2 | Ini Baru Namanya Hidup!

5.3K 1.1K 625
                                    

Jerit bel tanda istirahat adalah petaka untuk Gara yang selalu membenci keramaian lebih dari segalanya. Ia benci mendengar gaduh dari teriakan gadis-gadis di sana. Ia juga benci nyaring langkah kaki yang menyeruak di sekitarnya. Terakhir, ia benci manusia-manusia bermuka dua yang akan mendatanginya dengan tawa, mengulurkan tangan untuk menariknya pergi bersama, tetapi di belakang akan menjatuhkannya sedemikian rupa.

Cowok itu baru selesai menancapkan earphone ke kedua telinga saat dua orang siswa dengan ujung seragam dikeluarkan itu datang ke mejanya. Jerry dan Leon, orang-orang yang sejak awal selalu mengajaknya berteman, mengatakan bahwa bersama mereka Gara tidak akan kesepian. Mereka juga siap memberikan apa pun yang Gara inginkan.

Memuakkan. Karena Gara tahu anak-anak itu tidak pernah tulus ingin berteman. Semua tidak lepas dari status Gara sebagai adik seorang Raja. Laki-laki paling menonjol di sekolah, yang tidak akan segan menghajar siapa pun orang yang membuat adiknya susah.

"Kantin, yuk, Gar! Nyokap gue baru dapet warisan, jadi sekarang duit jajan gue nambah. Lo mau makan apa aja hari ini terserah, gue yang bayar." Tahu-tahu manusia dengan nama yang selalu mengingatkan Gara pada karakter tikus kecil nakal itu sudah duduk di mejanya.

"Gue nggak tertarik," jawab Gara tanpa minat. Cowok itu justru sibuk menggulir playlist lagunya, mencari judul yang ia suka. Tapi sepertinya Jerry juga tidak menyerah begitu saja.

"Katanya di kantin ada menu baru. Ala-ala sekolah di Korea gitu. Jadi kalau kita beli satu paket, udah dapet nasi, sayur, lauk, minum, sekaligus cemilannya. Lo nggak mau nyoba?"

"Gue nggak suka sayur."

"Kalau gitu nasi sama lauknya aja. Gue yang bilangin, deh, ntar."

"Gue nggak makan nasi."

"Hah?"

Di detik itu Gara mengangkat wajah dan mencabut earphone dari telinga, urung memutar musik yang ia suka. Suara Jerry terus mengusik dan membuat ia kehilangan fokusnya. Sekarang ia jadi tidak berminat melakukan apa-apa.

"Kalau nggak makan nasi, terus lo makan apa?"

"Gue vampir. Minumnya darah." Kemudian Gara bangkit dengan kasar hingga kursi yang semula ia duduki terdorong ke belakang. Tetapi sebelum ia sempat melangkah, Leon yang dari tadi diam segera menghadangnya di depan.

Dari rematan tangannya, Gara tahu cowok itu geram. Tapi ia masih mencoba tersenyum dan menepuk pelan pundak Gara.

"Kita cuma mau temenan sama lo, Gar. Nggak ada maksud apa-apa. Tapi sorry kalau sikap kita bikin lo nggak nyaman. Habisnya lo susah banget diajak komunikasi sama orang. Mau nggak mau, ya, kita yang usaha bikin lo membaur."

Seketika Gara mendecih dan menepis tangan Leon dari pundaknya. Memutarnya terlalu kuat sampai anak itu memekik keras.

"Aw, aw, aw! Gila lo! Mau bikin tangan gue patah?"

"Itu bukti kalau gue bisa bela diri, tanpa bantuan orang lain. Gue nggak butuh temen. Jadi lo berdua nggak perlu repot-repot temenan sama gue." Kemudian ia maju, hanya untuk membisikkan kalimatnya hingga Leon membeku.

"Gue tau lo berdua deketin gue biar dapet backingan dari Raja tiap ikut tawuran, kan? Lo mau manfaatin Raja lewat gue. Tapi lo juga harus tau, kakak gue nggak sebego itu. Kalau dia tau adeknya dimanfaatin, gue yakin dia nggak akan ragu patahin tangan orang." Kalimat itu berakhir dengan seringaian dan setelahnya Gara bergegas keluar. Mengabaikan decih kasar Jerry yang sepertinya mulai kesal.

Sebelum Senja Tenggelam Where stories live. Discover now