Chapter 13: Persona

73 11 10
                                    

BAB 13 PERSONA

"Tak ada manusia yang mampu menampilkan seraut wajah pada dirinya,

dan raut wajah lain kepada orang banyak,

dalam waktu yang sedemikia lama, tanpa

berakhir dalam kebingungan menentukan

yang mana wajah aslinya."

(Nathaniel Hawthorne, The Scarlet Letter)

Prang ...

Rin terkejut ketika merasakan seseorang menabrak bahu kirinya yang menyebabkan nampannya jatuh dan menimbulkan suara yang memekakkan telinga. Kantin yang semula riuh mendadak menjadi sepi. Pusat perhatian semua orang menuju sumber suara. Rin hanya menatap pasrah pada nampan makan siangnya yang terbalik dengan sempurna. Bahkan kulit ayam tambahan yang ia dapatkan dari ibu kantin tergeletak tidak berdaya di lantai dan juga di atas pangkuan seorang gadis yang menabraknya.

Manik biru kelabu itu menatap lurus. Ia memperhatikan gelagat dari gadis entah bernama siapa di hadapannya yang masih bergeming. Perlahan Rin berjongkok. Gadis itu beringsut menjauhi Rin tanpa mau menatapnya. Rin maju selangkah mendekatinya tetapi gadis itu kembali beringsut menjauh. Kedua tangan gadis itu terkepal menggenggam erat ujung dress biru yang digunakannya.

"Kamu tidak apa?" tanya Rin dengan suara datar khas miliknya. Rin merasakan kejanggalan dari gadis itu, dengan keringat sebanyak itu tidaklah normal ketika cuaca sedang memperlihatkan kilatan-kilatan akibat awan hitam yang membuang elektronnya ke bumi.

Bukannya menjawab, gadis itu malah bergegas berdiri kemudian berlari meninggalkan Rin yang masih mencerna apa yang sedang terjadi dengan gadis itu. Rin yang ditinggalkan hanya melongo memperhatikan punggung itu hingga menghilang di balik pintu kantin.

"Jangan diambil hati, dia memang seperti itu," ucap Priskila ketika melewati Rin yang terpaku.

Rin menatap Priskila yang beranjak mendekati meja. Setelah mengambil nampannya yang menyedihkan, Rin menuju salah satu tempat yang dikhususkan untuk meletakkan nampan kotor. Mengambil makan siang yang baru tanpa tambahan kulit ayam dan bergabung di meja teman-temannya. Pupus sudah harapannya bisa menikmati kulit ayam krispi kesukaannya.

"Menurut kalian mengapa kita harus membawa sendok dan garpu masing-masing? Apakah pihak asrama tidak mampu menyediakan alat makan?" celetuk Tata sambil menyiapkan makanannya.

Teman-temannya yang sudah bersiap menyuapkan makanan serentak berhenti. Ikut berpikir. Walaupun mereka mencoba mencari tahu, tetapi tidak menemukan jawaban yang tepat dan logis. Pada akhirnya tak satu pun memberikan jawaban dari pertanyaan yang diajukan asal oleh Tata. Melihat ekspresi teman-temannya, Tata tersenyum.

"Kalian tahu? Kita sudah memecahkan banyak teka-teki semenjak kita sampai di sini. Tetapi, kita tidak tahu alasan dari satu hal sederhana yang setiap hari kita lakukan," ucapnya kemudian menyuapkan satu sendok penuh nasi karinya.

Semuanya yang berada di meja itu mengangguk setuju. Terkecuali Rin yang tidak menanggapi.

"Terkadang hal sederhana akan mudah terlewatkan, manusia cenderung terobsesi dengan sesuatu yang besar. Sepertinya tidak keren saja memikirkan masalah kecil ketika ada masalah yang lebih besar." Ranita mencoba menyampaikan pikirannya.

"Well, otakku memang tidak diprogram untuk hal sederhana seperti itu," celetuk Rin. Gadis itu memang berpikir tidak ada alasan khusus hal itu diterapkan. Mungkin bisa itu menjadi salah satu strategi pihak asrama untuk menghemat pengeluaran. Secara sendok dan garpu adalah benda yang yang paling rentan untuk hilang. Bahkan waktu yang dibutuhkan untuk mengurangi jumlah sendok dalam satu lusin, lebih cepat dibandingan dengan waktu yang dibutuhkan untuk menunggu padi siap dipanen. Jika dalam sehari pihak asrama harus mengganti sendok dan garpu yang hilang, berapa rupiah biaya yang diperlukan.

Asrama 300 DCDonde viven las historias. Descúbrelo ahora