20 • Pertengkaran Kecil

Start from the beginning
                                    

Tanpa sadar air mata Rania jatuh begitu saja tanpa perlu diberi aba-aba. Bukan pula mengejar Galen dan berusaha meminta maaf padanya, Rania justru kembali ke ruangannya dan menangis terisak di dalam sana.

"Hiks ... maksud aku nggak gitu, Gal," lirih Rania sambil mengintip Galen yang sudah sampai di halaman depan butiknya.

Dalam hatinya Rania sangat berharap jika Galen akan kembali ke ruangannya dan menyelesaikan masalah ini dengan baik. Namun, nyatanya tidak, dari sini dapat Rania lihat jika Galen sudah masuk ke dalam mobil. Harapan Rania agar Galen kembali ke ruangannya, rasanya sudah mustahil.

Rania kembali duduk di kursinya, menutup laptop itu dengan kuat dan mendorongnya agar sedikit menjauh. Rania menunduk dalam, menyembunyikan wajahnya di antara kedua tangannya yang ia lipat di atas meja sambil terisak. Ini adalah pertama kalinya Galen marah seperti ini kepada Rania setelah mereka menikah. Wajar saja jika Galen merasa kesal, karena Rania pun menyadari kesalahannya itu.

Tak berselang lama, Rania mendengar ada yang mengetuk pintu ruangannya. Rania menegakkan kepalanya, ia mengusap masing-masing pipinya dengan sedikit kasar. "Saya lagi nggak mau diganggu," ucap Rania dengan tegasnya.

Setelah itu, ia kembali menunduk dalam, sama seperti sebelumnya. Belum lama Rania kembali dalam posisinya yang seperti itu, ia merasa ada yang menepuk pelan bahu kirinya.

Rania menggeram kesal dan langsung menegakkan kepalanya sambil berkata, "Saya bilang nggak-"

Melihat orang yang saat ini duduk di tepi meja kerjanya, Rania langsung berdiri dan memeluknya dengan erat. "Hiks ... maaf, Gal. A-aku janji nggak akan kayak tadi lagi." Galen membalas pelukan Rania, ia mengusap punggungnya agar gadis itu merasa lebih tenang.

"Aku nggak marah, cuma aku kesal aja, Ran. Kamu lebih mementingkan pekerjaan kamu daripada aku, bahkan tadi kamu ngebentak aku," jawab Galen.

Rania melepaskan pelukannya pada Galen, ia menundukkan kepalanya, dan mengucapkan maaf berulang kali. Galen menghela napasnya pelan, diangkatnya dagu Rania agar mau menatapnya.

"Butik kamu lagi ada masalah?" tanya Galen seolah mengerti dengan permasalahan Rania hingga membuatnya marah-marah tidak jelas seperti tadi.

"Omzet butik aku yang di Semarang menurun, Gal," lirih Rania.

Galen menghela napasnya sedikit berat, pantas saja jika Rania benar-benar serius berkutik di depan laptopnya sejak pagi tadi. Ternyata ini alasannya. Galen menyuruh Rania agar kembali duduk di kursinya, lalu ia menarik kursi itu agar lebih mendekat padanya.

"Ya udah, nanti coba kamu bicarakan lagi sama manajer kamu di butik itu. Jangan-jangan, dia menggelapkan sebagian uangnya, Ran," ucap Galen seadanya, karena ia juga tidak begitu mengerti dengan hal yang seperti ini. Tahu sendiri jika Galen tidak suka dengan hal apapun itu yang berurusan dengan bisnis.

Rania menepuk pelan tangan Galen. "Ih, suudzon aja."

Galen tertawa pelan, mencium singkat bibir Rania dan beberapa kali menepuk gemas pipinya sambil berkata, "Puk puk puk, saaaaayang, Ran-ran."

Rania ikut tertawa dan kembali memeluk Galen sebagai permintaan maaf atas kesalahannya tadi. Rania sadar, sesibuk dan seperti apapun masalah pekerjaannya, tidak seharusnya Rania sampai membentak suaminya begitu. Galen melihat jam tangannya, sekitar lima belas menit lagi ia harus sudah sampai di rumah sakit. Galen bukanlah tipe orang yang suka telat dan sangat tidak mau membuat pasien-pasiennya harus menunggu hanya karena ia sibuk dengan masalah pribadinya.

"Aku harus ke rumah sakit, Ran," ucap Galen yang hanya dibalas dengan deheman pelan dari Rania.

"Nanti malam kalau di atas jam sepuluh aku belum pulang, kamu langsung tidur aja, ya," sambung Galen yang diangguki oleh Rania.

"Kalau bisa, pulangnya jangan malam-malam," cicit Rania menatap Galen dengan penuh harap.

Galen mengiyakan saja walaupun sebenarnya ia tidak menjamin akan bisa pulang cepat, karena biasanya saja sampai jam sebelas atau jam dua belas malam. Namun, mau bagaimana lagi. Memang ini sudah pekerjaan Galen.

"Aku antar sampai bawah, ya." Mendengar hal ini Galen langsung tersenyum dan dengan senang hati ia menggandeng Rania sepanjang perjalanan dari ruang kerjanya yang ada di lantai dua, hingga sampai di pintu masuk butik.

Semua pegawai Rania memperhatikannya dan Galen. Sedikit aneh dan lucu rasanya. Pria yang sejak dulu selalu keluar masuk butik ini seenaknya saja, dan ngakunya hanya sahabat bos mereka, tetapi pada akhirnya pun bersatu dalam ikatan suci pernikahan. Serasi, satu kata itu yang dulu selalu mereka ucapkan saat melihat Galen dan Rania berjalan berdampingan.

"Ya udah, sana," ucap Rania saat Galen tak kunjung melanjutkan langkahnya menuju mobil.

Galen mendekati telinga Rania dan berbisik pelan padanya, "Kiss-nya, jangan lupa, Ran."

Rania berdecak kesal, dengan cepat ia mencium pipi Galen. Namun, bukan itu yang Galen inginkan. "Ini yang aku mau," ucap Galen sesaat setelah ia mencium bibir Rania, membuat si empunya langsung mematung sambil memegang bibirnya lagi, lalu memastikan keadaan sekitarnya yang mendadak jadi hening.

Apalagi kalau bukan semua pegawai Rania benar-benar menyaksikan hal itu dengan mata kepala mereka sendiri. Rania menutup wajahnya yang memerah malu, ingin sekali rasanya ia mencubit bibir Galen yang dengan seenaknya mencium Rania di depan semua pegawai butiknya. Dari sini, dapat Rania lihat jika Galen sedang menertawakannya.

Galen bangke! Gue maluuu, jerit Rania di dalam hatinya.

Sesaat kemudian, Rania berbalik dan menatap semua pegawainya dengan tajam. "Kembali bekerja!" tegas Rania menyadarkan mereka dan langsung kembali pada pekerjaan masing-masing.

Rania pun hendak masuk ke dalam ruangannya lagi. Namun, begitu Rania melihat sebuah mobil sedan berwarna hitam baru saja berhenti tepat di halaman butiknya, sesekali ia berniat untuk menyambut pelanggannya. Sayangnya, saat melihat siapa orang yang sama-sama keluar dari dalam mobil itu, rasanya membuat dada Rania sesak. Jantung Rania berdegup lebih cepat dari sebelumnya sambil berjalan mundur dengan kepala yang menggeleng pelan.

I-itu Tante Arista sama ... d-dia. Nggak, e-enggak mungkin!

* * *

⚠ PLEASE, DON'T BE SILENT READERS! ⚠

CarapherneliaWhere stories live. Discover now