Prolog

327 36 14
                                    

Hai! Kamu yang mendapakan amplop ini, silakan datang ke Asrama 300 DC pada tanggal 1 Februari 2021

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hai! Kamu yang mendapakan amplop ini, silakan datang ke Asrama 300 DC pada tanggal 1 Februari 2021. Kamu berkesempatan menyelesaikan misi yang sudah disiapkan oleh para pembina.

TANTANG DIRIMU UNTUK BERGABUNG MENYELESAIKAN MISI!

Tata melipat kertas lusuh di tangannya lalu memasukan kembali pada amplop merah jambu yang diambilnya dari dalam tas. Hal itu sudah ia lakukan berkali kali sejak hari pertama ia menerimanya. Minggu lalu ia menemukan surat tersebut ditempel di depan pintu loker saat pulang sekolah. Gadis polos itu sempat kebingungan di awal.

Bukankah hari valentine masih dua minggu lagi?

Tata bukan seorang yang banyak menerima surat atau ajakan kencan pada hari kasih sayang. Namun, melihat amplop merah muda dengan hiasan setangkai bunga amaranth berwarna ungu di bagian luar, membuatnya berpikir itu dari seorang penggemar rahasia yang selama ini diam-diam memperhatikannya. Terlalu percaya diri memang.

Setelah dibuka, rupanya berisi undangan untuk masuk ke sebuah asrama yang belum pernah ia dengar selama ini. Asrama 300 DC. Terasa sangat asing bagi Tata, atau memang ia saja yang tidak pernah tahu dunia luar. Maklum saja, Prahita Liora termasuk golongan anak biasa yang memiliki kehidupan monoton yakni belajar dan pergi ke sekolah.

Tata hampir tidak pernah pergi main seperti teman sebayanya, di mana usia belia yang gemar menikmati euforia kemerlap dunia remaja. Gadis tujuh belas tahun itu lebih suka menghabiskan akhir pekan dengan bergelung di balik selimut, atau begadang semalaman untuk membaca buku. Terlalu membosankan.

Namun, kini ia ditantang untuk menyelesaikan sebuah misi di dalam sebuah asrama yang bahkan ia sendiri tidak tahu di mana. Gadis itu terus memperhatikan surat di tangannya. Tererdapat lambang sekolah di bagian pojok kanan atas amplop yang berarti asrama itu milik yayasan pendidikan tempat ia menimba ilmu. Namun, sejak kapan sekolah memiliki asrama, dan mengapa baru sekarang ia ditawari untuk tinggal di sana?

Tentu saja hal itu membuat Tata sangat penasaran. Ia sudah bertanya pada beberapa guru mengenai keberadaan asrama tersebut. Namun, jawaban mereka sama. "Kamu mendapatkan undangan itu? Tolong, rahasiakan hal ini dari teman-temanmu yang lain, Tata."

Gadis berkacamata itu semakin bingung, tetapi juga penasaran di saat yang sama. Ia takut salah dalam mengambil keputusan, tetapi takut menyesal jika melewatkan kesempatan. Selama ini ia lebih suka menyendiri saat di sekolah. Namun, di lubuk hatinya ia ingin sekali mencoba hal baru dalam hidupnya.

Tertulis sebuah petunjuk, jika ia ingin menerima misi itu, maka dirinya akan dituntun menuju pada tahap selanjutnya. Hari ini. Keputusan itu harus diambil hari ini, yaitu awal bulan februari. Ia juga tidak tahu alasannya, mengapa undangan masuk ke asrma diberikan pada pertengahan semester seperti ini. Akan ia cari tahu nanti. Sekarang hal itu tidak penting, yang penting adalah bagaimana keputusan yang akan ia ambil sekarang. Ia menarik napas panjang. Setelah memikirkan dengan matang selama hampir satu minggu, akhirnya ia memilih menerima tantangan itu.

Selain ingin menuntaskan rasa penasarannya akan isi dari Asrama yang dirahasiakan itu, Tata juga ingin sekali dapat keluar dari zona nyaman yang selama ini ia bangun. Memulai kehidupan yang baru sebagai bekal ilmu di masa depannya kelak. Sebab ia sadar, kehidupan tidak melulu soal akademik, tetapi juga bagaimana ia dapat membangun interaksi sosial yang baik.

