Chapter 6 - Semacam Kepulangan

2 0 0
                                    


Saat itu senja hari, ketika sekelompok yang lelah berangkat untuk kembali ke istana Mardenholde. Hujannya mulai turun saat masuk siang hari, dan kuda-kuda yang kecapekan berjalan susah-payah di jalan berlumpur yang mereka pijak. Arden, yang memimpin barisan knight dan footmen yang tampak suram, menoleh ke belakang, kepada Tirion dengan khawatir. Tirion melemas di atas pelananya, tidak memperhatikan apapun yang ada disekitarnya. Pundak gagahnya turun lemas dan kepalanya menunduk dalam kesedihan. Hujan deras mengalirkan air di wajah lesunya. Hati Arden hancur, melihat mantan tuan sekaligus pemimpinnya berada dalam kondisi yang seperti itu. Dia terpaksa berpaling. Melihat ke arah istanya, kapten itu melihat para penasehat Tirion berkumpul di gerbang utama untuk menyambut kembalinya tuan mereka.

Tirion merasa tidak baik. Dia sudah diblokir dari kekuatan sang Light. Selama tiga puluh tahun ia mengabdi sebagai seorang Paladin, dia tak pernah bermimpi kalau kekuatan sucinya akan dilucuti dari dirinya. Dia benar-benar merasa kosong di dalam. Berkubang dalam keputusasaan dan kesengsaraan, dia bahkan sampai tak mampu mengangkat pandangannya untuk melihat kampung halamannya.

Arden bergerak perlahan menuju gerbang itu dan turun dari kudanya. Para penasehat, yang melihat keadaan Tirion yang hampir tak sadarkan diri itu, menanyai kapten ada apa.

Arden menyeringai. "Ada beberapa hal yang terjadi," katanya pada mereka nada kasar. Para penasehat itu saling menatap satu sama lain kebingungan.

"Apa maksudmu, Kapten? Dari mana saja kalian berdua selama beberapa hari ini? apa yang terjadi pada tuan kita?" satu dari mereka bertanya dengan penasaran.

Arden menundukkan kepalanya, malu dan sedih. "Tuan Tirion kita telah dinyatakan bersalah atas penghianatannya kepada Aliansi," katanya dengan berat hati. "Sang Pengadil Tinggi telah memerintahkan agar dia diasingkan dari tanah air kita." Para penasehat itu tersentak, terkejut.

"Pasti ini kesalahan. Itu mustahil!" salah satu penasehat itu berkata dengan gemetar. Dia melihat kedalam mata Arden, dan mengetahui dengan jelas kalau dia tidak bohong.

"Tidak mungkin," kata Penasehat dengan kosong. Arden mengangguk tak senang dan membantu Tirion turun dari kudanya.

"Jadi, siapa tuan kita sekarang, Arden? Siapa yang akan memerintah Hearthglen?" penasehat yang lain bertanya. Arden menggelengkan kepalannya dan mengela penuh hinaan, ia menjawab, "Barthilas yang akan menjadi tuan barumu, untuk saat ini." Benar-benar terdengar seperti lelucon yang jelek, pikirnya. Dia merangkulkan tangannya ke Tirion dan mulai menuntunnya ke dalam. "Aku ingin para penjaga tetap siaga malam ini. Tirion harus tetap berada disini ditahan dalam rumah. Besok pagi, aku akan membawa sekelompok footmen dan mengawalnya ke perbatasan. Sampai saat itu, jangan sampai ada yang mengganggu kita. Jelas?" kapten itu meminta dengan suara parau.

Para penasehat yang terkejut itu hanya mengangguk menurutinya begitu saja. Arden menuntun Tirion kedalam berlindung dari hujan dan mengantarnya menuju ke ruang pribadinya, berharap dia tidak akan menemui Karandra sebelum pagi. Sudah tidak yang pertama kalinya, dia bertanya-tanya, jika saja ada sesuatu yang bisa dia lakukan untuk mencegah terjadinya semua in..

...

Arden menyandarkan Tirion pada tembok di luar ruangan pribadinya lalu membuka pintunya.

"Terimakasih atas bantuanmu, Arden. Telah menjadi... masa-masa yang sangat sulit. Aku hanya ingin kau mengerti kalau dirimu telah menjadi teman yang baik bagiku. Aku meminta maaf atas semua yang telah terjadi ini," kata mantan Paladin itu.

Arden mengangguk dan berbelik pergi dengan pelan. "Jika ada sesuatu yang kau butuhkan, beritahu aku," kata kapten itu selagi ia pergi.

Tirion melihatnya menjauh dan mendapati dirinya ternyata masih cukup kuat untuk menutup pintu yang ada dibelakangnya dan menjatuhkan dirinya ke sebuah kursi. Dipenuhi dengan emosi, dia mengubur wajahnya dengan kedua tangannya. Tangan dan kakinya tak berhenti gemetar, dan kekosongan yang meronta-ronta di tubuhnya berusaha menelan apa yang tersisa dalam jiwanya. Dia tak bisa menghadap istrinya dan mengatakan padanya tentang apa yang telah dia lakukan. Ironisnya, karena selama bertahun-tahun ini dirnya menolak untuk tidak berbohong padanya, dia sekarang malah tak tahan untuk memberitahu kebenarannya kepada istrinya.

WARCRAFT - OF BLOOD AND HONOR - TERJEMAHAN BAHASA INDONESIA- (Fan Translate)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang