Satu - Kesempatan dalam Kesempitan

53.7K 2.7K 35
                                    

"Kesempatan tidak akan terulang." – Calon Pembimbing Anak Magang yang mengambil kesempatan.

Apa yang membuatku senang dan semangat berangkat kerja? Suasana kantor yang menyenangkan atau semangat karena akan mendapat promosi? Jawabanku ada di poin terakhir. Aku akan mendapatkan kesempatan promosi. Sampai aku bertemu dengan tiga anak magang yang menjadi tanggung jawabku selama setahun ke depan.

"Ya, ampun! Urat kesabaran gue rasanya mau putus!" Aku menopang tubuh dengan bersandar di dinding kubikel Ela, sahabatku di kantor. Perasaanku begitu buruk sampai rasanya mau menjambak-jambak rambut karena kesal.

"Kenapa lagi, Cass?" Wajah Ela penuh rasa ingin tahu yang berbalut dengan binar geli di matanya.

Beberapa detik lalu aku merasa bersalah saat melihat Ela terlonjak kaget karena kedatanganku. Tetapi melihat binar matanya, membuatku langsung tidak merasa bersalah. Ela seperti juga puluhan orang di kantor ini selalu merasa masalahku sepele. Aku mengambil kursi putar ekstra yang ada di pojok ruangan dan menyeretnya ke meja Ela.

"Mereka minta meja pingpong atau pinball atau apalah itu buat main di antara jam kerja. Katanya buat merangsang kreativitas," keluhku.

"Wah! Ide bagus itu. Jadi kita bisa refreshing!"

Aku ternganga mendengar ucapan itu. Di luar dugaan, Ela ternyata menyambut antusias ide anak-anak nakal yang jadi tanggung jawabku. Benar-benar menyebalkan! Duniaku yang tenang, damai dan tenteram di kantor ini sudah berubah drastis hanya dalam hitungan hari.

Semua bermula dari kejadian di rapat awal tahun seminggu lalu. La Beauté, Perusahaan tempatku bekerja bergerak di bidang kecantikan. Tidak hanya memiliki puluhan cabang, tapi juga berbagai produk kecantikan. Aku bekerja di area Operations. Kesannya memang di belakang layar tapi sebenarnya aku lebih sering turun langsung ke lapangan. Salah satu tugasku adalah memastikan semua acara yang berhubungan dengan La Beauté berjalan dengan lancar.

Minggu lalu, di akhir rapat bulanan tim Operations berkumpul. Pak Arwan Singgih, Operations Manager kami memberikan pengumuman kalau Bang Andre, sang Assistant Manager akan dipindahtugaskan ke area Makassar pada pertengahan tahun. Otomatis, enam bulan ke depan posisi itu akan kosong.

"Saya rasa, tim kita lebih baik mengembangkan orang di internal ketimbang merekrut orang baru," ujar Pak Arwan. Matanya yang tajam melihat kami semua seolah sedang menilai apakah kami pantas dijadikan pengganti Bang Andre.

"Semua tahu bagaimana prestasi Andre. Saya harap pengganti Andre akan memiliki prestasi, yang bisa jadi berbeda namun tetap bisa dibanggakan." Kali ini pandangan Pak Arwan jatuh ke arahku.

"Cassandra!"

Aku sampai terlonjak karena kaget dan gugup. Beberapa teman timku tertawa kecil dan suasana yang tegang seketika mencair. Kulirik mereka dengan sebal meskipun bersyukur suasana tidak terlalu tegang lagi.

"Ya, Pak?" jawabku masih diliputi aura kekagetan.

"Level kamu saat ini sudah officer. Saya ingin kamu bersiap untuk menjadi calon pengganti Andre. Sementara yang lain, bersiap untuk menjadi calon pengganti Cassandra."

Kalau saja aku tidak bisa mengendalikan emosi, pasti aku sudah ternganga heran memandang Pak Anwar. Posisi Asisten Manajer biasanya diraih melalui serangkaian tes, wawancara dengan pihak Human Capital dan yang paling penting, memiliki pengalaman minimal tiga tahun menjadi Officer. Ini baru tahun keduaku menjadi Operations Officer.

"Saya calon asisten manajer?" ulangku seperti orang bodoh.

"Iya. Saya juga mau mengganti syarat minimal tiga tahun di posisi Officer itu. Khusus untuk kamu Cassandra, KPI kamu akan bertambah. Tugas utama kamu tahun ini selain mengurus pekerjaan sehari-hari, juga membimbing anak magang."

The Differences Between Us (Completed) Where stories live. Discover now