalahan yang ada di dalam kepalanya.

"Gab ..., Gaby, pacar Gue kan?"

Jaehan bertanya dengan gagap. Pemuda itu sendiri tengah terintimidasi oleh tatapan serisu dari Haidar. Sehumoris apapun pemuda itu, Haidar tetaplah pemuda yang memiliki batas emosi tertentu untuk dirinya diluapkan kapanpun itu.

"Lo tau dari mana?" Haidar balas bertanya.

"Mami," jelas Jaehan.

Mendengar itu Haidar menghela napas panjang. Pemuda itu sama sekali tidak tahu harus memulai menjelaskan satu per satu kejadian dan kebenaran dari mana. Namun, ketidakrelaan seorang Lina untuk melepas pacar dari anak sulungnya akan menjadi bagian tersulit untuk diungkapkan.

"Kenapa diem? Bener 'kan kalo Gaby itu pacar Gue?"

Jaehan menuntut jawaban.

Sekali lagi, helaan napas panjang dari seorang Haidar mengudara sampai ke gendang telinga.

"Iya, dia pacar Lo," akhirnya Haidar berujar. Pemuda itu kembali menatap sahabatnya dengan serius, "tapi sebelum kalian putus."

Putus

Kata itu tidak membuat Jaehan terkejut, sama sekali tidak. Namun pusing yang menusuk di seluruh bagian kepala, itu yang saat ini Jaehan rasakan.

Tiba-tiba sekelebet ingatan menghujam daya ingat Jaehan.

Di pinggir lapangan basket. Di bawah rindangnya pohon jambu. Jaehan bermandi keringat. Peluh itu mengucur dari seluruh bagian tubuh. Membuat semua pakaiannya basah dan menjiplakkan jelas otot-otot perutnya yang nyata.

Tatapan-tatapan kagum mengintimidasinya. Mulai dari teman seangkatan sampai kakak-kakak kelas yang berlalu lalang. Tak ada yang tak memandang Jaehan dengan kagum, kecuali Lee Noah.

Lelaki dengan hidung dan rahang tajam itu berjalan cepat dari arah luar lapangan. Tak jauh berbeda, tubuh Noah juga sama bermandi keringat. Namun ada satu hal yang membuat mereka berbeda.

Missing Puzzle PieceМесто, где живут истории. Откройте их для себя