"Kasih tahu papa kamu, Ay. Jangan suka mainin perempuan," Della menatap Ayla sambil menunjuk ke arah suaminya---Bima.

"Beran_

"Mah, pah. Please, kali ini aja," lerai Ayla dengan suara yang tertahan dan mata yang berkaca-kaca.

"Papa harus keluar kota malam ini sampai minggu depan," Bima langsung saja menyeret kopornya yang sudah disiapkannya sedari tadi keluar.

"Mas, mas!" teriak Della.

"Kamu lihat Ay kelakuan papa kamu itu!" cibir Della.

"Maaf mah. Tapi, kalian sama aja," cerca Ayla yang berbalik menaikki anak tangga.

Ayla menghela napasnya kasar. Ingin sekali Ayla mengucapkan didepan kedua orangtuanya agar mereka segera bercerai. Untuk apa bertahan kalau setiap hari hanya diisi oleh perdebatan? Tak ada lagi yang namanya kehangatan. Namun, Ayla masih memikirkan Aidan. Adiknya itu masih membutuhkan sosok Ayah dan Ibu. Lantas apakah mereka masih pantas disebut seperti itu?

***

"Woii anak dugong,"

"Daripada lo dah kek gembel, jomblo pula,"

"Wah ngatain si tai. Parah Ka lo juga dikatain, kan lo juga jomblo sama kayak gue sama Tian," Juna mengompori yang langsung dilempari kuaci oleh Fano.

Arka hanya memainkan gitarnya dengan nada asal-asalan sembari memperhatikan ketiga sahabatnya yang asik adu bacotan itu. Lebih tepatnya dua sahabatnya, karena yang satunya---Tian hanya sesekali menimpali dan memilih bersandar pada tembok dibelakangnya. Arka yakin sebentar lagi Tian akan menuju ke alam mimpi.

"Makanya Jun cewek itu jangan digantungin, kasih kepastian. Modal sayang sama perhatian doang mah nggak bakal bisa bikin cewek bertahan sama kita," Fano menasihati sembari memasukkan kentang goreng ke dalam mulutnya.

"Gue lagi nyari moment yang cocok," sahut Juna membela diri.

"Halah bilang aja kalau takut ditolak sama si Dea," Fano kembali mencibir.

"Tuh Tian juga," Juna yang tak terima berusaha mencari teman yang senasib dengannya.

"Tian mah lagi diskusi sama mimpinya," Fano membalas ucapan Juna setelah melihat Tian yang sudah terlelap dengan menjadikan tembok sebagai sandarannya dan kursi didepan sebagai penumpuan kedua kakinya beristirahat.

"Walaupun orangnya mageran, gini-gini Tian juga dah punya calon," seloroh Fano kembali.

"Saha?" tanya Juna.

"Si Katya atuh anying," sahut Fano menoyor kepala Juna.

"Lagian si sempak pdkt sama cewek diem-dieman," ujar Juna.

"Yang penting mah actionnya daripada lo kebanyakan bacotan doang," balas Fano melempar sebuah penggaris ke arah Juna.

"Anak babi emang!" Juna mengumpat dan balas melempari Fano dengan tas ranselnya.

"Berisik!" Tian yang merasa terganggu akhirnya bangun dari tidurnya dan menatap kedua sahabatnya dengan tatapan kesal.

"Lagian lo kalau mau tidur jangan di ruang BEM. Noh di rumah aja," cibir Juna yang hanya dibalas tatapan sinis oleh Tian. Rasanya malas sekali berdebat dengan orang modelan Juna, berasa lagi debat sama emak-emak.

"Eh Ka dapat salam dari si Ria anak seni sama siapa tuh anak hukum kalau nggak salah namanya Cika," ujar Fano.

"Anak akutansi juga ada Ka si Lista, cantik, putih, manis beuh mantep pisan," Juna menimpali ucapan Fano.

PHOSPHENESWhere stories live. Discover now