Part 4 - A Little Closer?

444 79 2
                                    


Siyeon mungkin memang harus sesegera mungkin mengatasi permasalahan trust issue-nya, terkadang, hal itu memang menjadikannya lebih mawas diri dan terhindar dari kemungkinan terjadinya suatu masalah. Tapi, tidak dapat ia pungkiri kalau itu bisa juga menghambatnya dalam melakukan atau menghadapi sesuatu.

Seperti sekarang.

Harusnya dia percaya sama perkataan Jeno di kafeteria tadi pagi, dia akan susah masuk ke kantor Jessica kalau belum buat janji. Siyeon udah bilang ke resepsionisnya berkali-kali kalau dia diminta datang oleh Jessica sendiri dan memintanya untuk menghubungi Jessica langsung untuk konfirmasi— tapi ditolak. Alasannya, resepsionis itu ingin Siyeon sendiri yang menghubungi supaya mereka tahu, apa Siyeon benar atau bohong. Dan sialnya, Siyeon tidak memiliki kontak Jessica.

Dan di sinilah ia sekarang. Duduk di lobby, dengan tangan yang sibuk melihat ponsel setelah menghubungi Jeno berkali-kali yang belum juga datang.

Sekitar 45 menit dia menunggu sampai Jeno tiba dengan wajahnya yang sumringah, senyum jahil penuh ledekan tidak lepas darinya yang menatap Siyeon yang sedang merenggut kesal di depannya.

"I told you before, right?"

Siyeon hanya mengangkat bahunya dan berjalan sambil menghentakkan kakinya karena kesal dan mengikuti Jeno yang menempelkan kartu akses sebelum akhirnya masuk ke dalam elevator dan menuju ruangan Jessica.

Jessica menyambut kedatangan Jeno dan Siyeon dengan senyuman di wajahnya, dan yang mengejutkan bagi Siyeon adalah ketika Jessica bangun dari posisi duduknya dan beranjak untuk memeluknya. Dia tidak pernah menyangka kalau Jessica memang sehangat ini. Siyeon membalas pelukan itu dan duduk di sofa dekat jendela, bersama Jeno yang sudah menyandarkan dirinya pada sofa. Setengah tiduran.

"Siyeon udah nunggu di lobby dari satu jam yang lalu, Bun,"

Jessica tersentak dan menatap Siyeon meminta penjelasan, "kenapa gak langsung masuk ke sini?"

"Ditolak Anastasia, katanya suruh hubungin Bunda supaya dia percaya, tapi dia gak punya nomor Bunda. Padahal udah aku suruh tunggu sampe aku selesai kelas, malah gak mau. Yaudah." jawab Jeno yang masih tertawa. Yang ditanya siapa, yang jawab siapa.

Siyeon cuma senyum-senyum kikuk di depan Jessica sambil menggaruk pelipisnya, "ponsel kamu mana?"

Siyeon menunjukkan ponselnya ke Jessica yang kemudian diambil dan Jessica mengetikkan sesuatu di sana, "ini nomor Bunda, di-save, ya"

Sekali lagi, Siyeon masih takjub sama sifat Jessica yang baik, hangat dan ramah. Siyeon baru ketemu dia sekali, bahkan di pertemuan pertama mereka tidak banyak bicara karena bising dan Jessica tidak terlalu ingin menginterupsi acara anak muda pada saat itu. Tapi, Jessica udah sebaik ini sama Siyeon.

"Hmm, Bunda. Kata Jeno, Bunda yang minta aku dateng ke sini, ada apa ya Bun?"

Jessica yang sedang duduk di kursinya sambil menyilangkan kakinya pun menatap Jeno sambil mengernyit, menuntut penjelasan. Pagi tadi, Jeno tiba-tiba ingin membawa bekal sarapan untuk di kampus— yang tentunya bukan hal yang biasa, dan seingat Jessica, ia hanya menitipkan salam untuk Siyeon. Bukan Jessica tidak senang akan kehadiran Siyeon dan Jeno di sini, tetapi ia tidak mengingat jika ia meminta Jeno untuk membawa Siyeon ke sini.

Jeno berdeham, ia tahu maksud dari tatapan Bundanya. Dari awal itu memang ide Jeno, dan mengetahui fakta bahwa Siyeon bisa berubah menjadi Siyeon yang lembut hanya ketika berhadapan dengan Jessica, Jeno ingin melihat lebih. Dia ingin terus melihat sisi Siyeon yang lembut yang jarang ia tunjukkan, dan menjadikan Bundanya alasan sepertinya hal yang bagus.

EnamórateWhere stories live. Discover now