Bibir Adinda bergetar. Giginya saling beradu. Menimbulkan suara-suara kerat yang menyayat pendengaran. Tatapannya tertunduk. Ia ketakutan bukan main saat melihat Arhan semakin mendekatinya.
Arhan jadi tidak tega. Ia berdiri, mengulurkan tangannya pada Adinda untuk membantunya. Namun bukannya menyambut uluran tangan itu, Adinda bangkit sendiri sembari menutup rapat-rapat telinganya. Berlari seperti orang kerasukan.
Dari kejauhan, Arhan memandang gadis itu dengan mata sayu. "Kenapa setiap kali gue deketin, dia selalu ngehindar? Bahkan nggak jarang sampe lari. Apa muka gue keliatan kayak cowok mesum?
***
Sekolah semakin sepi. Sudah lewat beberapa jam dari jadwal pulang murid-murid. Namun masih terlihat aktivitas di laboratorium Kimia SMA Rising Dream. Tampak tiga murid perempuan sedang fokus meneliti sesuatu.
"Jadi besok sore penentuan siapa yang akhirnya dipilih buat mewakili sekolah di Olimpiade Sains tingkat provinsi, kan?" tanya salah satu gadis itu pada yang lainnya. Hanya saja tatapannya tertuju ke gadis yang duduk agak jauh darinya.
"Menurut lo siapa yang lolos tes besok? Diantara kita bertiga, cuma dua yang kepilih." Gadis lainnya menyahut.
Adinda yang awalnya fokus meneliti campuran cairan dalam dua tabung kaca, menghentikan aktivitasnya sesaat.
"Pasti kita berdualah," celetuk gadis yang pertama. Yakin dirinya berhasil mengerjakan soal-soal tes besok. "Lo tahu, kan, kenapa gue seyakin ini?"
Temannya yang ditanya tersenyum penuh arti. "Yoilah, Cyinn."
"Lagian setelah Olimpiade awal tahun kemarin wakil sekolah kita kalah, gue yakin pasti guru-guru bakal milih kandidat lainnya."
Benar, orang yang sedang diperbicankan keduanya adalah Adinda. Gadis itu gagal di babak semifinal setelah kalah melawan murid dari SMA swasta ternama. Terindikasi ada kecurangan namun Adinda tidak memiliki bukti yang kuat.
Adinda mencoba kembali berkonsentrasi, tapi ia terpancing dengan obrolan kedua gadis itu.
"Apa sekarang kalian punya orang dalem? Siapa?" tanya Adinda ceplas-ceplos.
"Apaan, sih?"
Keduanya menoleh ke belakang. Menatap Adinda penuh kebencian. Meski Adinda selalu tampak baik di mata guru-guru sekolahnya, nyatanya tak satu pun murid yang mau berteman dengan gadis itu.
Tukang lapor. Kalau guru lupa ngasih PR, Adinda jadi orang pertama yang dengan senang hati menjadi pengingat. Jika ada tugas kelompok, tahu-tahu Adinda sudah menyelesaikannya sendiri. Tanpa berdiskusi atau hanya sekedar meminta pendapat anggota kelompoknya.
Dia tipikal gadis yang berprinsip, 'memberi contekan dan menyontek adalah perbuatan tidak jujur.' Jadi selama ujian berlangsung, ia hanya fokus dengan soal dihadapannya. Mengabaikan panggilan-panggilan lirih dari teman-temannya.
Apa di kelas kalian, ada spesies human seperti ini?
Namun Adinda tentu memiliki alasan yang kuat atas sikapnya. Ia hanya ingin menjadi sukses. Ia harus memastikan ke depannya tidak hidup kekurangan.
Karena ia dibesarkan di panti, tak tahu asal-usul orang tuanya, siapa lagi yang akan bertanggung jawab atas masa depannya, jika bukan dirinya sendiri?
"Lo kapan bisa punya pikiran positif ke orang lain?" Salah satu gadis memberanikan diri bersuara. Ia lalu menoleh ke samping, mengajak kawannnya bangkit dari duduk.
"Pantesan aja nggak ada yang mau temenan sama dia," bisiknya sambil menarik tangan temannya untuk kemudian bersama-sama melangkah ke luar laboraturium.
Adinda menulikan telinga. Ia kembali fokus meneliti tabung lain di atas mejanya. Suasana di dalam laboratorium seketika sunyi. Langit juga mulai gelap.
YOU ARE READING
LOADING ERROR
RandomEros Perlambang Asmoro, sering dipanggil Cupid Millenial oleh teman-temannya. Sebutlah Mak Comblang versi kekinian. Tak terhitung berapa banyak pasang manusia yang akhirnya bisa berjodoh berkat perantara tangan dinginnya. . Malangnya, ia mengalami...
TARGET 4
Start from the beginning
