6 | k o s m o s

3 1 0
                                    

Saat wajah itu berubah merah merona, 
detak yang menciptakan irama tidak beraturan,
sudah dapat diterka, 
ada sesuatu yang tumbuh mengharapkan mekar lalu dimiliki

___________________________________________________

Meski raga terikat disuatu tempat, tidak urung pandangan berkeliaran mencari sosok yang sudah membawanya kemari dan enggan untuk pergi.  Sang pengirim pesan rupanya tidak berani untuk menampakkan wajahnya, haruskah ia memulainya melalui pesan perantara agar sedikit akrab?  Sekelebat siluet berjalan ke sana ke mari, entah sedang mengambil sesuatu ataukah hanya modus agar bisa melihatnya.  Rayyan menarik sudut bibirnya.

Ia sadari saat ini dirinya tidak fokus berbincang dengan Andini-senior di tempat kerjanya.  Mulutnya bergerak menjawab tapi perhatiannya tertuju pada hal lain, membuat perbincangan tidak terucap sesuai jalannya.

"Jadi, apa yang kamu lihat?"

"Itu perempuan di dap-" detik disaat Rayyan menyadari mulutnya tengah meracau asal, pria itu langsung menghentikkan ucapannya bersamaan dengan mata sipit yang dipaksa membulat lantaran terkejut.

"Maaf kak,  semoga cepet sembuh.  Rayyan minta maaf udah buat Kak Andin  jadi... begini,"  cicit Rayyan lalu menundukkan kepalanya tanda menyesal.

"Kecelakaan gak ada yang tahu,  ambil pelajaran sebagai perbaikan agar lebih berhati-hati selanjutnya."  Ujar Andini dibalas dengan anggukan dari Rayyan.

"Kalau gitu Rayyan pamit,"

Tubuhnya beranjak pelan,  mencuri-curi pandang ke arah dapur di mana adik dari rekan kerjanya bersembunyi malu.  Meski dirinya terlihat melongokan kepala tuk mencari sosok wanita,  akhirnya Rayyan menyerah segera pulang dengan perasaan sedikit kecewa karena tidak bisa melihat walaupun hanya sedetik. 

Rayyan berjalan sambil menggulung kemeja panjangnya,  ia merogoh saku mengambil kunci motornya.  Baru saja tangannya terangkat untuk memakai helm, pergerakannya terhenti merasa terganggu seperti ada yang mengintainya.  Rayyan melirik perlahan ke samping,  akhirnya ia dapat melihat perempuan yang ia maksud.  Bersembunyi di balik pintu menatapnya dengan mata yang sebelahnya lagi terhalang pintu,  terlihat seram tapi membuatnya tambah penasaran.  Ia belum mengetahui namanya.

Sedikit ide terlintas di kepalanya,  buru-buru ia mengeluarkan benda pipih di balik jaketnya.  Membuka kunci dengan cepat lantas beralih pada roomchat yang belum ia jawab pesannya.  Jarinya bergerak cepat di atas layar,  terlihat berfikir keras saat apa yang dia ketik kembali di hapus dan lagi-lagi di hapus.  Terlalu kaku, terlalu formal,  terlalu lebay,  terlalu jutek,  terlalu...

Rayyan mendengus kecil merasa kesal saat semua yang ia ketik terasa tidak sesuai saat ia baca kembali.  Akhirnya pria itu memutuskan untuk menjawab...

~~~

Saat suara deru motor semakin kabur didengar olehnya,  saat itu juga hatinya sedikit kecewa.  Ia tidak cukup memiliki keberanian untuk menampakkan wajah dan menyapa,  bahkan saat kemarin malam ia mengirimi pesan,  hatinya seakan teriris melihat centang dua abu berubah menjadi centang dua biru,  namun tak kunjung ada balasan.

Putus asa adalah temannya,  ketika sesuatu yang ia inginkan tidak mampu ia dapatkan harus cara apa lagi agar keinginan itu dapat ia genggam?  Apa yang ia genggam erat,  akan semakin mudah lolos dari genggamannya.  Seperti saat ini,  ketika yang tersisa hanya jejak,  tapi sang pemilik jejak belum tentu akan kembali untuk membawanya melengkapi jejak-jejak di setiap jalan.

Nada pesan yang menimbulkan getar di dalam sakunya,  menyudahi kekesalannya dan beralih pada layar ponsel yang kini sudah menyala,  menampakkan sebuah nama yang sudah ia tunggu kemarin malam.  Sekarang nama itu terpampang jelas di layar ponselnya,  membalas salamnya dan mengetikkan kata yang membuatnya melayang. 

Kak Rayyan :
Waalaikumsalam
Saya datang ke rumah bukan sekedar untuk menjenguk Kak Andin,  saya punya niat baik buat kenalan secara langsung sama kamu.  Tapi mungkin sebaiknya kita kenalan di sini dulu biar kamu bisa jawab pertanyaan saya.

Api sudah menjalar membakar tali sumbu,  lebih dulu menghitung detik tanpa memberitahu apapun petunjuk.  Tali yang sedikit demi sedikit berubah menjadi hitam,  telah menguji kesabarannya untuk setia menunggu bom waktu meledak.  Dan ledakan itu terjadi saat ini,  tepat pukul 12 siang,  ia bisa merasakan ledakan bahagia. 

Rasanya sekarang Feby sedang terbang tanpa sayap.  Ia begitu senang sampai tanganya bergetar tanpa sebab.  Membuatnya kewalahan menghadapai gejolak cinta yang meningkat mencapai sumbu teratas.  Detik jam telah berputar beberapa kali,  tapi tangannya tidak menunjukkan pergerakan lantaran  ribuan alfabet di otaknya tidak mau tersusun menjadi satu kalimat.

Biarlah kini waktu yang menggerakkan segala kisah cinta Feby.  Perempuan itu tidak lepas pandangannya dari layar ponsel yang sudah ia genggam,  tarikan disudut bibirnya sudah beberapa kali terukir saat pesan yang ia kirim mendapat balas kilat dari seberang sana. 

___________________________________________________

Kali ini ceritanya sedikit pendek,  suka part ini??? Pengen tau cast untu Rayyan dan Feby?  Punya referensi bisa tulis kolom komen :)

See you next chapter ♡♡♡

M I K R O K O S M O SKde žijí příběhy. Začni objevovat