"Eh, maaf. Kudunya salam dulu, ya. Bentar, Bu. Saya ulangi lagi," kata lelaki itu dan benar-benar ke luar dari ruang BK.
Ia berdiri sesaat di sana lalu mengetuk pintu. "Assalamu'alaikum.. Atuk, Tuk, Atuk.."
Melihat tak ada reaksi dari ketiganya, lelaki itu melangkah masuk ke ruang BK sambil membatin. "Ni cewek-cewek pada PMS apa gimana, sih? Serem amat."
Lala mendengkus kasar. Entah sudah kali keberapa kakak laki-lakinya mengacau rencananya mengerjai Adinda. "Lo ngapain ke sini, Kak?"
Arhan memamerkan deretan gigi putihnya. "Untuk meluruskan kesalahpahaman di antara kalian bertiga." Ia berdeham sekali. "Jadi intinya, gue mau ngaku kalo gue yang masukin jepit rambut itu ke tasnya Adinda."
Gadis yang namanya disebut itu bergeser menjauhi Arhan. Tubuhnya tampak sedikit gemetar. Ia terus tertunduk, tak berani melirik atau bahkan menatap lelaki yang berdiri di sampingnya itu.
Lala mengeplak lengan kakaknya. "Lo jangan ngadi-ngadi, ya, Bang. Jepit rambut itu punya gue. Papa yang ngasih waktu balik dari SIngapore."
Arhan mendekati adiknya lalu mengusap pelan rambutnya. Pura-pura keliatan rukun. Padahal tobat punya adek akhlakeopsoo. Rencananya habis pulang sekolah, Arhan mau bawwa adiknya ke mbah dukun, disembur atau dijampi-jampi biar tobat.
"Lo lupa kalo waktu itu papa ngasih dua jepit? Yang satu mutiaranya ada empat, satunya lima," kata Arhan menjelaskan dengan sabar. Walau di dalam hati rasanya pengin ngeruqyah si adik. "Trus lo bilang nggak mau punya dua barang yang mirip. Makanya yang satu gue minta, trus kata lo boleh. Yaudah, gue kasih aja ke Adinda."
Karena Lala orangnya memang pelupa, ia jadi sering dikibulin kakanya.
Dan anehnya, meski sudah sering terjadi, Lala masih tetap mempercayai perkataan Arhan. Apalagi yang menjalankan misi memasukkan jepit rambutnya ke tas Adinda adalah Vanya, bukan dirinya sendiri. Jadi bisa saja Vanya salah masukin ke tas murid lain, atau jepitnya jatuh di suatu tempat.
"Sekarang Ibu harus minta maaf ke saya karena tadi udah sempet nuduh saya yang ngambil jepit Lala." Adinda berucap tegas pada guru BK nya yang berusaha menghindari tatapannya.
"Karena saya tahu, ibu nggak akan nyuruh Lala minta maaf sama saya meski udah terbukti dia yang salah."
Ketiga murid itu menunggu reaksi dari gurunya. Tatapan ketiganya menyorot penuh harap. Lala jelas tidak sudi meminta maaf. Dan akan sangat menguntungkan jika gurunya menggantikan posisinya sebagai pihak yang bersalah.
Sementara Adinda menatap keduanya bergantian. Menunggu siapa di antara dua manusia menyebalkan itu yang berbesar hati mengakui kesalahannya.
"Aissh, percuma. Buang-buang waktu," gerutu Adinda pelan.
Walau kesal setengah mati, Adinda masih berusaha bersikap sopan dengan menundukkan kepala dan berpamitan sebelum beranjak dari ruang BK.
Arhan cepat-cepat menyusul gadis itu. Sedangkan Lala masih tinggal di ruang BK, entah merencanakan apalagi dengan Bu Luluk.
"Din! Adinda!"
Panggilan Arhan diabaikan begitu saja. Adinda tetap berjalanan menyusuri koridor kelas dengan perasaan dongkol. Ia terpaksa berhenti begitu Arhan mencekal lengannya. Bahkan reaksi terkejut gadis itu sungguh tak seperti orang pada umumnya.
Adinda sampai terjatuh ke lantai. Mundur ketakutan tanpa berani menatap Arhan.
Lelaki itu berjongkok lalu mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Adinda. "Kamu kenapa, sih, selalu dingin sama aku? Emang apa salahku? Padahal aku cuma pengen bantu kamu aja."
ESTÁS LEYENDO
LOADING ERROR
De TodoEros Perlambang Asmoro, sering dipanggil Cupid Millenial oleh teman-temannya. Sebutlah Mak Comblang versi kekinian. Tak terhitung berapa banyak pasang manusia yang akhirnya bisa berjodoh berkat perantara tangan dinginnya. . Malangnya, ia mengalami...
TARGET 4
Comenzar desde el principio
