Guru pendamping olimpiade ijin pamit untuk pulang lebih dulu karena ada rapat di sekolah lain. Wanita itu juga berpesan pada murid-muridnya agar tidak pulang terlalu larut. Lampu-lampu ruang kelas sudah dipadamkan. Tak ada satu orang pun yang terlihat di ruang guru. Kantin kosong. Koridor sepi. 

Suara gemuruh yang menggelegar membuat suasana di dalam lab terasa semakin suram. Adinda merasakan bulu kuduknya meremang. Bukan takut dengan kesepian, tapi ia tidak pernah menyukai hujan.

"DIAM!" 

Tak tahan mendengar suara-suara di sekitarnya, Adinda menyambar bukunya lalu melemparnya ke depan. 

Prang!

Buku yang dilempar Adinda menabrak dinding. Menimpa dua botol kaca di rak depan kelas hingga akhirnya jatuh bersamaan ke lantai. 

"Mampus!" 

Terlihat percikan api yang mulai membakar ujung taplak meja. Adinda mencoba mencari sesuatu untuk memadamkannya. Ia tahu bahaya cairan H2SO4 yang mungkin saja menghanguskan laboratorium dalam sekejap jika tidak segera dipadamkan.

"Aissh, kenapa botolnya ditaruh disitu, sih?" 

Seharusnya ia segera menyelamatkan diri. Namun Adinda tidak mau lepas tangan. Ia merasa bertanggung jawab dengan kekacauan itu. Ia akan berusaha memadamkan apinya sebelum ketahuan atau ada orang yang lihat.

Ceklek.

Baru saja berniat mencari bantuan secara diam-diam, Adinda dikejutkan dengan suara langkah seseorang di dekat pintu. Ia berlari untuk mengecek situasi di luar. Tapi tubuhnya tiba-tiba membeku saat menyadari ternyata seseorang menjebaknya. 

Pintunya tidak bisa dibuka. 

Ia terkunci. 

Di dalam laboratorium. 

Sendirian bersama api yang mulai menjalar ke sudut-sudut ruangan.

"Tolong! Tolong!" teriak gadis itu sembari melambai-lambaikan tangannya ke luar jendela. Berharap ada yang mendengarnya. 

Sementara dua gadis yang baru saja berlari menjauhi laboratorium, tampaknya tidak menyadari jika terjadi kekacauan di dalam ruangan itu. 

"Halo, ada orang di sana?" Adinda naik ke meja, mencoba mencongkel jendela yang juga terkunci. Sungguh malang nasibnya. Tak ada satu pun penghuni sekolah yang lewat. 

Usahanya berakhir sia-sia. Mau berteriak sekencang apa pun, suaranya tak bisa mengalahkan derasnya hujan yang mulai mengguyur halaman sekolah disertai gemuruh yang terkadang menggelegar panjang.

"TOLOOOONG! Tooo - uhuk..uhuk.."

Asap mengepul. Melayang-layang memenuhi laboratorium. Gadis itu mulai kelelahan usai mencoba mendobrak jendela dan merusak engselnya. Percobaannya gagal. Tangannya malah terluka, lecet di bagian luar. Ia terduduk di atas meja sambil bersandar ke dinding. 

Di saat ia hanya bisa memasrahkan segalanya pada takdir, suara ketukan di jendela membuatnya kembali berharap.

"Kak Arhan?" 

Tampak sekelebat bayangan sosok lelaki yang berlarian panik di depan jendela. Adinda beringsut mendekati jendela dan mendapati lelaki itu melambai-lambaikan tangan ke arahnya.
Namun traumanya kembali muncul. Ia mundur dua langkah menjauhi jendela.

"Gue coba cari bantuan, ya!" Arhan berteriak agar gadis itu mendengar suaranya.

Sedetik kemudian Arhan tersadar jika tadi di depan gerbang, ia berpapasan dengan penjaga sekolah. "Sial! Pak Mahmud lagi ke luar."

Daripada mencari Pak Mahmud yang entah berada di mana, Arhan mencoba mencari jalan lain. 

