Rasanya agak malu mengakui kalau ia sempat mengagumi Gandhi. Alhasil ia memilih alasan lain yang logis.

Gandhi tergelak pelan. "Ya Allah, Ta. Kenapa bisa begitu? Kamu ini pagi-pagi sudah bikin lawak. Kamu tetap cantik dengan cara apapun. Ayo cepet wudhu, nanti malah nggak jadi subuhan."

Sementara itu, Grahita hanya cengengesan. Ia langsung beranjak dari ranjang dan langsung masuk ke dalam kamar mandi.

Seperti kebanyakan perempuan, Grahita juga lama di dalam kamar mandi. Gandhi yang sudah menunggu sekitar 10 menit pun gusar. Ia bingung, apa saja yang dikerjakan istrinya itu di dalam kamar mandi.

Tak lama berselang, pintu kamar mandi dibuka oleh Grahita.

"Di dalam ngapain aja?" tanya Gandhi pada Grahita yang mengambil mukena yang diletakkan di atas koper. Mereka masih berada di hotel tempat acara semalam. Rencananya mereka akan check out besok.

"Biasalah. Masa aku harus jelasin sih, Ndi?"

Gandhi hanya bergumam oke. Tampaknya memang perempuan itu sedikit ribet dalam hal apapun. Walaupun terlihat simple, namun tetap saja persiapannya lama. Daripada Gandhi bertanya lebih dan memperlambat waktu, laki-laki itu memilih tak bertanya lagi.

Gandhi kemudian berdiri di depan Grahita, bersiap menjadi imam shalat subuh. Mereka berdua lalu melakukan ibadah shalat subuh berjamaah.

*****

"Tadi malam tidur jam berapa, Ndi?" tanya Grahita di sela-sela mereka sarapan di hotel.

"Jam 1 mungkin. Habisnya kamu malah tidur duluan."

Grahita terkekeh pelan. Memang tadi malam ia sangat lelah sehingga sehabis bersih-bersih dan shalat, ia langsung tidur. Ia bahkan tak sadar telah meninggalkan Gandhi yang masih sibuk di ballroom hotel.

"Terus yang nyingkirin bunga-bunga norak itu?"

"Ya akulah." Kembali Grahita tertawa kecil. Semalam ia mengeluhkan hiasan bunga berbentuk hati yang menghias lantai kamar hotelnya. Padahal sebelum acara resepsi, kamar mereka baik-baik saja, namun setelah kembali, tiba-tiba berubah manis ala-ala pengantin baru. Grahita sebenarnya hendak menyingkirkan semua bunganya itu, tetapi keburu mengantuk berat. Namun Gandhi ternyata peka dengan menyingkirkan bunga tersebut setelah lelaki itu kembali ke kamar.

"Nggak lapar makan cuma omelette doang?"

Grahita menggeleng. "Nggak. Emang kamu makannya banyak."

Gandhi langsung berdecak. "Kalau nggak banyak nanti nggak kuat. Udah kebiasaan. Lagipula ini standar kok. Coba kamu makan omelette sarapannya terus lari 10 km siang-siang menjelang dhuhur."

"Nggak mau. Ngapain siang-siang lari," sahut Grahita santai.

Seketika Gandhi mengacak rambut istrinya itu. "Paling bisa kalau disuruh menyahuti, ya."

Grahita langsung mendengus. "Jangan diacak-acak, Ndi. Nanti kusut."

Tangan Grahita sudah merapikan kembali rambut yang diacak oleh Gandhi. Sedangkan Gandhi tersenyum geli menatap Grahita yang kesal. Bahagianya menatap Grahita di pagi hari ini.

"Habis ini mau ngapain?" tanya Gandhi kemudian.

"Nggak tahu, bingung. Orang-orang pasti sudah pulang nanti. Kenapa kita nggak balik aja sih, Ndi? Kenapa harus besok?"

"Mungkin mereka pengen kita istirahat dulu di sini. Lagian setelah acara kemarin, kamu nggak capek?"

"Capek. Pengen berendam di air hangat sambil nyalain lilin aromaterapi," sahut Grahita seraya memotong omelettenya.

Aksara Dan SuaraWhere stories live. Discover now