Romeo meremas ponselnya. Matanya melebar ketika mendengar ponselnya berbunyi lagi. Kali ini bukan pesan berisi ulisan seperti sebelumnya. Melainkan foto seseorang yang amat ia kenal dan pemandangan sosok lain mirip penguntit mengacungkan pistol dari kejauhan ke arah orang itu.
"Papa?"
***
Ruangan yang tidak terlalu besar, namun cukup untuk tiga pria kekar berkelompok di sana merencanakan sesuatu. Masing-masing dari mereka sudah siap dengan senjatanya. Dendam adalah alasan satu di antara mereka memimpin rencana sore itu.
Mendegar suara langkah kaki yang mendekat, ketiganya sontak menjamkan telinganya masing-masing. Senjatanya disembunyikan dulu. Dua pria yang berperan sebagai anak buahnya, sepakat untuk menunggu perintah dari bosnya sebelum menyerang target.
"Papa mana?" tanya Romeo tak berbasa-basi sesampainya di ruangan yang menyerupai gudang bekas tempat penyimpanan minyak itu.
"Aku benar-benar tidak habis pikir. Setelah kejadian itu, kamu ternyata masih peduli dengan ayahmu."
Si pria yang dihormati dua pria lainnya, maju mendekati Romeo.
"Dia kurang pintar, Bos. Udah tahu dijadikan kambing hitam sama papanya, tapi masih saja dibela," sahut pria yang mengenakan rompi jeans lusuh.
Mendengar itu, Romeo langsung tidak terima. "Kambing hitam? Heh, liat. Kulit gue ini udah seputih bayclin, masih aja dikatain item."
Tiga pria di depannya melongo.
Sejenak Romeo terdiam dengan ekspresi tak terbaca. Hatinya sebenarnya sakit. Tawa dan keceriaan yang ia perlihatkan selama ini, hanyalah topeng untuk menyembunyikan kepedihannya.
Romeo menyadari statusnya, bahwa dirinya adalah anak dari istri sirih. Yang menyedihkan, meski papanya teramat kejam, Romeo tidak bisa membecinya. Bahkan lelaki itu tak bisa menolak ketika dirinya dijadikan tameng atas kesalahan yang diperbuat papanya.
Semua dilakukannya demi sang mama.
Agar ia bisa memastikan mamanya hidup berkecukupan dan diperlakukan baik oleh papanya.
"Nggak usah buang-buang waktu gue," tukas Romeo setelah berhasil mengatasi rasa sedihnya. "Lo pada ngibulin gue? Papa nggak ada di sini, kan?"
Terdengar tawa menggelegar dari ketiga pria itu. Salah satu di antara mereka terlihat mengeluarkan sesuatu dari saku jaket. "Itu sebabnya kami memanggilmu datang ke sini. Karena sangat sulit menangkap pria brengsek itu."
"Tapi anak muda, kamu tidak perlu berkecil hati." Pria itu menepuk-nepuk kasar pipi Romeo. "Kita bisa memancing papamu. Jika memang dia benar-benar menyayangimu, dia akan datang untuk menolongmu."
Romeo mendengkus. Mengalihkan tatapannya ke arah lain. Ia terlihat marah. Pipinya ditabok-tabok sampai merah. Aset negara, Bro! Jangan sampai bonyok atau lecet sedikit pun.
"Percuma lo telepon bokap gue, nggak bakal diangkat." Romeo berkata sinis melihat pria itu mencoba menelepon papanya. "Harusnya lo culik kakak gue kalo mau dapet untung."
Namun di luar dugaan, sambungan itu terhubung ke ponsel papanya. Suara berat yang menyapa dari ponsel milik si pria membuat Romeo gugup.
Romeo bukannya takut berhadapan dengan pria-pria itu. Melainkan takut menerima kenyataan jika reaksi papanya sama seperti yang lalu.
Tidak mempedulikannya.
"Serahkan surat perjanjian itu jika ingin putramu selamat." Pria itu memerintahkan dua temannya untuk menghadang Romeo yang hendak merebut ponsel miliknya.
"PAH, AKU NGGAK PAPA, PAH! JANGAN DENGERIN DIA. AKU BISA JAGA DIRI," teriak Romeo. Lagi-lagi masih menomorsatukan keselamatan papanya.
Hening. Tak ada respon dari papanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOADING ERROR
RandomEros Perlambang Asmoro, sering dipanggil Cupid Millenial oleh teman-temannya. Sebutlah Mak Comblang versi kekinian. Tak terhitung berapa banyak pasang manusia yang akhirnya bisa berjodoh berkat perantara tangan dinginnya. . Malangnya, ia mengalami...
TARGET 2
Mulai dari awal
