1 | k o s m o s

18 1 0
                                    

Dulu, aku pernah gagal mencintai seseorang. Terpaksa harus berhenti. Karena satu hal.
Tidak secantik yang ia minta.

___________________________________________________

Bukan salahnya jika ia jatuh cinta pada sosok lelaki yang sering dipuja oleh siswi di sekolahnya. Cowok dengan paras sempurna, istilahnya meskipun tidur dalam keadaan mulut ternganga-pun ketampanannya tidak hilang sepersen pun, juga lekuk tubuh yang telah lama diidamkan oleh para cewek genit tak pandang usia.

Tapi tenang saja, dirinya masih bisa berkaca diri untuk memantaskan apakah ia cocok untuk bersanding dengan cowok idamannya itu. Hasilnya tidak! Lagipula rasanya mustahil cowok pujaan cewek sekolah bisa jatuh cinta padanya.

Tepat saat langit sore melukis warna jingga sedikit demi sedikit mulai menghilangkan warnanya, diraup paksa oleh gelapnya malam menebar kesepian penuh misteri di dalamnya. Gadis muda berusia 17 tahun bernama Feby Komala Sari terus merengek tidak terima mendengar berita bahwa lelaki idaman di sekolahnya sudah menggaet wanita lain. Gadis itu mengangkat kepalanya, mencoba membuka mata selebar-lebarnya untuk kembali memastikan apakah berita itu benar adanya atau tidak.

Kata demi kata yang ia ejah terasa sesak di dada penuh dengan rasa tidak terima. Tubuhnya seketika menjadi lemas tanpa gairah hidup, tanpa melihat lawan di depan, Feby langsung menjatuhkan kepalanya di atas meja belajar yang sedikit diterangi lampu belajar.

"Hhhh kenapa harus suka sama orang yang jelas-jelas gak kenal dan gak tau gimana perasaan aku ke dia,"

Ini bukan yang pertama kalinya, perasaannya hanyalah sebuah rasa yang tidak patut untuk diketahui oleh sang pemilik nama yang selalu Feby puja. Andaikan saja ia bisa diberikan satu lelaki yang bisa menemani hari suram dan dapat membuatnya tersenyum sepanjang hari. Begitu beruntungnya Feby.

BUK!

Suara bising dari luar kamarnya terus menerus hadir menyapa pendengaran, dengan alis berkerut penuh rasa penasaran Feby beranjak dari duduknya, mengintip suasana melalui pintu kamar yang ia buka sedikit, Feby melongokan kepala. Jantungnya terlonjak kaget melihat ibunya yang masih mengenakan mukena putih nyaris seperti hantu melewat begitu tergesa menuju pintu depan.

Feby semakin mengerutkan kening, semakin bertambah beberapa rasa keheranan di dalam pikirannya. Raut wajah ibunya tampak khawatir sekaligus terkejut, saat pintu rumah terbuka mengayun ke dalam bersamaan dengan satu langkah kakinya maju ke depan, jantungnya kembali memompa cepat melihat beberapa orang memasuki rumah dengan paksa, penuh dengan wajah-wajah shock. Ada apa ini? Batinnya.

"Astaghfirullah, bawa langsung ke kamar." Pekikan ibunya menyadarkan diri spontan menghentakkan kaki berlari menyamakan langkahnya bersama beberapa orang yang sedang menggendong kakak perempuannya. Sensor tubuhnya bergerak cepat, tangannya secepat kilat membuka pintu kamar kakaknya, setelah memasuki kamar Feby langsung menyingkirkan selimut tebal membaluti kasur lantas menumpukkan beberapa bantal sebagai penyangga kepala kakaknya.

"Hati-hati," ujar Linda ibu Feby dengan nada bergetar.

Bincang demi bincang akhirnya Feby paham musibah apa yang sudah menimpa kakak perempuannya. Sebuah kecelakaan tunggal ketika Andini-kakaknya akan pulang dibonceng bersama teman lelakinya. Seketika mata Feby berubah nyalang menelusuri wajah demi wajah lelaki dengan raut cemas yang begitu kentara. Asa! Feby menemukan mata penuh rasa bersalah, takut dan khawatir.

M I K R O K O S M O STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang