PHOSPHENES - 1

412 46 1
                                    

Semburat cahaya masuk melalui cela jendela kaca kamar yang didominasi dengan warna ungu. Seorang gadis berlindung dibawah selimut tebalnya. Suara alarmnya yang terputar berulang kali tak dihiraukannya. Hingga terdengar ketukan pintu kamar disertai dengan suara yang ia kenali.

"Kak Ayla," sang pemilik nama akhirnya beranjak dari tempat tidurnya. Ya, Aylana yang kerap disapa Ayla oleh orang-orang disekitarnya.

Ayla membuka pintu kamarnya dan memperlihatkan seorang anak laki-laki yang sudah rapi dengan pakaian putih merahnya lengkap dengan atributnya.

"Idan udah mau berangkat?" tanya Agatha sembari mengucek matanya pelan. Anak laki-laki yang bernama lengkap Aidan Askara Mahendra itu mengangguk pelan sebagai jawaban.

"Kak Ayla kok belum mandi? Kakak nggak mau nganterin Idan?" tanya Aidan.

"Kakak mau siap-siap dulu. Idan tunggu dimeja makan, kita sarapan bareng terus berangkat ke sekolah kamu," ujar Ayla sembari memperbaiki dasi Aidan yang miring. Aidan mengangguk dan berjalan menuju lantai bawah lebih tepatnya dimeja makan.

Ayla membutuhkan waktu kurang lebih 20 menit untuk bersiap-siap. Ayla tak ingin membuat adik laki-lakinya menunggu terlalu lama. Apalagi ini adalah hari senin yang tentunya akan diadakan upacara bendera disekolah Aidan.

Ayla sudah siap dengan kemeja merah dan celana jeans hitamnya. Rambut panjangnya yang sengaja ia gerai dan tak lupa tas yang berisikan catatan kecil, laptop dan keperluannya kampusnya. Saat ini Ayla berstatus sebagai Mahasiswi disalah satu Universitas yang terletak dikota Bandung. University Citra Madya, Ayla sudah memasukki tahun ke-3 yaitu semester 6 artinya angkatan 2018.

Helaan nafas panjang terdengar seiring Ayla menuruni anak tangga. Ayla mengedarkan pandangannya ke sekeliling rumah yang megah dan besar itu. Tapi, sayangnya hanya dipenuhi oleh furniture disetiap sudut ruangannya.

"Pagi non Ayla," Ayla tersenyum tipis saat Asisten rumah tangganya menyapanya dengan senyuman ramahnya. Bi Ririn, salah satu pekerja dirumahnya yang sudah berjasa selama 10 tahun.

"Sarapan kak," Aidan memberikan roti yang sudah diolesi selai strawberry dan cokelat didalamnya.

"Makasih Idan," Ayla mengusap kepala Aidan lembut sebelum mengambil roti yang diberikan.

Ayla dan Aidan menikmati sarapan yang sudah dihidangkan dihadapan keduanya. Saat dimeja makan memang mereka selalu tenang dan berusaha tak mengeluarkan suara. Ayla pernah mengingatkan Aidan jika kita sedang makan, kita harus tenang dan fokus untuk menghargai makanan yang sedang akan kita santap.

"Mama sama Papa nggak ada lagi ya, kak?" Ayla berdehem pelan mendengar pertanyaan Aidan yang selalu ia lontarkan setiap mereka sarapan.

"Mereka sibuk. Idan cepetan habisin makanannya, nanti telat." Aidan hanya mengangguk pelan dan segera menghabisi makanannya.

Kedua orangtua mereka memang selalu sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Tak pernah punya waktu untuk mereka, bahkan saat Aidan harus menerima raportnya hanya diwakili oleh Ayla. Hal yang membuat Ayla kecewa dan miris, Ayla hanya tak tega dengan Aidan. Karena, saat itu Aidan memandang Ayla dengan mata berkaca-kaca bahkan ia pernah memergoki Aidan menangis dikamarnya. Sungguh, Ayla tak masalah jika hanya ia yang mengalami ini, tapi ia memiliki seorang adik laki-laki yang tentunya ikut merasakan. Ayla sangat menyayangi Aidan, karena baginya hanya Aidan yang bisa menjadi penyemangat dan menguatkannya.

"Yuk berangkat!" Ayla beranjak dari duduknya dan mengajak Aidan.

"Pamit dulu ya, bi. Assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam, hati-hati non, den."

Ayla menggandeng tangan Aidan dan berjalan beriringan menuju mobil merahnya Ayla. Setelah menyapa dua orang satpam dirumahnya, Ayla melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.

PHOSPHENESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang