10 | Badai yang Membawamu Padaku

4.1K 895 845
                                    

Empat jam lalu, langkah Raja masih menapak selasar dengan tenang. Cowok itu pamit keluar kelas untuk mencuci muka saat semua terasa membosankan. Namun, semua berubah saat ia melihat punggung yang dikenalnya dari kejauhan. Untuk itu ia menunda sejenak niatnya dan beralih mengikuti Gara, karena ternyata anak itu tidak melangkah sendirian. Ada satu orang yang diam-diam mengikuti di belakang, dan anak itu tidak sadar.

Sampai akhirnya ia melihat sendiri bagaimana murid laki-laki dengan ujung seragam mencuat keluar itu sengaja menutup pintu dan menguncinya dari luar. Di detik itu juga amarah Raja terbakar, terlebih saat ia melihat anak laki-laki itu berlari meninggalkan tanpa pertanggungjawaban. Namun, niat Raja untuk mengejarnya harus tertahan. Ada yang lebih penting yang harus ia lakukan. Ada Gara yang harus ia selamatkan.

Ternyata benar. Saat pintu kayu itu ia terjang, yang ia temukan pertama kali adalah bagaimana adiknya terlihat kepayahan. Emosi yang Raja simpan di dadanya pun menguar, panik membuat cowok itu kehilangan akal. Kehadiran Laksa di sana bahkan menjadi seperti api yang membuat amarahnya berkobar. Ia benci orang-orang yang berada di dekat Gara dan membuatnya kesakitan. Ia benci Laksa, juga si bocah sialan yang nanti pasti akan Raja beri pelajaran.

Untuk itu, pulang sekolah, setelah memastikan Gara pergi bersama Pak Adi dengan aman, ia kembali membelah lalu-lalang murid di sepanjang selasar untuk menemukan satu orang. Tanpa mengatakan apa-apa, Raja menyeret murid bernama Jerry itu keluar, menyingkir dari keramaian untuk kemudian memberi anak itu tiga kali pukulan. Dua di perut dan satu di rahang sebelah kanan. Sebelum akhirnya ia mendorong tubuh anak itu ke tanah dan menekan dadanya dengan ujung sepatu yang ia kenakan.

"Lo pernah denger berita tentang kapten tim futsal SMP Permata yang hampir mati gara-gara dipukulin dan pelakunya sempet nyaris dipenjara?" Saat itu Raja bertanya di sela-sela usaha Jerry melepaskan diri. Namun, alih-alih berhenti, ia justru menekan tubuh anak itu semakin dalam, membuatnya merintih dan setelahnya menjawab perlahan.

"Kenapa emangnya? Lo mau ngikutin jejak si anak berandal itu sekarang?"

Sudut bibir Raja terangkat samar, tetapi tangannya mengepal. Ia mencondongkan badannya lebih rendah, menatap Jerry yang masih berusaha melawan meski tatapannya ketakutan.

"Enggak. Gue cuma mau kasih tau kalau anak berandal yang pernah nyaris masuk penjara itu ada di depan lo sekarang. Kalau dulu aja gue berani ngehajar orang sampai nyaris masuk penjara, sekarang gue bahkan siap matiin orang dan terima apa pun risikonya. Jadi kalau lo masih berani deketin adek gue, lebih parahnya lagi sampai coba celakain dia, gue bisa pastiin habis itu lo cuma tinggal nama."

Kemudian Raja mengangkat kakinya dari dada Jerry dan meninggalkan anak itu begitu saja. Ia sudah cukup puas dengan melihat anak itu ketakutan dan tak lagi memberi perlawanan apa-apa. Karena jika itu untuk Gara, ia benar-benar siap mempertaruhkan apa saja.

Sekarang, yang cowok itu lakukan hanya duduk atas di karpet kamar Gara. Sembari memainkan game di ponsel dan sesekali melirik adiknya yang dari tadi sudah mengusirnya dari sana sejak merasa baik-baik saja.

"Apa lihat-lihat? Baru nyadar kalau Abang lo ini ganteng banget?" tanya Raja saat menyadari tatapan Gara. Tetapi anak itu hanya menghela napas keras kemudian memalingkan muka.

"Lo beneran nggak mau keluar?"

"Nanti gue keluar. Sekarang nikmatin aja moment-moment selama gue di sini. Atau lo mau gue telepon Mama, biar dia yang nemenin lo?"

"Lo kasih tau Mama, gue patahin tangan lo."

Ah, benar juga. Raja hampir lupa kalau adiknya adalah pemegang sabuk hitam taekwondo sejak dari Sekolah Menengah Pertama, sebelum kecelakaan besar itu membuatnya berhenti dan seolah melupakan semua.

Sebelum Senja Tenggelam Where stories live. Discover now