3.2 Strategi Penunjang Modul

110 32 1
                                    

Sepandai-pandainya kau menyembunyikan sesuatu, pada akhirnya semua akan terbongkar dalam kurun waktu yang ditentukan.
.

.

.

Sila berspekulasi ....


"Gusti, Jamal! Pastikan alat komunikasinya berfungsi! Zeline Brian call 911 sekarang! Dora gimana persiapannya?" perintah Rinjani.

Dora memberikan enam buah anting kecil. "Nih Rin gue bawa alat yang diperlukan."

"Gue juga udah menyambung nirkabel jarak jauhnya, Rin." Jamal menyahut diikuti anggukan Gusti.

Rinjani mengangguk mantap. "Bagus, masing-masing satu!"

"Btw jangan dihilangkan dong! Gue belinya di luar negeri soalnya," protes Dora.

Rinjani mengiyakan. "Aman!"

Dengan percaya diri yang tinggi, tatapan Rinjani fokus ke depan seraya membusungkan dada. Begitu juga para rekannya. Hal itu tentu saja mengalihkan pandangan mahasiswa yang berlalu lalang. Pengelihatan mereka terpaku pada satu arah. Seketika para mahasiswa yang menghalangi jalan mereka langsung menepi dan sesekali bertanya-tanya dalam hati. Terlebih lagi lirikan Rinjani seperti gunung berapi.

Bagaimana tidak? Setelah meriuhkan artikel dengan judul skripsi yang tak masuk akal, mendadak Rinjani beserta rekannya ramai-ramai menuju ruang sekre. Malahan ada juga beberapa mahasiswa yang mencatat momen ini sebagai bahan gosip terhangat. Juga beberapa jurnalis coba-coba mewawancarai mereka. Namun niatnya terhenti setelah mendapati wajah Rinjani membara bak luapan magma.

Di pertigaan koridor Brian dan Zeline pamit memisahkan diri. Mereka berdua diberi misi khusus oleh Rinjani. Sebelum kedua raga itu menghilang, Dora menghentikan langkahnya.

"Yan, Lin semoga berhasil!"

"Kalian juga," jawab mereka serempak.

Rinjani menghela napas panjang, dia membiarkan ketiga temannya mendahuluinya. Sejujurnya ini kali pertamanya ia berurusan dengan hukum. Entah bukti yang didapat cukup kuat atau tidak dirinya tetap saja bimbang. Tangannya bergetar, jantungnya berdebar kencang, dan jauh dalam hati gadis itu terlihat gundah. Dia sangat takut. Takut jika rencananya tidak sesuai harapan.

"Jani," panggil Brian lemah lembut.

Rinjani terserentak, dia buru-buru mengganti mimik wajahnya dengan berpura-pura tegar. "Lo belum berangkat, Yan?"

"Bagaimana bisa beranjak kalau melihat senjaku berselimut kelabu."

"Gue takut Yan ...," lirih Rinjani.

Tanpa disadari sudut bibir Brian terangkat. "Tenang aja, aku janji bakal menangkan kasus ini."

Kini rasa gundahnya berangsur-angsur redah. Sebuah kalimat yang dilontarkan Brian berhasil menghapus kekhawatiran di hati Rinjani. Dirinya kembali percaya diri. "Thanks, Yan."

"Kembali kasih."

Sesampainya di ruang sekre, tanpa basa-basi Rinjani membuka pintu dengan kasar. Para anggota BEM tengah melakukan musyawarah pun terkejut bukan main dan terpaksa menghentikan rapatnya. Bukan hanya BEM saja yang terkejut bahkan Dora dan Gusti juga ikut tercengung.

"Fathur! Alice mana?!" bentak Rinjani. Sontak pandangan mata seluruh pengurus BEM tertuju pada satu titik, Rinjani. Kemudian berbisik-bisik.

Gusti memegang bahu Rinjani. "Sabar, Rin. Ruangan ini bukan milik kita."

Mahasiswa Anjay [✔️SELESAI]Where stories live. Discover now