Karena Romeo masih tertahan di tempatnya, Pak Edward memberi kode pada asistennya untuk membawa lelaki itu ke luar.
"Pak, berat," ucap Jacob tanpa bersuara sambil menatap Pak Edward meminta bantuan.
Sebaliknya, Pak Edward hanya membalasnya dengan senyum remeh. Mengira Jacob terlalu lemah dan tidak becus menjalankan tugas sederhana darinya.
"Apa saya bilang kemarin. Buruan ikut gym, biar badan nggak letoy gitu." Pak Edward mendumel pelan, mengedikkan dagunya pada Jacob, memberi kode agar lelaki itu menyingkir.
Sementara Jacob mengamati Pak Edward yang mulai berkeringat saat mencoba menarik lengan Romeo.
"Tuh, kan - " Jacob cepat-cepat mengunci mulutnya ketika Pak Edward memelotinya.
Bahkan tidak seinchi pun Romeo bergeser dari posisinya. Kini Pak Edward di sisi kirinya, Jacob memegangi lengan kanannya. Yang satu menariknya kuat-kuat, sedangkan yang lainnya mendorong tubuhnya ke arah pintu. Berharap kerjasama tim itu membuahkan hasil.
Sampai akhirnya Romeo bosan sendiri.
"Ck, mukanya pada kenceng amat, udah kayak mau beranak," batinnya sambil berdecak.
Lalu tanpa paksaan, Romeo melangkah menuju pintu. "Saya yakin, suatu saat klub ini pasti memohon-mohon pada saya agar kembali ke sini," tegasnya lalu sedikit menunduk untuk berpamitan.
Sebelum menutup pintu ruangan itu, Romeo menarik ujung bibirnya. Mengulas senyum yang sulit diartikan oleh keduanya.
"Saya udah lama ngebatin, Pak. Diliat-liat, sebenernya Mas Romeo itu serem, ya."
Pak Edward hanya diam, namun mengiyakan di dalam hati.
Di antara pemain lainnya, Romeo termasuk gelandang yang jarang mengalami cidera. Bahkan pernah di suatu pertandingan saat striker lawan menendang bola dengan sangat kencang hingga menghantam kepala Romeo, bolanya malah yang jadi korban, langsung kempes.
Lalu bagaimana kondisi Romeo? Jangankan terluka atau lebam, lelaki itu masih berdiri tegak di depan gawang, bak benteng yang tak terkalahkan.
Sebenarnya amat disayangkan jika klubnya kehilangan pemain profesional seperti Romeo. Namun pria itu tidak mau ambil risiko. Mengingat Romeo adalah mantan narapidana, tentu akan menjadi masalah besar jika ia memaksa untuk tetap mempertahankan anak itu.
***
Usai berpamitan pada teman-teman klubnya, Romeo berjalan-jalan mengelilingi stadion yang menjadi rumah keduanya selama empat musim ini. Saat ia berhenti sejenak di lapangan berlatih pemain-pemain muda, tanpa terduga dari sisi kirinya sebuah bola melesat cepat bak meteor.
"AWASSSSS!" teriak suara familiar sambil menunjuk bola yang meluncur ke arah Romeo.
Ya, ia memberi peringatan pada bola itu, bukannya pada Romeo. Melihat bola yang menghantam dahi Romeo seketika mengempes, lelaki itu menggeleng-geleng prihatin.
"Udah gue bilang hati-hati," ucapnya pada bola gepeng yang tergeletak mengenaskan di aspal. "Lo salah target, Bol, Bola.."
Romeo mengangkat bahu sambil tersenyum canggung. "Bola terakhir yang gue kempesin."
Bahkan meski hatinya sedih, nada bicaranya masih terdengar ceria. Ia menepuk sekali bahu kawannya kemudian berlalu ke tempat lain. Seharusnya setelah melewati lapangan bermain pemain muda, Romeo ingin mencicipi salad di pusat kebugaran (gym) milik klubnya. Namun langkahnya tiba-tiba terhenti ketika mendengar nada pesan masuk ponselnya.
From : 0821-1000-xxx
"Nyawa dibayar nyawa. Jika tak ingin nyawa lain menjadi korban, datang ke tempat terakhir sebelum yang benar-benar bersalah membayar perbuatannya."
YOU ARE READING
LOADING ERROR
RandomEros Perlambang Asmoro, sering dipanggil Cupid Millenial oleh teman-temannya. Sebutlah Mak Comblang versi kekinian. Tak terhitung berapa banyak pasang manusia yang akhirnya bisa berjodoh berkat perantara tangan dinginnya. . Malangnya, ia mengalami...
TARGET 2
Start from the beginning
