Terowongan itu memang dirancang dengan bahan yang berbeda dan dinding kedap suara. Entah apa tujuan orang tuanya, tetapi Lord mulai membayangkan sesuatu yang mengerikan menunggunya di ujung terowongan nanti.
"Hah.." Lord berusaha menetralkan detak jantungnya. Ia terengah-engah. Ketakutan bukan main.
Bisa saja di ujung lorong ada kolam lumpur yang akan menenggelamkannya?
Atau bisa juga kolam penuh buaya yang akan menjadikannya santapan menu buka puasa.
Astaga! Lord bergidik ngeri.
Tenggelam dalam imajinasinya sendiri.
Padahal realitanya, ia berhasil ke luar dengan selamat tanpa kurang suatu apa pun.
Rupanya ujung dari terowongan itu adalah ruangan kecil yang hanya muat untuk satu orang saja. Entah digunakan untuk apa, tapi Lord harus mencari cara membuka pintu ruangan yang terkunci itu.
"Bentar-bentar.." Keningnya berkerut saat mencoba mengingat sesuatu.
Setelah menemukan jawaban, ia mendorong kursi rodanya ke sisi kiri. Di sana terlihat kotak kecil seukuran telapak tangan yang menempel di dinding.
Lord berpegangan pada kursi roda dengan tangan kirinya. Mengangkat telunjuknya yang tadi sengaja ditusuk mamanya.
Please, try again.
Suara dari speaker ruangan itu menggema.
Percobaan pertamanya gagal.
"Sial," umpat Lord. Ia menggigit jarinya di tempat yang tertusuk tadi. Hingga darahnya kembali menetes. Kemudian ia cepat-cepat memasukkan jarinya ke kotak kecil itu. Persis seperti yang dilakukan mamanya tadi sebelum kekacauan di laboratorium terjadi
"Ayolah.. Aku udah ngorbanin jariku, nih."
"Correct password!"
Terdengar suara wanita menyerupai robot yang menggema di dalam ruangan, diikuti dengan terbukanya pintu itu.
"Bentuknya kayak pintu gudang, tapi dikasih password. Ah, benar-benar nggak estetik." Lord mengomentari selera orang tuanya. "Taunya cuma observasi, tabung reaksi, cewek seksi...eh," ralatnya sambil mencebik, "tapi soal seni NOL BESAR."
Perjuangan Lord untuk dapat hidup bebas belum berakhir. Halaman belakang gedung laboratorium milik orang tuanya teramat luas. Pemandnagan yang sangat indah, disempurnakan dengan air mancur kecil di tengah patung berbentuk tabung berputar.
Dengan hati-hati ia mendorong kursi rodanya melewati rumput sintetis yang dihiasi batu-batu kecil. Tubuhnya berguncang kecil setiap kali kursi rodanya menginjak batu-batu hias yang berukuran agak besar.
"Cih, giliran keliatan estetik, malah menyusahkan," gerutu Lord. Ia tipikal orang yang suka mencela dan mencacat apa pun yang menurut sudut pandangnya terlihat tidak sempurna.
Lord merentangkan tangannya lebar-lebar. Berhenti sesaat di luar area taman untuk mengambil napas. Menikmati suasana sepi nan sejuk dari sepoi angin di halaman belakang gedung yang ditumbuhi pepohonan rindang.
"LORD!"
Deg!
Lord menoleh kaku. Perasaannya tak enak. Di detik itulah ia menyesal. Waktunya untuk mengomel tadi, seharusnya bisa ia pergunakan untuk melarikan diri.
"Sial! Papa cepet amat bisa sampe sini?"
Tak merespon panggilan papanya, Lord cepat-cepat memutar kursi rodanya ke arah lain.
Beruntung. Jalan yang dilaluinya cukup landai. Setelah terengah-engah mendorong kursi rodanya, ia dihadapkan dengan jalan menurun yang terjal.
"Tenang Lord, tenang. Kamu pasti selamat," gumamnya sembari merapal doa.
Kursi rodanya melaju kencang. Sementara di belakangnya, sang papa mengejar dan berteriak panik. Memanggil-manggil namanya dengan kencang hingga membuat perhatian warga sekitar terpusat pada keduanya. Beberapa di antara mereka dengan senang hati membantu pria itu mengejar Lord.
"Udah kayak maling jemuran aja, dah. Jadi takut, ntar kalo aku ketangkep digebukin warga."