Maka, Tata memutuskan untuk menarik seutas pita berwarna merah yang diikat pada kertas gulungan di dalam lokernya. Ia bahkan kebingungan sejak kapan benda itu berada di sana, karena tadi pagi ia masih belum melihatnya. Pada surat pertama, ia diminta membuka kertas dengan pita merah jika menerima misi, lalu pita biru jika ia menolak.

Jantungnya berdegup kencang saat perlahan membuka gulungan kertas cokelat yang terlihat lusuh itu. Tangannya agak gemetar, tetapi ia masih bisa mengontrol diri. Bibirnya sedikit terbuka membaca deretan kalimat yang ditulis rapi dengan tinta hitam.

Great choice!
Pulang ke rumah, dan bersiaplah sebelum jam 3 sore. Mobil hitam akan menjemputmu, Tata!

Ia melirik jam di tangannya. Sekarang pukul satu siang. Itu artinya ia hanya memiliki dua jam untuk bersiap. Maka gadis itu bergegas menutup loker, dan berlari untuk pulang ke rumah.

***

"Dasar wanita tidak tahu diri!"

Hal pertama yang ia dengar saat membuka pintu. Suara teriakan sang paman yang sedang mabuk di ruang tengah. Sebuah hal biasa bagi Tata sejak Bibi pergi dari rumah tiga bulan lalu. Pria paruh baya itu tidak terima ditinggalkan oleh istrinya yang lebih memilih laki-laki lain.

Hal ini menjadi salah satu alasan kuat Tata untuk menerima misi di dalam Asrama 300 DC. Setidaknya ia tidak perlu lagi mengunci diri di kamar agar tidak mendengar ocehan sang paman yang mabuk hampir setiap hari. Sedangkan untuk pulang ke rumah orang tuanya menjadi pilihan yang tidak mungkin mengingat jarak dari rumah ke sekolah harus melintasi dua perbatasn kota.

Gadis berambut sebahu itu mempercepat langkah, menuju kamar. Mengabaikan ocehan tidak jelas pamannya yang terus meracau, meratapi penyesalan akan kehilangan sang istri yang kini dirindukan. Ia memilih abai pada urusan perasaan pria empat puluh tahun itu, mengingat kebiasaannya yang selalu meninggalkan sang istri selama mereka masih bersama.

Buru-buru Tata mengemas pakaian pada tas besar yang dibawanya dari rumah saat pertama kali datang ke sini. Ia mengambil beberapa barang seperlunya kemudian bersiap untuk pergi. Sekali lagi, ia menghela napas akan keputusan yang hendak ia ambil sekarang. Semoga semua baik-baik aja.

Berjalan pelan keluar kamar. Melirik sekilas pada paman yang memejamkan mata di atas sofa. Dalam hati meminta maaf, karena ia harus pergi di saat pria itu sendiri tengah dilanda patah hati ditinggal orang tercintanya.

Ia merasa tidak perlu berpamitan secara langsung, mengingat pamannya adalah orang yang cuek dan tidak peduli pada sekitar. Bahkan ia tidak yakin jika selama ini pria itu menganggapnya ada meski mereka sudah lebih dari satu tahun tinggal di atap yang sama. Sepucuk surat yang ia tinggalkan di atas meja belajar dirasa cukup untuk membuat adik dari ayahnya itu mengerti bahwa dirinya tidak nyaman tinggal di sini, dengan pria itu yang kerjanya hanya mabuk setiap hari.

Tata menggigit bibir bawah saat berdiri di depan pagar putih berkarat, rumah pamannya. Gadis itu berpegang erat pada ransel untuk menyembunyikan rasa gugup sambil menunggu mobil hitam yang dikatakan akan menjemputnya. Ia menebak nebak, tempat seperti apa Asrama 300 DC itu? Siapakah orang-orang yang akan tinggal bersamanya? Lalu, misi apa yang harus ia jalankan untuk dapat tetap tinggal di sana?

Tbc ...

Author: rizkitaramadan

Asrama 300 DCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang