"Sudah seharusnya kamu bersikap sopan, bahkan segan dengan wanita di sebelah kamu itu. Karena kamu yang bersalah. Kamu melakukan kesalahan fatal."
Tak ada yang tahu jika di balik kacamata hitamnya, Ruth mulai berkaca-kaca.
"Karena berita yang beredar di sosial media tentang kamu, nama baik Universitas Garuda jadi tercoreng.
Ruth sudah membuka mulut, ingin protes. Tapi tak ada yang keluar dari bibirnya. Ia terlampau terkejut. Dalam sekejap dunianya runtuh.
"Kampus nggak mau ambil risiko untuk tetap mempertahankan kamu sebagai mahasiswi di sini, sementara orang-orang di luar sana juga terus mendesak kami memberi sanksi berat atas sikapmu ini."
Ruth menghela napas panjang. "Tapi, Pak. Saya udah menjelaskan juga ke media, kalau hubungan saya dan dia udah berakhir. Media aja yang terlalu membesar-besarkan."
Menyadari tak ada tanda-tanda hukumannya dicabut, Ruth mencoba bernegosiasi. Jika dengan memelas tidak berhasil, maka gadis itu akan menempuh cara lain; yakni merayu dekan fakultasnya itu.
"Saya sebenarnya masih sangat ingin menjadi mahasiswi di kampus ini," kata Ruth. Suaranya dibuat serak-serak basah dan sedikit memberi sentuhan desahan di akhir kalimatnya.
"Tapi dengan ini, posisi kamu semakin berat, Ruth. Tidak ada yang bisa kami lakukan." Pria itu meminta Ruth membuka isi stopmapnya.
Selain petisi yang sudah di tanda tangani para mahasiswa dan mahasiswi, beberapa petinggi kampus juga memberi persetujuan untuk mengeluarkan Ruth dari Universitas Garuda.
Ruth akhirnya mengangkat stopmap itu setelah sejak tadi membiarkannya tergeletak di atas meja. Ia menatap sampulnya dengan kening berkerut. "Nggak kebaca, tuh, tulisannya."
"Gimana mau kebaca kalo kamu aja pake kacamata hitam?" Pak Dekan menggerutu.
"Lagian saya sudah peringatkan kamu, kan, sebelumnya? Kalau ke kampus, jangan pakai aksesoris yang aneh-aneh."
"Ini tryeeen, Pak. Fesyeen," tanggap Ruth santai. Dia memang sedikit gila dan pintar memancing emosi orang.
"Untuk terakhir kali saya minta, jika masih berada di lingkungan kampus ini, jangan...ouch!"
Tepat ketika pria itu menyambar kacamata yang dikenakan Ruth, ia merasakan sentruman yang sangat menyakitkan di sekitar pergelangan tangannya.
Takut terjadi kekacauan yang lebih besar, Ruth memutuskan meninggalkan ruangan itu. "Maaf, Pak. Saya kebelet," ucapnya asal. Terburu-buru ke luar dari sana dengan posisi kepala terus tertunduk.
Sementara wanita di sampingnya, tampak mengetikkan sesuatu di ponsel begitu menyadari Ruth beranjak dari ruang dekan.
To : 081-000-432-555
Dia baru saja ke luar.
***
Dengan berbagai pertimbangan, Ruth akhirnya berbelok menuju parkiran. Ia berencana akan menemui dekan fakultas besok pagi.
Bahkan kalau bisa, ia juga ingin memohon pada ketua jurusan fisioterapi dan juga rektor, agar diberi dispensasi hukuman. Ruth berjanji akan menyanggupi hukuman apa pun, asal tidak di Drop Out dari kampus.
Besok ia berencana akan memakai pakaian yang lebih seksi dan memggoda. Kali aja mempermudah dirinya membujuk jajaran para petinggi kampusnya yang dijabat oleh para kaum adam.
"Lo nggak boleh pesimis, Ruth. Pasti ada jalan ke luar." Ruth meyakinkan dirinya. "Tabungan lo juga masih banyak, nggak ada yang perlu dicemasin."
Gadis itu baru saja ke luar dari lift yang membawanya menuju parkiran di lantai 2, saat tatapannya bertemu dengan sesosok lelaki di dekat tempat mobilnya terpakir. Mana lelaki itu tidak hanya sendiri. Ada dua lelaki lain yang badannya jauh lebih gagah dan tampangnya lebih seram.
YOU ARE READING
LOADING ERROR
RandomEros Perlambang Asmoro, sering dipanggil Cupid Millenial oleh teman-temannya. Sebutlah Mak Comblang versi kekinian. Tak terhitung berapa banyak pasang manusia yang akhirnya bisa berjodoh berkat perantara tangan dinginnya. . Malangnya, ia mengalami...
TARGET 3
Start from the beginning