Raut wajah Lord berubah pucat. Kursi rodanya mendadak tak bisa dikendalikan. Bukannya rusak, ia sengaja tidak menginjak rem. Bahkan meski dari kejauhan ia melihat palang pintu kereta yang hendak menutup, Lord masih membiarkan kursi rodanya meluncur cepat ke arah rel.
"Dilihat dari jarak dan kecepatan kursi rodaku, waktu tempuh untuk melewati rel itu..."
Masih sempat-sempatnya Lord menghitung kemungkinan ia bisa melewati palang kereta itu dengan rumus t = S / v.
"LORD AWASSSS!"
Ting..Ting..Ting..
Alarm peringatan kereta akan segera lewat berbunyi berulang kali. Menggema di telinga lelaki itu dan membuat jantungnya berdegup kencang.
Namun Lord tidak berusaha menghentikan laju kursi rodanya. Matanya memejam. Teringat dengan sosok lelaki menyerupai dirinya yang dijumpainya di laboratorium tadi. Melihat bagaimana kedua orang tuanya memandang lelaki asing itu dengan penuh kasih sayang, Lord merasa dirinya yang menjadi orang asing di antara papa mamanya.
Tak pernah sebelumnya Lord merasakan ketulusan sedalam itu, seperti saat orang tuanya menatap si lelaki asing tadi.
Lord berpikir, jika memang dunia sudah tidak menginginkannya, menghilang adalah cara terbaik untuk menyudahi kepedihan.
Ia bisa mencegah kecelakan itu.
Ia bisa selamat tanpa tertangkap.
Dengan potensinya, ia bisa mengendalikan apa pun yang terjadi di sana.
Tapi ia memilih berdiam. Bersikap seolah-olah tak ada yang bisa ia lakukan selain berpasrah.
Sementara dari kejauhan, badan kereta mulai terlihat. Melesat cepat tak terhentikan. Klakson panjang yang menggema di sepanjang rel membuat orang-orang membeku di tempat masing-masing.
Kecuali, lelaki yang masih duduk di kursi rodanya dengan wajah tenang.
"Selamat tinggal penderitaan," ucapnya bersamaan dengan suara deru mesin kereta yang semakin mendekat.
***
Udah bisa nebak potensi Lord apa, ges?
Jangan bilang mencela orang. wkwkw . :P
Ruth Sahamaya : Menghancurkan seseorang melalui tatapan (Menyerang titik-titik syaraf manusia)
Erlando Apollo : Meniru suara seseorang (Ada hal lain yang bisa membuat kalian juga terkejut. Erland pun belum menyadarinya).
Romeo Mencari Juliet : Menduplikat, menyalin, menyerap fungsional suatu benda. (namun secara fisik tubuhnya masih sama).
Logan Lord Ludus : Its something with his blood? Apa berhubungan dengan darahnya?
By the way, mungkin dari part kemarin kalian agak bingung, ya. Di sinopsis diceritain kalau target-targetnya mencoba bunuh diri, tapi kenapa di cerita per targetnya jadi beda?
Well, aku kemarin sempat mikir ulang. Aku nggak mau nantinya, percobaan bunuh diri mereka berdampak buruk ke pembaca. Ngeri aja kalau sampe bikin pembaca kepikiran buat bunuh diri.
Makanya, alurnya kubikin gini. Intinya tiap target punya kesempatan untuk selamat dari bahaya dengan potensinya, tapi malah nggak digunain dan milih pasrah.
Aku tipe penulis yang nggak asal main nulis aja. Aku selalu mikir, kalau tulisanku ini bisa mempengaruhi alam sadar pembaca. Jadi sebisa mungkin, aku bakal mengurangi adegan-adegan yang berdampak buruk ke kalian.
Semoga kalian masih enjoy bacanya, yah!
AYO KOMEN NEXT DISINI💚
Salam sayang,
Rismami_sunflorist
ILY 3000 dollar
YOU ARE READING
LOADING ERROR
RandomEros Perlambang Asmoro, sering dipanggil Cupid Millenial oleh teman-temannya. Sebutlah Mak Comblang versi kekinian. Tak terhitung berapa banyak pasang manusia yang akhirnya bisa berjodoh berkat perantara tangan dinginnya. . Malangnya, ia mengalami...
TARGET 1
Start from the beginning
