"Serah gue dong. Tangan-tangan gue, tapi kenapa lo yang sewot?" Arsen bertanya dengan menyipitkan matanya.

"Jangan mimpi lo bisa peluk bos kita, yang boleh peluk bos kita hanya Aileen seorang," Rafis berujar dengan pedasnya yang langsung diangguki oleh Gilang.

"Berhubung karena lo itu cewek, jadi kita nggak berani untuk nampar lo seperti apa yang lo lakuin pada Aileen saat istirahat pertama tadi," Gilang ikut menimpali.

Bulu kuduk Alna kontan langsung berdiri setelah mendengar perkataan Gilang barusan. Apakah mereka bertiga menyuruhnya kesini hanya untuk balas dendam kepadanya? Alna rasanya ingin menangis meraung-raung saja, namun niatnya langsung dia urungkan. Alna kira Arsen sudah luluh kepadanya, namun kenyataannya sangatlah bertolak belakang dengan apa yang tadi sempat dia pikirkan.

Tentunya karena saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk menangis.

Rasanya Alna ingin marah setiap kali mendengar nama Aileen.

Alna menolehkan wajahnya kebelakang. Detik berikutnya dia langsung memaki habis-habisan kedua anak buahnya yang sekarang sudah mundur menjauhi bosnya di dalam hatinya. Shit! Sudah di pastikan bahwa keduanya sekarang sedang di landa rasa takut.

Tentunya karena mereka tidak ingin terlibat seperti Alna yang nota benenya adalah bosnya, dan tentunya mereka berdua tidak ingin diberi pelajaran juga oleh ketiga cowok tampan dengan wajah yang sangatlah terlihat menyeramkan. Awas saja nanti, Alna tak akan membiarkan kedua anak buahnya lari dan tentunya dia akan memberikan pelajaran kepada mereka berdua.

"Kenapa kamu lebih memilih belain Aileen dari pada aku, huh?" Alna bertanya seraya terisak. Tubuhnya bergetar hebat, namun sekuat tenaga dia menahan kedua kakinya supaya tubuhnya tidak luruh ke rerumputan.

Arsen berdecak kesal, lalu memutar bola matanya jengah. "Aileen cinta pertama gue, sedangkan lo? Lo itu bukan siapa-siapa gue... mau lo hidup atau mati kek gue sama sekali nggak peduli,"

Detik berikutnya Rafis tertawa dengan sedikit keras seraya bertepuk tangan. Dia senang sekali setelah mendengarkan perkataan Arsen barusan. Menurutnya, kalimat itu pedas dan tentunya sangat menusuk di hati Alna bukan?

Sakit sekali!

Tangan kanan Alna terangkat untuk menyentuh dadanya sendiri. Hatinya rasanya sakit, lebih sakit dari pada ditusuk belati putih. Alna menggeleng-gelengkan kepalanya pelan seraya menatap wajah tampan milik Arsen dengan tatapan yang terlihat sendu.

Sungguh, dia benar-benar masih tak percaya dengan apa yang barusan Arsen katakan. Tetapi kenapa Arsen harus melontarkan kalimat yang terdengar pedas sekali, huh? Kata orang—cinta pertama adalah cinta yang menyenangkan. Namun faktanya tidaklah seperti itu. Hanya orang beruntung saja yang bisa merasakan hal tersebut.

"Aku nggak menyangka kamu bisa bicara pedas seperti itu, Arsen," Alna berkata lirih, isakan tangisnya semakin terdengar keras. Namun tidak ada tanda-tanda orang lain yang akan menolongnya.

"Wajah gue nggak menjamin hati gue," Arsen menukas dengan cepat. Tatapan matanya terlihat mengintimidasi. Siapapun yang melihatnya pasti akan bergidik ngeri, begitupun dengan Alna saat ini.

"Sampai sini paham?" Rafis ikut menimpali dengan melontarkan satu pertanyaan yang berhasil membuat Alna diam mematung sejenak.

Tentu saja Alna sudah paham dengan perkataan Arsen tadi.

"Lo tadi udah dengar sendiri pengumuman yang gue katakan, kan?" Arsen bertanya dengan pelan namun terdengar sangat mengintimidasi.

"Sangat mustahil jika lo nggak dengar apa yang gue katakan lewat speaker sekolah," lanjutnya diiringi tawa kecil. Bukan tawa senang melainkan tawa yang tergolong fake.

"Seseorang yang sudah nekat mengganggu Aileen maka sudah di pastikan akan berurusan dengan Arsen dan kedua sahabatnya," Gilang ikut menimpali. Wajahnya tampak datar. Berbeda dengan Rafis yang kini tengah tersenyum genit.

Rafis menolehkan wajahnya kebelakang, Arsen yang ditatap seperti itu pun langsung menyeringai menyeramkan seraya mengangguk pelan. Rafis hanya mengacungkan jempolnya tinggi-tinggi. Tak lama kemudian dia menyenggol lengan Gilang. Gilang yang sudah paham dengan kode Rafis pun langsung mengangguk pelan.

Kini, Rafis dan Gilang kompak membuka botol minuman yang sedari tadi mereka berdua pegang. Keduanya saling berpandangan sejenak seolah tengah berbicara lewat mata sebelum akhirnya keduanya memutuskan untuk menyiram tubuh Alna dengan kedua jus berbeda rasa. Keduanya tidak merasa kasihan...

Keduanya justru merasa kasihan kepada Aileen saat melihat kondisinya saat ini. Beruntung karena Aileen tidak sampai masuk rumah sakit. Jika iya sudah dipastikan bahwa Arsen akan memberikan pelajaran yang lebih parah lagi dari pada yang sekarang ini. Menyedihkan sekali.

Byur!

Alna mematung ditempatnya sesaat. Dadanya terasa begitu sesak saat diperlakukan tak adil seperti ini. Apalagi pujaan hatinya yang kini tengah menatap hina ke arahnya. Menyedihkan sekali. Sementara kedua anak buah Alna?

Mereka berdua hanya bisa menutup mulutnya dengan mata yang melebar karena tak percaya saat melihat bosnya yang kini tengah disiram dua botol berisi jus seperti itu. Tentunya mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Dan keduanya juga tidak ingin bernasib buruk macam Alna.

Rafis menatap botolnya yang kini sudah tidak tersisa jus lagi. Detik berikutnya dia membuang botol jusnya kesembarang arah. Sekarang dia kembali menatap Alna yang terlihat sangat mengenaskan. "Rasain lo! Emang enak?" Rafis bertanya dengan menaikkan salah satu alisnya.

Dia Arsen (END)Where stories live. Discover now