Ia mungkin sudah gila karena melihat sosok yang sama persis dengan dirinya ada di antara orang tuanya.

Praang!

Lord mengerjap-ngerjap. Beruntung, ia gesit mendorong kursi rodanya ke tempat yang lebih aman sesaat sebelum lampu gantung di atasnya benar-benar jatuh menimpanya.

Menyadari jika dirinya harus menyelamatkan diri, Lord membuang keterkejutannya akan sosok misterius itu.

Namun sialnya, saat berusaha mendorong kursi rodanya, ia malah terjepit di pintu masuk laboratorium. 

Entah tersangkut apa, tapi salah satu rodanya tidak bisa digerakkan. Ia berdiam sesaat, memejam dan mencoba menenangkan diri.

Sampai di detik yang tidak terduga, ketika para pegawa berlarian panik, salah satu di antara mereka tanpa sengaja menyenggol bagian belakang kursi rodanya. Hingga ia terdorong ke luar tanpa harus bersusah-susah menggerakkan kursi rodanya.

Diberkahi otak yang cerdas, Lord dengan mudahnya mencari jalan lain. Tidak seperti karyawan kantor yang memilih menggunakan lift, ia berbelok ke pintu rahasia yang biasa digunakan orang tuanya untuk menyelundupkan dirinya masuk ke laboratorium. Tidak banyak yang tahu. Hanya beberapa orang kepercayaan mama dan papanya yang terkadang membantu mendorong kursi rodanya melewati jalan itu.

"Nah, ini dia jalannya." Lord memantapkan hatinya melihat kondisi lorong yang menurun ke bawah. Dengan penuh keyakinan ia mendorong kursi rodanya.

"Tenang Lord, tenang. Kamu bisa melaluinya, anak pintar, " gumam cowok itu sembari terus memasukkan sugesti-sugesti positif ke kepalanya.

Lorong rahasia itu memiliki turunannya yang semakin terjal. Jalannya juga mulus. Tidak seperti jalan beraspal yang memiliki gundukan atau polisi tidur.

"Mbak Yem, Mas Tarjo!" teriak Lord, tanpa sadar memanggil para pekerja di Scarlett Residence yang biasa melayaninya. 

Kalau lagi terpojok begini, ia baru ingat tidak bisa apa-apa tanpa bantuan asisten rumah tangganya. 

"Huaaaaa!" 

Si anak manja itu berteriak ketakutan ketika kursi rodanya meluncur bebas ke arah yang salah. Lord mencoba mengendalikannya sebisa mungkin. Namun karena terlalu panik, ia sampai lupa jika ada tombol rem untuk menghentikan laju kursi rodanya. 

Duk! 

Kursi rodanya berhenti usai membelok ke arah yang salah. Membentur dinding hingga dahinya menjadi korban. Membiru dan agak bengkak.

"Auwh,"rintih Lord mengusap-usap jidatnya. 

Untungnya, lelaki itu tidak sampai terjungkal dari kursi roda. Tapi ponselnya yang malang terlempar dari saku dan kini tergolek di di bawah kakinya. Lord harus membungkuk, menjatuhkan tubuhnya untuk memungut ponselnya yang teronggok di aspal.

"Yes!" Senyum tipis lelaki itu mengembang.

Setelah bersusah payah merangkak dari kursi rodanya, akhirnya Lord berhasil menyambar ponselnya.

Kini ia punya PR lain. Kembali ke kursi rodanya tanpa meminta bantuan siapa pun.

Dengan posisi setengah berdiri, Lord berpegangan pada kursi roda. Tak butuh waktu lama sampai lelaki itu benar-benar bisa berdiri tegak layaknya manusia normal lainnya. Terkadang ada saat di mana ia membuat orang-orang merasa ragu dengan kelumpuhannya.

"Fyuh.." Lord terkulai lemas dan akhirnya bisa kembali terduduk di kursi rodanya.

Sedetik kemudian matanya berbinar. Ia memegangi kakinya yang berpijak pada alas kursi roda. "Nggak akan ada yang bisa nangkep aku," gumamnya tersenyum miring.

LOADING ERRORWhere stories live. Discover now