Sementara murid-murid lelaki sibuk bersorak, menyemangati jagoannya masing-masing. Beberapa di antara mereka berjejer di luar jendela kelas. Salah satu murid memasukkan kepalanya ke bawah jendela. Lalu mengangkat kamera ponselnya untuk merekam kejadian di dalam kelas.

"Lo jagoin sapa, Men?" tanya lelaki itu pada kawan di sebelahnya.

"Bae Rona," tanggapnya sembari terkekeh karena ternyata kawannya tidak paham.

"Iya, ya, Bro." Suara lain menyahut. Yang rupanya juga penonton drakor makjang itu. "Jadi berasa nonton anak-anak Hera Palace ngebully Bae Rona," gumam Tarjo.

Bukannya membantu memisahkan pertengkaran itu, ketiganya malah sibuk merekam melalui kamera ponsel. Lalu menggunggahnya bersamaan ke story instagram masing-masing. Tak berminat terlibat dalam perseturuan itu.

Siapa yang berani mencari masalah dengan Lala Mariska Elyana? Putri donatur utama SMA Rising Dream yang selalu mendapatkan apa pun keinginannya.

Siapa pun yang berteman dengan musuh Lala, maka di detik itu juga akan menjadi musuh barunya.

Dan seperti yang sudah-sudah, pertarungan jambak-menjambak itu berakhir setelah guru kelas masuk dan menggiring keduanya ke ruang BK.

***

"Adinda, sekarang kamu minta maaf ke Lala."

Kalimat memojokkan itu menyambut Adinda yang baru datang di ruang BK. Di belakangnya, Lala menyeringai kecil, ia terlihat cukup percaya diri.

"Tadi ada yang memberi tahu saya kalo di kelas kalian -"

"Ibu, kan, belum dengar penjelasan saya." Adinda menyela. "Harusnya ibu juga dengerin cerita kejadian tadi dari versi saya, dong."

"Tapi semua murid di kelas udah memberikan kesaksiannya. Dan mereka mengiyakan kalo itu memang jepit rambutnya Lala."

Sepertinya walau Adinda menjelaskan sampai mulutnya berbusa, guru BK nya itu tetap berpihak pada Lala.

"Ya, siapa bilang itu jepit rambut saya, Bu?" kata Adinda mulai emosi. "Saya juga tahu kalau jepitnya punya Lala. Tapi sekali lagi saya tekankan, bukan saya yang memasukkan jepit rambutnya ke tas saya."

Wanita berkacamata yang memiliki sorot mata tajam itu, tampak sedikit terkejut mendengar Adinda meresponnya dengan nada tinggi.

"Lalu.." Bu Luluk bangkit dari duduknya. "Apa kamu bisa menjelaskan, kenapa jepitnya ada di dalam tasmu?"

Lama-lama Adinda tidak bisa menahan diri. Selama ini ia sudah mencoba bersikap layaknya murid teladan pada umumnya. Waktunya hanya dihabiskan dengan belajar dan belajar. Ia patuh pada aturan. Sebisa mungkin menghindari masalah.

Tapi kenyataannya apa?

Tetap saja yang punya kuasa selalu diperlakukan istimewa.

"Silahkan hukum saya. Toh, ujung-ujungnya juga tetap saya yang disalahkan," ujar Adinda malas memperpanjang. Rasanya ingin segera ke perpustakaan membaca novel atau buku-buku lainnya. 

Bu Luluk menyandarkan satu tangannya ke ujung meja saat menginterogasi Adinda. "Jadi kamu sekarang mengakui, jika memang kamu berniat mengambil jepit rambut itu tanpa seijin pemiliknya?"

Jeda cukup lama. Adinda mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Enggan mengiyakan karena memang dirinya tidak bersalah. Ia ingin menyudahi ketidaknyamanan itu dengan menerima hukuman. Tapi sayangnya, Bu Luluk masih terus memaksanya untuk mengakui kesalahan yang jelas tidak ia perbuat.

"Saya yang masukin jepit itu ke tasnya Adinda, Bu."

Bak malaikat yang datang tiba-tiba, suara renyah sesosok lelaki terdengar memecah keheningan.

LOADING ERRORDonde viven las historias. Descúbrelo ahora