Jika dirinya menghilang, akankah Cris dapat melupakannya dan mencari kehidupan yang lebih baik tanpa berada di sekitar dirinya yang merupakan pembawa masalah ini??

Dea berjalan perlahan. Ia tidak melihat apapun dan mendengar apapun sekali lagi. Hanya kegelapan yang ada di sekitarnya.

Ngiiingg ....

Dea sudah tidak peduli dengan dengungannya itu. Selangkah demi selangkah terasa semakin berat. Yang ia tahu hanyalah dirinya ingin keluar dari sana. Ia ingin segera sadar dan segera lari dari kenyataan, pergi jauh membawa semua kenangan.

Bersama ayahnya yang sudah menjanjikan akan memulai hidup baru dengan dirinya, walaupun sekarang dirinya yang akan pergi sendiri. Ia ingin segera pergi. Sudah lama ia menantikan dengan bersabar dan tersenyum untuk pergi dari semua masalah.

"Ayah, Dea akan pergi ke sana walaupun sendiri. Dea akan membangun kehidupan baru dengan bahagia. Disana Dea akan mewujudkan mimpi Dea yang sudah Dea tahan sejak lama menunggu ayah untuk pergi bersama. Dea janji akan bahagia, melupakan masa lalu dan memulai hidup awalan yang baru menanti Dea."

Dea terus melangkah, kakinya semakin berat seperti tenggelam ke dalam lumpur kegelapan itu. Ingatan yang tadinya masih berputar redup langsung lenyap seketika menyisakan kegelapan gulita.

Dirinya melihat sebuah cahaya kecil. Ia sekarang tau tujuannya dan pergi ke cahaya itu. Tubuhnya gemetar menahan kantuk yang menyerangnya di saat seperti ini. Ia ingin keluar dari kegelapan itu.

Dea benci tempat gelap dan tidak dapat melihat apapun. Cahaya itu mulai pergi melayang sementara Dea mencoba mendekatinya. Dirinya merasa jangan sampai ia menjauhi cahaya itu.

"Semuanya akan baik-baik saja," ucapnya dengan yakin.

DEA

Ngiiingg ....

Dea membuka matanya perlahan, ia melihat sekeliling dengan pandangan yang buram. Dea merasakan rasa sakit yang menyerang di kepalanya. Tubuhnya terasa nyeri di sekujur tubuh. Ia menyentuh wajahnya yang terasa basah karena air matanya.

"Ha--halo?" Dea sedikit linglung dengan keadaannya. Ia tidak melihat siapapun. Dirinya berusaha bangun dan bergerak. Ia merasakan rasa sakit yang luar biasa di sekujur tubuhnya terutama telinganya. Ia tidak mendengar apapun.

"Gue kayak abis mimpi panjang banget. Aduh ..., Kepala gue pusing."

Dea menenangkan pikiran dan pernapasannya. Setelah sadar dan dapat mengendalikan tubuhnya, Dea mencoba turun dari ranjang.

Ia mencabut semua alat yang ada pada tubuhnya. Setelah dicabut keluar cairan merah segar yang mengucur di kulitnya, namun dengan cepat Dea membersihkannya dengan bajunya.

Dirinya mulai melangkah, tetapi tubuhnya terasa sangat lemah sampai akhirnya tidak bisa berdiri dan ia kehilangan keseimbangan.

Dea terdiam. Ia mulai bangun perlahan dan melihat sebuah kursi roda yang tersimpan di dalam lemari.

Ia tidak ingin berada di rumah sakit. Dea merasa mual melihat darah sejak kecil karena mimpi buruk yang selalu menghantuinya dari dulu.

Ia mencapai kursi roda dengan menyeret tubuhnya. Sepertinya hari ini sangat sepi karena ia tidak mendengar apapun. Dea mengintip keluar jendela dan melihat bahwa langit sudah malam.

Dirinya mulai keluar kamar dengan kursi roda, ia tidak melihat siapapun selain beberapa pasien yang berlalu-lalang di lorong. Melihat tidak ada tanda dari dokter dan perawat yang memperhatikannya, Dea dengan cepat menggerakkan kursi rodanya. Ia menutupi wajahnya dengan topi yang ia yakini milik Cris saat tadi dia temukan di meja samping ranjangnya.

DEA ✓ (WM) TERBITWhere stories live. Discover now