🛡02🛡

1.8K 182 8
                                    

"Abang Aga!" Bocah laki-laki berumur empat tahun tengah berlari menyambut kedatangan Agara. Agara tersenyum manis menggendongnya.

"Halo, adeknya abang." Agara menciumi wajah bungsunya itu.

"Iiih ... Abang!" Bocah kecil itu menjauhkan wajahnya sembari mengerucutkan bibir mungilnya karena kesal. Agara dibuat gemas melihatnya.

"Hahaha, adek abang lucu banget sih." Agara malah mencubit pipi gembul sang adik, membuat si empunya semakin kesal bahkan sekarang matanya sudah memerah menahan tangis, siap meluncurkan cairan bening dari pelupuk matanya.

"Oke-oke ... Adnan, adeknya abang yang paling ganteng, imut ini mau apa sih," tanya Agara menaik turunkan alisnya, Adnan tersenyum lebar menunjukkan gigi mungilnya. Adnan Varasyha Andara merupakan anak bungsu dari keluarga Andara, yang tentu saja kesayangannya Agara juga keluarganya.

"Adan mau coklat sama es-krim banyak-banyak." Adnan membuka tangannya lebar-lebar diselingi tawa gemas Agara.

"Oke, tapi nanti ya belinya. Abangnya istirahat dulu, boleh kan?"

"Gak! Adan maunya sekarang," rengek bocah empat tahun itu.

"Adan sayang, abang Aga-nya capek tuh. Biarin abang Aga istirahat dulu, ya ...," bujuk Liana berjalan menghampiri kedua putranya, sedari tadi ia memperhatikan interaksi keduanya dari dapur.

"Abang Aga janji deh sama Adan, nanti abang Aga beli coklat dan es-krimnya yang banyak buat Adan."

"Janji ya!" Adnan mengacungkan jari kelingkingnya, Agara menautkan jari kelingking miliknya sembari tertawa kecil.

"Abang Aga janji."

"Ya sudah, sana istirahat dulu. Nanti makanannya bunda antarkan."

"Gak usah bunda, Gara nanti mau langsung tidur aja." Liana menganggukkan kepala mengiyakan.

"Jangan lupa bersih-bersih dulu, ya bang. Jangan langsung tidur," peringat Liana, Agara mengiyakan sembari berjalan menjauh menaiki anak tangga.

🛡️🛡️🛡️🛡️

Agara langsung merebahkan tubuhnya ke atas ranjang, selepas mandi. Tubuhnya sangat lelah, bahkan rasanya untuk mengangkat tubuhnya ia sudah tak sanggup lagi. Badannya terasa remuk, padahal dirinya sama sekali tidak melakukan hal-hal yang berat. Akhir-akhir ini tubuhnya seringkali merasa kelelahan, walaupun ia tak melakukan aktivitas apapun. Matanya mulai memberat, tidak terasa dirinya kini sudah berada di alam mimpi.

Agara tersentak dari tidurnya kala tenggorokannya terasa kering, 23:50 tertera pada jam wekernya. Agara turun dari ranjang menuju pintu kamar, membawa tungkainya menuju dapur untuk membasahi tenggorokan.

Selepas ia menghilangkan rasa hausnya, Agara mendengar suara deru mobil dari depan rumah, pintu depan terbuka, menampilkan pria paruh baya yang tidak lain adalah ayahnya, Aditya—Aditya Putra Andara.

"Ayah," lirih Agara refleks, ia masih setia berdiri di sisi meja makan memperhatikan sang ayah. Orang yang ia panggil menolehkan kepalanya dan menatap Agara tak suka. Sebenarnya suara Agara tidaklah keras, hanya ruangan itu sangat sunyi, suara bisikan saja akan terdengar ditelinga.

Aditya berjalan menuju Agara dengan tatapan tajam, Agara memundurkan langkahnya. Jujur saja, saat ini Agara sangat ketakutan melihat raut wajah ayahnya. Sepertinya ada masalah di kantor dan pastinya hari ini dia akan dijadikan pelampiasan lagi.

Agara membalikkan badan, berniat untuk berlari sesegera mungkin ke dalam kamarnya. Mengunci pintu dan berdiam diri di sana. Namun sebelum terlaksana niatnya, Aditya sudah menjambak kuat rambut belakang Agara. Agara yang tidak siap terbanting ke belakang, kepalanya terhantam kuat pada lantai.

Scutum (Sedang Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang