Can't We Just Stay Like This?

409 34 22
                                    

Naraya Aghista paham betul apa posisinya saat ini. Tidak lebih dari seorang yang tak punya hak untuk merindu, tidak lebih dari seorang yang hanya bisa menunggu sampai bisa bertemu saat yang dirindu mau meluangkan waktu. Hanya sebatas itu.

Meskipun demikian, apa yang membuatnya masih bertahan sampai sekarang? Tentu saja laki-laki itu,  Diranandra Kharisma, yang berhasil membuatnya bertekuk lutut tanpa bisa pergi kemana-mana lagi. Dira selalu punya cara untuk membuat Naraya tersipu dan tersenyum lucu, bahkan saat dia tidak mampu memberikan sesuatu yang pasti.

Tentu saja, Naraya tahu kalau hubungan mereka tidak seharusnya seperti ini. Akan lebih baik bukan kalau mereka bisa resmi menjadi sepasang yang bisa bertemu di manapun saat salah satu dari mereka merindu? Bukan seperti sekarang, saat Dira secara diam-diam berada di dalam kamar kos milik Naraya, dengan satu kotak martabak telur favorit Naraya di hadapan mereka. Entah sampai berapa lama, mereka memang harus bertemu secara rahasia.

"Udah lima hari kita nggak ketemu," ujar Naraya, membuka suaranya setelah meneguk air mineral yang dia ambil dari kulkasnya. Beberapa potong martabak telur sudah ditelannya dari tadi.

Dira mengangguk, "Iya, maaf. Sahira lagi nggak mau ditinggal akhir-akhir ini."

Itulah alasan mengapa hubungan mereka rahasia. Dira sudah ada yang punya. Sahira namanya, gadis paling cantik satu fakultas yang secara resmi telah menjadi kekasihnya beberapa bulan lalu, sedangkan dirinya secara tidak sengaja dipertemukan oleh Naraya dalam suatu kepanitiaan beberapa bulan sebelumnya.

Sebut saja Diranandra brengsek, karena memang begitu kenyataannya. Dia menyayangi Sahira, tentu saja, gadis itu adalah pacarnya, tapi pria itu tidak bisa menampik kalau dirinya menginginkan Naraya.

Bodohnya Naraya, gadis itu mau-mau saja dijadikan pelabuhan sesaat oleh Dira. Tidak bisa menolak juga karena sudah sejak awal bertemu dirinya memang menyimpan rasa, jauh sebelum dia tahu kalau Dira sudah berpunya.

Jadi disebut apa hubungan mereka sekarang? Tidak ada yang tahu, bahkan Nara dan Dira sendiri pun tidak tahu.

Nara hanya bisa menghela nafas, mau cemburu juga tidak bisa karena dia tidak punya hak untuk itu, "Tadi kamu bilang mau kemana?"

"Pulang ke rumah."

"Oh great, dia akan tau kamu nggak di rumah begitu nelpon kakak kamu," cibir Nara, mengkritik alasan klise yang digunakan Dira setiap mau bertemu dengannya.

"Bisa nggak usah bahas itu? Aku kesini mau ketemu kamu," Dira beringsut mendekati Naraya yang sedang bersandar di sofa, melingkarkan lengannya ke perut Naraya dan menarik gadis itu supaya bersandar di dadanya saja.

Dari jarak sedekat ini, Naraya bisa mencium wangi parfum mahal milik Dira, atau sebut saja wangi yang juga ikut mendominasi di setiap sudut kamarnya. Jaket yang tergantung di ujung ruangan, sofa kecil yang mereka duduki sekarang, salah satu bantal di atas kasur dan juga selimut yang tergeletak di atasnya, semuanya wangi parfum Dira. Bahkan beberapa lembar kaos yang secara sengaja ditinggalkan oleh laki-laki itu, masih wangi meskipun telah dicuci. Sampai Naraya bingung apakah ini kamarnya atau kamar milik Diranandra.

"Dir," panggil Nara.

Dira yang sedang menciumi kepala Nara menghentikan kegiatannya, "Hm?"

"Do you love me?"

"Yes I do."

Tidak butuh waktu sampai tiga detik untuk pertanyaan dan jawaban itu terucap.

"Then what are we?"

Untuk kali ini, Dira terdiam. Tangannya mengeratkan pelukan dan memilih untuk kembali mengecupi kepala Nara, tapi gadis itu sudah tidak lagi terbuai. Dia melepaskan diri dari dekapan Dira dan berbalik menatap laki-laki itu nanar.

"Dira, I ask you, what are we?"

Mendengar suara Naraya yang bergetar, Dira menelan ludah, "Naraya."

"Aku capek Dir—" Naraya menutup wajahnya dengan dua tangan, menumpukan seluruh bebannya di sana, "—aku capek jadi selingkuhan kamu."

"Jangan nangis," Dira kembali menarik tubuh Naraya, mendekapnya sampai gadis itu tidak bisa terlepas, kemudian hanya menumpukan kepalanya ke bahu Dira dan menangis di sana.

"Kamu bukan selingkuhan aku, aku kenal kamu lebih dulu daripada Sahira," gumam Dira, tangannya mengelus-elus punggung Naraya.

"Can't we just stay like this, Ra?" lanjutnya, "I need you."

Satu juta kata sialan untuk Diranandra dan segala perlakuan manisnya itu, Naraya kembali luluh. Dia mengangkat wajahnya, menatap laki-laki yang juga sedang memandanginya.

"Promise me you won't hurt me," tegasnya, untuk yang kesekian kali sejak pertama kali mereka memutuskan untuk memulai hubungan terlarang ini.

"I won't."

Dira mendekatkan wajahnya, membuat Naraya menutup mata dan menikmati semua yang terjadi setelahnya.

Entah siapa yang harus disalahkan. Diranandra yang tidak mau melepaskan, Naraya yang enggan melupakan, atau waktu dan kesempatan yang mempertemukan. Setidaknya Naraya masih punya alasan untuk bertahan, yaitu Diranandra yang memang masih ingin mempertahankan.

--

Haiiiii, how was the first chapter? Sebenernya aku udah lama nggak nulis fanfiction dengan genre kaya gini, jadi maaf beribu maaf atas segala kekurangannya but I really hope you enjoyed it

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

Haiiiii, how was the first chapter? Sebenernya aku udah lama nggak nulis fanfiction dengan genre kaya gini, jadi maaf beribu maaf atas segala kekurangannya but I really hope you enjoyed it.

Terima kasih untuk yang sudah ngevote dan juga komen!

080321,
kiwi.

[COMPLETED] NARADIRA | DoyoungOù les histoires vivent. Découvrez maintenant