Inge termenung sesaat. Kata demi kata yang meluncur dari mulut Dara bak mata panah yang dilesatkan berkali-kali ke ulu hatinya. Sakit. Perih. Ia memilih diam sebagai bentuk penyesalan dan perasaan bersalahnya. Apalagi sebenarnya Inge memiliki karakter yang lembut. Jauh berbeda dengan perangai kakak tirinya yang suka memerintah, pemarah, juga galak.
Alhasil, setiap kali berdebat atau bertengkar, pasti Inge yang mengalah. Walau posisinya sebagai adik, tapi terlihat jika gadis itu yang lebih dewasa dibanding kakaknya.
"Aku tahu, Kak." Inge mencoba membujuk Dara. "Makanya, aku ke sini buat memperbaiki semuanya."
"Tiap orang cuma punya satu kali kesempatan." Dara melipat tangannya di depan dada dengan wajah menantang. "Sebelumnya kita udah ngelarang lo pacaran sama tu cowok, kan? Tapi kenyataannya apa? Kalian pacaran sembunyi-sembunyi, lo boongin gue sama papa-mama."
Inge merapatkan bibirnya. Matanya berkaca-kaca teringat masa-masa itu. Rasanya ingin menghapus semua kenangan buruknya bersama Thomas, lelaki bejat dan tidak bertanggung jawab itu. Namun apa daya, potensi yang dimilikinya bukanlah menghapus ingatan atau menjelajah waktu hingga ia bisa memperbaiki kenangan-kenangan buruknya di masa lalu.
"Sekarang nggak ada kesempatan lagi. Lo udah nggak terima di keluarga ini," tegas Dara tak ingin berdebat lagi.
"Pergi, Nge, nggak ada yang nerima lo di sini!" Dara sengaja menaikkan intonasi bicaranya hingga membuat tetangga samping kiri kanan rumahnya mengintip dari batas tembok rumah.
Senyum tipis nan sinis terulas di bibir mungil Inge. Gadis imut nan lembut itu seolah menjelma menjadi sosok berbeda. Walau tak terlihat seram, tapi wajahnya yang memerah menyiratkan jika amarah gadis itu sudah memuncak.
Inge maju selangkah, mengangkat tangan kanannya lalu memain-mainkan jemarinya di hadapan Dara yang otomatis memundurkan wajah.
"Kenapa mundur?" tanya Inge sembari menyentil ujung hidung Dara dengan telunjuknya. "Nih, nggak terjadi apa-apa, kok. Lo takut apa?"
Dara sebenarnya tidak yakin jika adik tirinya memiliki kekuatan magis. Entahlah, Dara hanya bisa menerka-nerka. Yang ia tahu, setiap kali Inge mengajaknya bersalaman, kesialan datang tiba-tiba menimpanya.
"Jadi lo masih nggak ijinin gue masuk?" tanya Inge sekali lagi.
Badan Inge yang mungil kecil hanya setara dengan pundak kakak tirinya itu. Dara hanya menyentak bahunya, Inge sampai terdorong turun dari tangga teras. Untungnya gadis itu bisa menjaga keseimbangan. Ia berusaha menahan amarah dan tetap sabar, namun sikap Dara lama kelamaan melunjak.
"Gue nggak mau orang kotor dan hina kayak lo, menjejakkan kakinya di rumah gue," tegas Dara tanpa rasa takut.
Inge tak tahan lagi. Ia menarik paksa tangan Dara yang langsung mengepal erat, kaku seperti batu. "Buka tangan lo."
Sebaliknya, Dara malah mengeraskan kepalan tangannya. "Coba aja kalo bisa."
Inge mencoba menarik satu demi satu jemari Dara sampai telapak tangannya terbuka. Sial, susah, banget, sih. Berat, kayak dosa-dosanya.
Dara meringis kesakitan merasakan kuku-kukunya menancap di dalam telapak tangannya. Rupanya Dara merawat kuku-kukunya yang panjang nan rapi. Namun itu jelas tidak menguntungkan. Nyatanya, kuku-kuku itu malah menyakitinya. Meninggalkan bercak kemerahan di telapak tangannya yang kini terbuka sepenuhnya.
Yes! Sudut bibir Inge tertarik.
Kelingking Dara berhasil terangkat.
Disusul jari manis, jari tengah lalu telunjuk.
"Kita berganti peran, ya, Kak..."
Inge mengangkat tangan kiri Dara lalu mengangkat tangan kanannya sendiri. Sekilas keduanya terlihat seperti akan berhigh-five. Walau Dara berusaha menurunkan tangannya, namun tampaknya kali ini Inge tidak akan mengampuninya.
YOU ARE READING
LOADING ERROR
RandomEros Perlambang Asmoro, sering dipanggil Cupid Millenial oleh teman-temannya. Sebutlah Mak Comblang versi kekinian. Tak terhitung berapa banyak pasang manusia yang akhirnya bisa berjodoh berkat perantara tangan dinginnya. . Malangnya, ia mengalami...
TARGET 5
Start from the beginning
