PHOSPHENES - 2

176 39 7
                                    

"Kamu tuh mikirin kerjaan terus. Anak-anak nggak kamu urusin, udah nggak becus jadi istri, jadi ibu juga nggak bisa diandelin,"

"Sadar, mas! Kamu juga terlalu mikirin urusan kantor kamu. Selalu bisnis, bisnis dan bisnis yang ada diotak kamu. Kamu egois tahu nggak mas. Kamu selalu aja nyalahin aku, tapi kamu sendiri nggak pernah intropeksi diri kamu,"

"Aku kerja untuk kamu, anak-anak. Untuk kita semua, kamu pikir aku nggak capek apa?"

"Untuk kita? Bilang aja kalau kamu kerja untuk jalang-jalang kamu diluar sana. Jangan kamu pikir aku nggak tahu ya mas, kalau selama ini kamu selingkuh dibelakang aku kan?"

Plak

"Cukup Della! Kamu jangan asal ngomong ya, aku nggak pernah main dibelakang kamu."

"Oh ya? Terus di Bali kemarin apa hah? Kamu pikir aku bodoh? Kamu pikir aku istri yang bisa kamu bohongin, asal kamu tahu ya mas. Tanpa aku lihat sendiri, aku punya banyak orang suruhan untuk ngawasin kamu,"

"Udah mulai lancang kamu, ya!"

Brak.

Aidan yang berniat menuruni anak tangga untuk mengambil minum didapur terhenti seketika. Aidan mendengar semuanya, perdebatan yang selalu didengar hampir setiap hari. Nafas Aidan bergemuruh dan matanya mulai berkaca-kaca.

Ayla baru saja keluar dari kamar saat mendengar suara benda jatuh. Ayla mengernyitkan dahinya melihat adiknya yang berdiam dianak tangga. Ayla melangkah cepat menghampiri adiknya.

"Dan," Ayla memanggil Aidan. Namun, Aidan masih diam tak bergerak dan hanya menatap lurus ke depan.

Ayla langsung mengikuti arah pandangan Aidan. Ayla mengepalkan kedua tangannya erat, pemandangan yang memuakkan bagi Ayla.

"Ayo ke kamar!" Ayla menuntun Aidan untuk naik kembali dan membawa ke kamar Aidan.

"Kak Ay," panggil Aidan saat mereka sudah berada dikamar Aidan.

"Jangan dilihat lagi, ya!" Ayla mengusap pucuk kepala Aidan penuh sayang.

"Kenapa sih kak, kok mama sama papa berantem terus? Teman-teman Idan mama papanya nggak pernah berantem. Setiap Idan main kesana aja selalu diperhatiin sama mereka, tapi mama papa Idan sendiri nggak pernah perhatiin Idan," Aidan menatap Ayla penuh tanya. Tak lama Aidan menundukkan kepalanya.

"Tugas sekolah Idan dikerjain belum?" tanya Ayla berusaha mengalihkan pertanyaan yang dilontarkan oleh adiknya. Aidan mengangguk pelan.

"Ya udah sekarang tidur, ya! Biar besok nggak telat ke sekolahnya." Ayla menuntun Aidan untuk berbaring diatas kasur yang berdominasi dengan club sepak bola itu.

"Mama sama papa berisik, Idan nggak bisa tidur," sahut Aidan.

Ayla keluar kamar Aidan sesaat dan kembali dengan membawa earphone ditangannya.

"Pakai ini dulu," Ayla memasangkan earphone dikedua telinga Aidan dan menyalakan lagu dari handphone miliknya.

"Makasih kak," Aidan tersenyum tulus sebelum akhirnya menutup kedua matanya perlahan. Ayla ikut tersenyum dan mengusap pucuk kepala Aidan.

Ayla segera turun ke bawah setelah melihat Aidan tertidur. Ayla menuruni anak tangga dengan tatapan yang terus tertuju pada kedua orangtuanya. Mereka masih terlihat berdebat bahkan beberapa barang yang berada di rumah itu sudah terlihat berhamburan di ruang tamu itu.

"Idan lagi tidur, suara kalian ganggu. Bisa nggak berantemnya waktu kita berdua nggak ada di rumah? Aku juga pengen ngerjain laporan jadi nggak fokus," Ayla berucap dengan nada penuh penekanan.

PHOSPHENESWhere stories live. Discover now