19. Ucapan Adalah Doa

7.4K 171 15
                                    

Layar monitor yang tadinya memperlihatkan garis bergelombang, kini berubah menjadi lurus dengan angka nol. Begitu juga pada kolom kedua dan ketiga pada layar itu, sehingga menyebabkan alarm berbunyi.

Seorang perawat yang sejak tadi berada di sebelah bed meraba nadi pada leher Dina dan merasa tidak ada denyutan pada bagian itu. Dia kemudian beralih pada alat sadapan yang terpasang di dada, tetapi semua terlihat normal.

Perawat itu memandang layar mesin ventilator yang terus berbunyi. Alarm di sana memberitahukan Dina tidak lagi bernapas sendiri.

"Pasien asystole!"

Perawat itu segera mengaitkan kedua tangannya sehingga bertumpuk dan meletakkan di atas dada Dina dan melakukan pijat jantung.

Tiga perawat yang mendengar itu, segera menghampiri dengan membawa obat-obatan. Dua orang bersiaga di belakang, sementara perawat tadi melakukan tindakan. Salah seorang yang lain memberi suntikan agar jantung Dina kembali memberikan respons.

Kepala ruangan yang sedang berada di ners station segera melapor ke dokter penanggung jawab mengenai kondisi Dina melalui telepon. Masing-masing melakukan tugasnya untuk menangani kegawatan yang terjadi.

Tak lama seorang pria berjas putih datang dan segera melakukan pemeriksaan pada leher pasien.

"Sudah berapa siklus?" tanya dokter sembari memeriksa mata Dina.

"Lima siklus, Dok," jawab perawat yang berkaca mata dengan napas memburu.

"Lanjutkan lagi RJP. Saya akan menghubungi keluarganya."

Dokter itu bergegas meninggalkan ruangan, sementara tiga orang perawat kembali melakukan tindakan bergantian.

Entah berapa lama petugas melakukan resusitasi. Namun, semua itu tidak memberikan respons sama sekali. Dina tetap bergeming. Layar monitor tetap menampilkan garis lurus dengan angka nol.

Dokter kembali memasuki kamar bersama keluarga Dina dan meminta perawat menghentikan tindakannya. Dia meletakkan jari pada leher gadis itu, tetapi tidak menemukan denyutan di sana.

"Anak saya gimana, Dok?" tanya ibunya Dina dengan cemas.

"Sebentar ya, Ibu. Kami sedang berusaha," jawab dokter tenang.

"Selamatkan adik saya, Dok. Berapapun biayanya akan kami bayar," ucap kakaknya tegas. Laki-laki itu berpadangan dengan ibunya dan mencoba saling menguatkan.

Dokter melanjutkan tindakan dengan menggunakan senter untuk melihat pupil mata Dina. Namun, tetap tidak ada respons cahaya yang terlihat. Dia merasa gadis itu sudah tidak ada.

"Dina ... sadar, Nak. Ini Mama." Mamanya Dina berusaha memanggil agar putrinya kembali. Sementara itu, kakaknya mengepalkan tangan karena geram.

Dokter kembali melakukan tindakan untuk meyakinkan diri. Dia meletakkan stetoskop pada dada Dina. Setelah yakin bahwa tidak ada degupan jantung yang terdengar, dia menarik napas panjang.

"Innalillahi wainna ilahi rojiun. Maaf Pak, Bu. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi Adik Dina tetap tidak bisa kami selamatkan."

***

"Kami sudah berupaya memberikan pertolongan maksimal untuk menyelamatkan Adik Dina, Pak. Hanya saja benturan di kepala cukup keras, sehingga dia tidak mampu bertahan," ucap dokter dengan pelan kepada salah satu kerabatnya.

Ibunya Dina meraung ketika pihak rumah sakit mengabarkan bahwa putrinya telah tiada. Dia bahkan sempat pingsan dan dibawa ke unit gawat darurat untuk ditangani.

Iddah: Masa Tunggu yang Ternoda [Tamat/Cetak Buku]Where stories live. Discover now