Erland nyaris tak mempercayai pendengarannya sendiri. "Minta maaf untuk kesalahan yang nggak gue lakuin?" 

Ia tersenyum getir. Sorot matanya yang setajam elang mengawasi produser dari label musik yang menaungi bandnya berproses. Mengira jika mereka semua yang menjadi bagian dari kesuksesannya adalah orang-orang yang nantinya menjadi keluarga baru baginya.

Tapi bisnis tetaplah bisnis. 

Jika tidak memberi keuntungan, kamu akan tersingkir.

Dan itulah yang harus dihadapi Erland saat ini.

"Masalah sepele kayak gini jangan sampe merusak reputasi band kalian. Apalagi udah empat minggu berturut-turut, lagu baru kalian ada di trending pertama video musik di youtube. Mau siapa pun yang ciptain, nggak masalah, kan? Selama ngasih keuntungan buat kalian semua." Pak Abraham berkata dengan santainya.

"Nggak masalah?" Erland mengulang ucapan produsernya. "Musik itu napas kedua saya. Karya udah kayak nadi kedua saya. Sampe akhirnya lagu itu jadi, banyak yang udah saya korbankan. Waktu, tenaga, biaya. Dan ide... itu yang mahal. Gimana bisa saya diam aja, di saat hasil jerih payah saya diakuin sama orang lain?" 

Pak Abraham mengusap-usap dagunya, bingung. "Tapi itu suara Saddam. Siapa pun yang mendengarnya pasti langsung tahu kalo itu suara dia."

"Sudah berapa kali saya bilang, itu suara saya Pak!" Karena terlalu emosional, Erland sampai membuat kursinya terjungkir ketika ia bangkit dari duduknya. 

"KIta perlu bukti, bukan cuma penjelasan omong kosong." Akhirnya Pak Abraham mengatakan poin utamanya. "Kamu harus punya bukti yang bisa meyakinkan kita semua."

Tubuh Erland melemas. Bukti?  Ia maju selangkah, berhenti tepat di depan pria itu. "Bapak benar. Saya kalah. Saya bodoh karena tidak bisa mengenali suara saya sendiri."

Pak Abraham turut bangkit, merapikan jasnya sembari tersenyum pada Erland. "Jadi kamu udah siap klarifikasi dan mengakui kalau lagu itu memang ciptaan Saddam?"

Tepat di telinga pria itu, Erland berbisik. "Dibanding mengakui kesalahan yang tidak saya perbuat, saya akan membuat mereka merasa bersalah. Dan penyesalan menjadi pembalasn tanpa akhir dari kebenaran yang datang terlambat."

Kalimat yang diucapkan Erland memang terdengar ambigu. Namun pria di depannya tahu, itu bukan pertanda baik. Bertahun-tahun menjalin kerjasama, cukup membuatnya mengenal bagaimana karakter Erland juga musisi-musisi lainnya. Di antara personil band ZicZac, Erland yang paling pendiam. Tipikal lelaki pemikir. Hari-harinya dihabiskan di dalam studio. Mencari inspirasi untuk lagu-lagu baru mereka.

Sampai tiba-tiba seminggu lalu, Saddam, vokalis dari ZicZac band, mengejutkan penggemar dengan unggahan lagu baru di channel youtubenya sendiri. Saddam mengklaim jika itu lagu ciptaan sendiri dan tidak ada campur tangan dari personil lainnya.

Jadi siapa yang benar? 

Abraham tidak ingin memusingkannya. Ia harus berpihak pada orang yang memberinya keuntungan lebih besar. Maka ia memutuskan menelepon Saddam, memberi kabar pada lelaki itu dengan wajah berseri-seri.

"Sepertinya dia mulai menyerah. Kamu nggak lupa sama janjimu, kan, Dam?" tanya pria itu sembari menunjukkan senyum kemenangan yang sama, dengan seseorang yang berbincang dengannya melalui telepon.

***

Erland menaiki motornya dengan wajah geram. Tangannya menggenggeam erat stang motor. 

Pengkhianatan.

Satu kata itu cukup untuk mewakili bagaimana hancurnya perasaannya saat ini. Ia mengenal Saddam jauh lebih dulu dibanding dengan personil lainnya. Mereka teman lama yang dipertemukan kembali ketika salah satu label musik mengadakan audisi pencarian talent baru untuk didebutkan sebagai band. 

LOADING ERRORWhere stories live. Discover now