Saat ini Grahita sedang menunggu jadwal trem lewat. Gadis itu baru saja pulang dari masjid Al-Fath untuk menghadiri kajian. Biasanya, muslim asli Belanda dan perantauan banyak yang berkumpul dan sharing bersama di masjid Al-fath. Walaupun berada di negara minoritas muslim, mereka tetap rukun menjalani kehidupan beragama. Bahkan di Utrecht ini sudah banyak masjid berdiri.

Seperti janjinya dulu. Grahita akan belajar agama lebih mendalam lagi. Ia sadar jika ia terlalu jauh melangkah hingga lupa arah yang benar. Pengetahuan agama yang kurang menjadikan dirinya ingin menimba ilmu lebih banyak lagi. Walaupun di Belanda, ia meluangkan waktu untuk kebutuhan spiritualnya. Di sini pun ia banyak bertemu dengan orang baik dan peduli. Bahkan ia bertemu dengan komunitas muslim yang kebanyakan merupakan perantauan dari Indonesia.

Sebuah kereta kecil yang biasanya melintas di jalanan kota Utrecht berhenti di halte yang tak jauh dari masjid Al-fath. Grahita yang sudah menunggu beberapa menit langsung masuk dan menempelkan sejenis kartu yang sangat berguna untuk bepergian di sini. Kartu itu berisi saldo yang bisa digunakan antar negara sekaligus. Berlaku untuk kereta, trem, ataupun bus.

Gawai Grahita berdering ketika ia baru saja duduk di tempat paling belakang karena trem sudah penuh. Gadis itu melihat gawainya dan ternyata dari Lili. Grahita langsung mengangkatnya.

"Ta, gue mau kawin."

Sejenak Grahita melotot dan kaget dengan kalimat pembuka Lili. Bukannya salam atau apa, Lili malah langsung bilang mau kawin.

"Lo nggak lagi kepentok meja kan, Li?"

"Kagak lah. Gue serius. Gue mau nikah, Tata... M-E-N-I-K-A-H."

Grahita meringis. Kenapa orang-orang mendadak ingin menikah dalam waktu dekat ini?

"Lo jangan becanda ya? Sejak kapan lo punya pacar? Kenapa tiba-tiba mau nikah? Ngaco." Grahita masih belum percaya jika Lili hendak menikah. Selama ini gadis itu jomblo alias belum punya pasangan. Dan tiba-tiba memberinya kabar menikah adalah lelucon di siang bolong.

"Anjir lo! Gue serius. Walaupun gue jomblo, tapi gue mau nikah."

Grahita mengerjap beberapa kali. Oke, ternyata Lili memang sedang serius.

"Sama siapa? Kok lo nggak cerita sama gue? Lo temen gue apa nggak sih? Kenapa tiba-tiba ngasih berita begini? Kapan lo pacarannya?"

Sementara itu, Lili terbahak di seberang sana. Pastilah Grahita kesal karena tiba-tiba dirinya mengatakan akan menikah. Orang-orang pun akan sama kesalnya sebab dirinya tak menjalin asmara sebelumnya.

"Gue dijodohin."

"Apa??"

Beberapa orang di trem menatap Grahita dengan tatapan datar. Buru-buru ia meminta maaf karena suaranya yang tinggi. Ia terlalu kaget dengan pengakuan Lili.

"Kok bisa?"

"Bisa dong."

"Kok lo santai? Biasanya kalau dijodohkan pasti pada nggak mau. Kok lo terkesan seneng sih?" Grahita mengerutkan dahinya. Merasa ada yang salah dengan Lili mungkin.

"Gimana nggak seneng, orang yang dijodohin itu sahabatnya si Singa. Lo lupa ya gue pernah naksir seorang pemuda kepala gundul yang foto bareng Leo pas awal pendidikan mereka?"

Aksara Dan SuaraWhere stories live. Discover now