Adinda menatap lelaki itu melalui jendela laboratorium. Ia cukup terkejut ketika sesaat Arhan menghilang dari pandangannya. Namun tak lama lelaki itu kembali membawa benda atau apa pun yang bisa digunakan membuka jendela.

"Minggir, Din," perintah Arhan yang kini mencoba menjebol jendela dengan batu. "Bodo amat pecah. Ntar gue minta bokap ganti sekalian semua jendelanya."

Prang!

Berhasil. Sisi kanan atas jendela p ecah dan berlubang. Arhan memasukkan tangannya, memberi kode pada Adinda untuk mendekat.

"Eh, bentar."

Cepat-cepat Arhan melepas jaket jeansnya kemudian meletakkannya di bawah jendela. Ia harus memastikan gadis itu aman. Tidak tergores sisa pecahan kaca yang tertinggal di pinggiran kayu jendela.

"Ayo..." Arhan memberi instruksi.

Tepat ketika Adinda hendak menjangkau tangan lelaki itu, suara-suara asing menggema di telinganya.

"Dua lawanmu punya kunci jawaban."

"Kamu bakal kalah."

"Usahamu berakhir sia-sia."

Telinga gadis itu mulai berdenyut. 

"Percuma, sampai kapan pun kamu tidak akan bisa menang."

Di antara pandangannya yang mulai mengabur, bayang-bayang wajah Lala yang merundungnya seketika melintas di depan matanya.

Senyum sinis para guru yang selalu melindungi murid-murid anak para donatur sekolah, juga tawa kemenangan dari dua kawannya di seleksi olimpiade besok, membuat tubuh gadis itu mendadak kaku.

"DIN! PEGANG TANGAN AKU!"

Melihat Adinda menjauh darinya, Arhan semakin panik. Ia memohon pada gadis itu untuk segera meraih tangannya.

"Din, please... " pintanya penuh harap.

Adinda mundur beberapa langkah. Ia menoleh panik ke kanan kiri, lalu kembali menatap Arhan yang tampaknya bersiap melompati jendela.

Gadis itu terduduk lemas dan bersandar pada sesuatu. Entah apa yang ada di belakangnya, tapi isi ruangan itu sudah tertutup asap tebal.

Adinda meringkuk sendiri. Ketakutan. Bayang-bayang kejadian beberapa tahun lalu seketika melintas di kepalanya.

"Bantuan..uluran tangan.. Ternyata kebohongan.. " Ia menggumam tanpa sadar dengan tatapan kosong. 

"Din, awas!" tunjuk Arhan panik.

Sebelah kaki lelaki itu berhasil naik ke jendela. Namun ketika hendak melompat turun, ia malah terjepit. Bahunya yang cukup lebar membuatnya kesulitan melewati jendela yang sempit.

Adinda mendongak. Sedikit lagi runtuhan atap itu mungkin akan jatuh menimpanya. Sewajarnya gadis itu berlari menyelamatkan diri. Pindah ke sudut lain.

Tapi ia sepertinya sudah memilih jalannya. Ia membeku di tempatnya. Seolah berpasrah dan menganggap mungkin memang sudah waktunya. 

"NGGAK, NGGAK! DIN AWAS!!"

Adinda menutup mata. Berusaha mencari kedamaian yang tak bisa ia dapatkan selama hidupnya. Suara-suara itu tak lagi terdengar. Ia tenang. Dan akhirnya menang dengan caranya sendiri.

***

Siapa yang kemarin nebak kalau Adinda indigo kayak Jujun sama Pijar?

Masih yakin sama tebakannya? :p

Tau sendiri gua kalo bikin cerita ujung-ujungnya JENG-JENG! wkwkw

Btw, makasih banget buat yang sering nanyain kapan up. 

Jujur kemarin aku sempet agak down ada masalah di RL. Tapi berkat semangat dari kalian, segala sesuatunya jadi kerasa lebih ringan.

Yuh, komen next di sini!

ILY 3000 DOLLAR

SALAM SAYANG,

Rismami_sunflorist

LOADING ERRORWhere stories live. Discover now