10 : Sebuah Kertas Biru Muda

602 49 0
                                    

Bel pulang sekolah sudah melayang beberapa menit lalu. Fana merapikan bukunya dengan tatapan kosong. Pikirannya masih terbayang dengan kejadian istirahat tadi.

"Fan!" panggil Opi. Tak ada balasan, Opi langsung menepuk bahu Fana pelan.

"Hah? eh, iya? Ada apa, Pi?" tanya Fana gelagapan.

"Udah bengongnya?"

"Hah? Siapa yang bengong?"

"Duh Fan, lo kenapa sih? Daritadi gue perhatiin tatapan lo tuh kosong."

"Emang ya?" Fana terkekeh.

"Iya, daritadi Fan. Gue liat tatapan lo kosong pas habis istirahat selesai. Lo kenapa sih? Riska ya?" Opi mencoba menebak.

"Riska? Apa hubungannya sama dia? Aku nggak apa-apa kok, Pi."

"Serius? Gue curiga soalnya sama dia. Nih yah tadi habis istirahat gue liat Riska kayak seneng dan ngeliatin lo terus sambil senyam-senyum sinis gitu."

Fana mengedikkan bahunya. Berusaha tidak peduli.

"Gue serius, lo nggak diapa-apain kan sama dia?" tanya Opi khawatir.

"Serius Opi! Aku sama Riska nggak ada apa-apa kok," ucap Fana sambil menggendong tas ke punggungnya. Dan tatapan Fana kembali kosong.

"Kalo nggak sama Riska berarti sama Raffi ya?" tanya Opi curiga.

Raffi.

Seketika Fana diam, pikirannya kembali mengingat kejadian istirahat tadi. 'Cewek nggak jelas'. Begitu yang diucapakan Raffi untuknya. Dan rasanya itu.... masih sakit.

"Ya kan? Pasti Raffi! Lo bengong lagi waktu gue nyebut nama Raffi!" seru Opi membuyarkan lamunan Fana.

"Ya enggaklah, apalagi sama dia nggak ada urusan kali, Pi," elak Fana.

"Masa? Lo diapain nih sama Raffi sampe lo bengong, sampe nggak perhatiin pelajaran juga. Cie cie cie...," ucap Opi sambil mencubit kedua pipi Fana.

"Duh Opi sakit!" rintih Fana seraya mencoba melepaskan tangan Opi yang jahil dari pipinya.

"Kenapa ya? Gue tuh seneng banget kalo lo galau gara-gara Raffi. Tandanya kan lo suka sama cowok dingin kayak Raffi?"

"Apa? Suka? Ngaco!" ucap Fana mengelak.

"Mengelak berarti ada kebenarannya. Ciee...," ucap Opi menyudutkan Fana.

"Nggaklah, nggak mungkin Opi aku suka sama Raffi. Dia itu-"

"Udah... kalo ngomongin Raffi jangan terus-terusan. Nanti lo beneran suka gimana? Hayoo!"

"Oh please, Opi. Aku beneran-"

"Oh ya nih, puisinya Raffi waktu kelas sepuluh." lipatan kertas berwarna biru muda diberikan Opi ke Fana.

"Kenapa kamu ngasih aku?" tanya Fana bingung dan memperhatikan kertas itu.

"Udah simpen aja, cepetan taro di kantong lo. Lo tuh harus baca puisinya Fan," ujar Opi sambil mengambil kertas biru muda yang ditangan Fana lalu ia masukkan ke dalam kantong seragam Fana.

-----

Hujan masih menyisakan aroma segar, petrichor. Keadaan langit yang masih terlihat mendung meresahkan salah satu siswi yang sedang duduk di bangku taman sekolah. Resah karena takut hujan akan kembali turun dan orang yang sedari tadi ia tunggu juga belum datang untuk menjemputnya.

Fana yang tengah duduk sendiri di bangku taman sekolah sedang resah menunggu Tere. Dilihatnya langit mendung dan dengan cepat ia mengecek jam lagi yang ada dipergelangan tangannya menunjukkan pukul setengah empat sore.

Rainy TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang